Tips Jitu Mengambil Hati Perempuan

Saya termasuk orang yang sepakat bahwa mempunyai pasangan dan menikah itu bukanlah suatu perlombaan. Malah kadang dalam acara resmi terjadwal bertajuk "nyinyir bersama Besok Siang", saya kerap nge-pret-i dedek-dedek yang sekula aja belum beres tapi pacarannya udah saling panggil ayah-bunda. Atau embak-embak yang kuliah aja belum lulus tapi kerap nyetatus "gue kapan?" kalau denger gosip artis lamaran. Atau mas-mas yang kerja aja belum gablek udah bilang mau secepatnya berumah-tangga. Situ kira nikah itu gampang? Yang gampang itu kawin, Mblo!

Tapi ya nggak heran sih kalau banyak orang yang merasa ter-preasure untuk secepatnya menikah. Karena memang di masyarakat kita, masih banyak yang menganggap bahwa keberhasilan hidup adalah bila sudah berhasil berumah tangga dan beranak pinak.

Sebutlah mbak Ira Koesno. Di usianya yang ke 47, beliau masih cantik kinyis-kinyis dengan body semlohe. Karir mapan, cerdas rupawan, dan konon sanggup mengeluarkan 10 juta rupiah perbulan untuk biaya perawatan kecantikan. Tapi segala prestasinya dan aksi lincahnya ketika memegang tangan mas AHY yang dingin di panggung debat cagub DKI, seakan tidak dianggap, karena statusnya yang masih jomblo di usia yang nyaris setengah abad tersebut.

Klik untuk memperbesar

Menyedihkan ya? Bukan mbak Ira yang menyedihkan, tapi masyarakat dengan segala stereotip yang kenthu oriented itu lho. Seakan-akan wanita 47 tahun dan belum menikah itu dosa besar.

"Lha tapi kok situ suka mlekoto kejombloan BraMod?"

Kalau soal itu mah, bukan karena jomblonya. Tapi karena Momon-nya. Ya kebetulan aja saat ini Momon jomblo ngakik (uhuk!). Tapi kok saya yakin ya, bahkan sampai kelak Momon berumah tangga dan siap mantu anaknya yang ke lima, tim Besok Siang tetep bakalan menemukan hal-hal yang bisa digunakan untuk ngenyeki Momon.

Nah, terkait hal ini juga saya sedikit heran dengan yang komen soal Besok Siang: "kok nulis soal jomblo melulu?" Dan ya maaf-maaf aja kalau jawaban saya agak mbleyer. Karena dengan komen begitu, berarti situnya nggak baca post yang di-share. Dan udah gawan bayi kalau saya memang paling sebel sama orang-orang yang baru baca judul aja udah merasa paling paham. Kalau situ memang benar-benar membaca post di Besok Siang, pasti tahu benar bahwa kata "jomblo" hanyalah perantara untuk membahas hal-hal lain yang lebih haqiqi.

Kembali lagi ke nasibnya si Momon. Konon sebenarnya banyak lelaki-lelaki kardus yang ndeketin Momon. Besok Siang menyebut lelaki-lelaki konon tersebut The Mukidis. Tapi karena kurangnya kualitas dari para Mukidi, maka sampai dengan saat ini belum ada yang berhasil mengentaskan Momon dari lembah kejombloan. Karena saya sudah agak bosan dengan topik "Momon jomblo" dan pengen ganti topik hinaan, maka saya memutuskan untuk menulis tips ini. Semoga tulisan saya ini bisa dijadikan acuan bagi The Mukidis dalam menyusun strategi gebet-menggebet.


Apa saja sih yang bikin Momon, dan perempuan-perempuan pada umumnya, mendadak ilfeel sama The Mukidis? Kualitas seperti apa sebenarnya yang dicari oleh Momon, dan perempuan-perempuan pada umumnya, dalam diri seorang Mukidi?

