Sumber |
Halo Rakyatku, apa kabar?
Sudah ikut pilkada? Sudah ikut palentinan? Atau ada yang
super beruntung: bisa palentinan, punya pasangan, plus dapet libur meskipun
daerahmu nggak pilkada? Wah, dobel combo nih bahagianya. Sekarang bayangkan
bahwa banyak orang tak seberuntung kamu: gak bisa palentinan, jomblo, harus
pilkada sampai berantem sama keluarga karena pilihan yang berbeda.
Duh, pilihan boleh berbeda. Tapi jangan sampai berantem ya,
wahai Rakyatku. Ingat lho, yang pertama kali nulungin kamu kalo ada masalah itu ya keluargamu, teman-temanmu.
Bukan gubernur yang kamu bela setengah idup itu.
Rakyatku yang berbahagia,
Pertama-tama, saya bukan pimpinan. Bukan pula gubernur
kalian. Apalagi presiden. Saya hanya seseorang penguasa yang diberi jatah nulis
di hari ini, Kamis 16 Februari 2017. Alasan saya jadi penguasa itu simpel saja,
karena memang tampuk kepemimpinan Besok Siang selalu beralih silih berganti
antara saya, Brarum, dan Bramon. Alhamdulillah meskipun kami digilir, kami
nggak pernah berantem minta jatah berlebih satu sama lain. Alhamdulillah pula,
meskipun digilir, hati kami tetap legowo ketika page-view dan popularitas artikel yang sono lebih unggul. Kami bukan istri-istri tua dan muda yang bersaing
dan suka cekcok akibat suami kami punya hubungan khusus dengan caddy golf yang
jauh lebih muda dan cantik. Itu saja.
Sumber |
Duhai Rakyatku yang terhormat,
Sesungguhnya dunia ini adalah fana. Perbedaan juga fana.
Yang tidak fana adalah perubahan. Kalau kalian, Duhai Rakyaktu, tidak menyesuaikan
diri dengan perubahan, matilah kaw! Saat ini kita melihat ada banyak fitnah di
mana-mana. Terutama yang berkaitan dengan politik dan persoalan beda pilihan.
Jangankan politik, makan bubur ayam diaduk vs tidak diaduk saja bisa jadi
polemik. Masa iya demi membela bubur ayam diaduk, kamu harus rela mati? Diaduk
maupun tidak diaduk, tukang bubur tetap naik haji kok.
Wahai Rakyatku yang baik,
Kalau kamu menyukai sesuatu hal karena intuisimu, sadarilah.
Bahwa ada orang lain yang menyukai sesuatu hal karena naluri. Lho, memang apa
bedanya intuisi dan naluri? Ya pokoknya beda. Karena pemimpin kalian yang
berkuasa hari ini telah #bersabda, pokoknya intuisi dan naluri itu beda. Titik.
Sementara itu, mau kalian ojok-ojokin orang lain untuk menyukai sesuatu sebab
kamu memakai intuisi, janganlah dipaksa. Karena sekali orang menyukai sesuatu,
susah untuk diubah. Namanya cinta ye kan, kalau sudah terlanjur cinta apa boleh
dikata.
Wahai rakyatku yang bijak,
Coba bayangkan, kalau kalian memaksa orang lain untuk cinta
sama Nicholas Saputra? Eh, jangan dia ding. Soalnya sudah banyak yang suka.
Emm, misalnya Saipul Jamil saja deh. Coba, kalau kamu endak suka sama Bang
Ipul, apa ya mau begitu saja disuruh suka sama dia? Meskipun kamu dikampanyei
dengan embel-embel “Bang Ipul seiman dalam hal suka duren”, “Bang Ipul mau
ngasih kamu duit 1M sekeluarga sebulan”, “Bang Ipul mau bikin program ohap-ocap
(one harapan-one cabang pengharap)” sekalipun nggak bakal cinte kan?
Rakyatku yang cerdas,
Adalah terserah kalau kamu memilih pemimpin berdasarkan
preferensi suka-suka. Misalnya kamu suka Brarum karena batasan pertemanannya,
suka Bramon karena sama-sama jomblo, atau suka Bradhik karena sama-sama sukakulit ayam, itu mutlak terserah kamu. Bergantung pada pilihan hati
masing-masing. Kamu pun nggak boleh ngece mereka yang jomblo dan lebih memilih
Bramon ketimbang milih sesuai pilihanmu. Kamu suka kulit ayam, kamu pilih
Bradhik. Lalu kamu ngece mereka yang memilih Bramon karena mereka nggak suka
kulit ayam. Plis, itu sangat childis. Kamu pilih untuk membela pertemananmu (yang
mau berkorban untuk kamu) apa membela kami-kami ini (yang belum tentu mau
berkorban dan ngutangin kamu)?
Rakyatku yang pintar,
Sumber |