1. Mukidi yang berwawasan luas

Ilustrasi percakapan:
Momon: "Mas Mukidi, tau nggak sih Wiji Thukul mau dibikin film?"
Mukidi kurang wawasan: "Iya tau, Dhik Momon. Kemarin Mas lihat posternya di facebook."
Momon: "Adhik pengen nonton, Mas. Yah walaupun pemutaran film itu ada pro-kontra-nya ya. Banyak yang pro karena hal ini akan memperkenalkan Wiji Thukul kepada generasi yang lebih muda. Tapi ada juga yang kontra dengan alasan menolak komersialisasi Wiji Thukul. Mas Mukidi golongan yang pro atau yang kontra?
Mukidi kurang wawasan: "Mmm...sebenarnya Wiji Thukul itu siapa tho, Dhik Momon?"
Buat perempuan-perempuan modern dan hobi ngobrol kayak kami, wawasan seorang Mukidi jelas jadi pertimbangan penting bagi kami dalam memilih pasangan. Soalnya kami memilih pasangan bukan cuma buat enaena. Kan nggak lucu kalau pacaran isinya ngamar terus. Enak sih, tapi nggak lucu.

Kami juga butuh ngobrol, diskusi, gojek kere, dan lain-lain. Bayangkan kalau pasangan kami pah-poh. Diajak ngobrol topik umum aja nggak ngerti. Ngertinya cuma PAK Riziek dan Pak Jonru. Alah.

Bye!


2. Mukidi yang Tidak Rasis

Ilustrasi percakapan:
Mukidi rasis: "Dhik Momon, orang jawa ya?"
Momon: "Kenapa memangnya?"
Mukidi rasis: "Bibit bebet bobot. Kalau jawa ya syukur alhamdulilah. Karena Jawa itu baik."

 Jadi cina, batak, sunda, papua, dayak, dan lain-lain itu tidak baik? Oks, cuktaw!


3. Mukidi yang woles aja

Ilustrasi percakapan:
*percakapan ini terjadi pada chating pertama*
Momon: "Mas Mukidi, sudah dulu ya chating-nya hari ini. Adhik disuruh bapak beli pakan asu dulu. Makasih ya sudah diajak berkenalan."
Mukidi SKSD: "Dhik Momon, bolehkan saya mengantarkan Dhik Momon membeli pakan asu? Sekiranya Dhik Momon mau, tunggulah sebentar. Mas mau bersiap-siap dan cari pinjaman motor."
Momon: *sudah agak gilo* "Nggak usah, Mas Mukidi. Adhik diantar oleh bapak kok."
Mukidi SKSD: "Baiklah kalau begitu. Hati-hati di jalan ya, Dhik Momon. Tolong kabari Mas bila sudah sampai di rumah lagi. Nanti Mas telpon. Ngomong-ngomong, berapa nomor HP Dhik Momon?"
Momon: *lempar HP* *gilo tenanan*
Tak andhani ya, Mblo. SKSD ngajak ketemuan, minta nomor telpon, dan mau nelpon pada saat chating pertama dan baru saja berkenalan itu harom hukumnya. Malah memperlihatkan kalau kamu itu putus asa sekali. Dan perempuan mana toh yang mau sama Mukidi putus asa? Ya kalau saya sih ogah ya. Saya suka Mukidi yang woles aja tapi tetep sopan.

Iya, saya tahu situ-situ ngebet banget pengen dapet pacar. Tapi kalau langsung memutuskan mau PDKT pada perkenalan pertama, yang ketemuan aja belum pernah, khan nggilani toh.

Saran saya ya mbok woles aja. Chating-chating lucu dulu menjalin pertemanan. Suatu saat kalau cocok ngobrolnya bisa lah ketemuan. Kalau ketemuan dan merasa saling nyaman, baru pacaran. Alon-alon tapi maknyus githu lho!

Asu-nya Momon. Asu berkalung BH. Bukan tokoh fiktif.


4. Mukidi yang tidak baperan

Ilustrasi kejadian:
Pada suatu hari, Mukidi menelpon Momon ketika Momon sedang beol. Telpon diangkat oleh Suyatno yang memberitahukan bahwa Momon sedang beol. Satu jam kemudian, Mukidi menelpon lagi, dan kembali Suyatno menjawab bahwa momon masih Beol.
*di hari lain, ketika Mukidi menelpon lagi dan diangkat sendiri oleh Momon*
Mukidi baperan: "Dhik, tolong jawab dengan jujur. Sebenernya ketika itu kenapa Dhik Momon beol?"
Momon: "Ya kebelet, Mas"
Mukidi baperan: "Jangan bohong kamu, dhik. Kamu beol karena sedang kebelet beol atau karena aku yang telpon sehingga kamu kebelet beol?"
Momon: "....."
Mukidi baperan: "Mas kecewa sama kamu, Dhik. Seharusnya beol itu tidak selama itu!"
Nggak usah terlalu perasa. Nggak usah terlalu insecure. Toh statusmu masih Mukidi. Belum jadi pacar. Baru PDKT aja udah mau ngatur-ngatur jadwal beol. Gimana kalau sudah berumah tangga? Ngeri, mas. Gejala laten bebelen.


5. Mukidi yang cinta damai

Ilustrasi kejadian:
Momon: "Mas, sabtu besok ada acara nggak? Temenin adhik beli pakan asu, bisa?"
Mukidi cinta kekerasan: "Wah nggak bisa, Dhik. Mas mau demo. Kemarin itu ada orang yang bilang kalau Dian Satro jelek. Lak kurang ajar to, Dhik? Penistaan itu namanya. Ini mas sudah bikin poster menuntut dia dipentung, dihajar, dibacok, digantung, disikat, dibakar!"
Saya aja ngeri lho membayangkan berteman dengan orang yang semudah itu mewacanakan mau menghajar, bacok, gantung, sikat, bakar sesama manusia. Apalagi kalau berumah tangga. Wis nggak usah dibayangkan. Daripada trauma sebelum menjalankan lho, Mblo.


6. Mukidi yang logis

Ilustrasi kejadian:
Momon: "Mas, besok kita makan oseng mercon yu Narti, yuk?"
Mukidi klenik: "Jangan disitu, Dhik. Anaknya yu Narti itu naksir sama Mas. Mas takut oseng merconnya dijapu-japu." 
*Hari lain*
Mukidi klenik: "Dhik, kalau tidur jangan madep lemari ya. Nanti kesurupan hantu lemari."
Kami ini perempuan. Katanya sih ya, perempuan itu secara psikologis memang lebih mengedepankan emosi daripada logika. Jadi idealnya kami mendapatkan pasangan yang mengedepankan logika, untuk mengimbangi sisi emosional kami. Lha kalau Mukidi-nya klenik begitu, mana bisa dibilang logis?

Ya memang ada sih orang-orang yang percaya klenik. Dan mungkin memang hal-hal alus begitu ada. Tapi ya nggak segala hal dihubung-hubungkan sama klenik terus. Itu mah terobsesi namanya. Apalagi ilustrasi percakapan pertama tuh. Saya sih kalau ketemu Mukidi kayak gitu langsung minggat. Lha udah klenik, sok kecakepan ada yang naksir pula? Wis mending ora.



7. Mukidi yang Tahu Sopan Santun

Kalau ini, bukan lagi Dhik Momon yang mengalami. Kejadian ini dialami sendiri oleh Dhik Arum

Ilustrasi kejadian:
Mukidi ra sopan: "Dhik, terima kasih sudah konfirm permintaan pertemanan Mas ini ya. Salam kenal."
Dhik Arum: "Sama-sama, Mas. Adhik juga makasih sudah di add. Salam kenal juga."
Mukidi ra sopan: "Dhik Arum katolik?"

Kayaknya saya nggak perlu menjelaskan ya, kenapa Mukidi yang satu ini tidak layak dipertimbangkan?


8. Mukidi yang Tidak Keminter

Ilustrasi kejadian:
Mukidi keminter: "Dhik Momon kalau lagi nggak ada kerjaan, sukanya ngapain?"
Momon: "Aku suka main frisbee, Mas."
Mukidi keminter: "Apa? Suka sesama jenis. Orang tua adhik nggak kecewa?"
Momon: "Mas tau apa itu frisbee."
Mukidi keminter: "Agak lupa sih."
Momon: "Lupa atau nggak tau?"
Mukidi keminter: "Yah, anggap aja Mas nggak tau" *mulai kisinan*
Momon: "Lha nggak tau kok langsung nge-judge"
Mukidi keminter: "Siapa yang nge-judge? Bagian mana dari kalimat Mas yang nge-judge?"
Ini termasuk para Mukidi keminter di Facebook, yang nggak tahu bahwa komunis dan atheis itu definisinya beda :D.

Jadi ya, Mukidis, nggak papa kok kalau ada perempuan yang lebih pinter dari kamu. Asal ya bodonya nggak kebangeten juga sih ya. Laki-laki nggak harus selalu lebih segalanya dari perempuannya. Kalau ada yang nggak tahu, ya tanya. Jangan sok tau dan nge-judge duluan berdasarkan asumsi yang salah. Terus ketika salahnya ketahuan, bukannya mengakui, malah berkilah lagi.

"Bagian mana dari kalimat mas yang nge-judge?"

Pfffttt....


9. Mukidi yang Mau Mengakui Kesalahan

Ilustrasi kejadian:
Mukidi yang mau menangnya sendiri: "Jadi, Dhik, menurut Mas Bumi itu datar."
Momon: "Tapi, Mas..."
Mukidi yang mau menangnya sendiri: "Eits, mas cuma berniat share opinion."
Momon: "Tapi, Mas..."
Mukidi yang mau menangnya sendiri: "Mas tidak berminat debat. Titik."
Menurut saya adalah sangat kampret dan egois ketika ada orang yang berbagi opini, tapi tidak mau mendengarkan opini yang bertentangan dari lawan bicaranya. Iya, egois. Itu tandanya yang bersangkutan merasa paling benar. Nggak bisa dikritik dan anti disalah-salahkan. Padahal apa yang salah dari berdebat sih? Kan nggak semua orang punya pendapat/ opini yang sama denganmu? Kalau kamu mencari perempuan yang inggah-inggih dan nggak punya pendapat, ya pacarannya sama boneka barbie aja. Jangan sama boneka jelangkung, eh...Momon #FPM #FrontPembelaMomon.


Sebenarnya masih banyak kriteria-kriteria Mukidi yang lainnya. Tapi kalau post-nya terlalu panjang, nggak baek buat SEO. Lagi pula, menurut beberapa orang klenik, 9 adalah angka yang sempurna dan membawa hoki. Jadi cukup sekian saja. Kalau banyak yang berminat sama Momon, nanti saya buatkan "Tips Jitu Mengambil Hati Wanita: Part 2".

Semua post yang saya tulis di sini adalah #DemiDhikMomon.

16 komentar:

  1. Tapi mbak.... Keminter itu apa...

    Hahahaha x')

    BalasHapus
    Balasan
    1. Keminter itu kemlinthi

      #larilariketjil

      Hapus
  2. Ngakak bacanya ya allaaahhhh 😆😆😆 aku selalu suka tulisan tulisan di besok siang inii , lucu tapi selalu kenaaaaaaa bgt 👍👍

    BalasHapus
  3. semoga wanita-wanita yang baik dijauhkan dari mukidis yang kenthu oriented

    BalasHapus
    Balasan
    1. Amin.
      Tapi bagaimana dengan wanita-wanita yang baik tapi kenthu oriented? :D

      Hapus
  4. Hahahaa.. ngakak dululahyaa.. tapih untuk mukidi yang menjurus poin yang no 2 (rasis) ama no 7 (sopansantun)itu memanglah keparat mba, patut dihindari insan yang begitu banget, buat mbak momon yang sabar dan slowlahyaa.. Charlize theron aja belum nikah padahal udah 35 lebih, mba mon kan belum 17 to? ya thoo?

    BalasHapus
    Balasan
    1. KEPARAT memang!!!

      Sabar kok, Kak. Yang penting yakin.

      Aiiiihhh.. keliatan ya kala masih 15 tahun?
      Mau daftar member Front Pembela Momon? 50.000 saja.

      Hapus
  5. Balasan
    1. Selamat ngakak.
      Jangan lupa mingkem :)

      Hapus
  6. Aku ada kasus tidak tau sopan santun di kantorku. Cuma ini pelakunya cewek, karyawan baru. Tapi cara sosialisasinya failed banget.

    Dia: *duduk*
    temen aku: *duduk*
    Dia: *Narik lengan temen aku* "KAMU CINA YA??"
    temen aku: *shock* "....iya?"

    Dia: "Lebaran pulang kampung, mbak?"
    Aku: "Iya dong.."
    Dia: "Emang ikut lebaran?"
    Aku: "Iya aku ikut lebaran"
    Dia: "KAMU ISLAM?!"
    Aku: "..............iya?"

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wow.
      Bahas suku. Kemudian agama. Dengan tidak penting. Rrrr...
      Anak muda-amak muda ini perlu dibina

      Hapus
  7. Wakakaka, ini nganyelin sumpah. Mukidi-mukidi sontoloyo

    BalasHapus
    Balasan
    1. Itu yang ditulis kisah nyata semuaaaa.. Sontoloyo emang :)))

      Hapus
  8. Saya tu suka geram kalau baca komentar netijen yg suka mlengse dari topik bahasan. Ada yg bisa dibanggakan knp yg aneh-aneh dan gk masuk akal yg dibahas. Hidup orang itu pilihan orang.. knp mrk jadi yg repot.
    seneng akutu baca besok siang

    BalasHapus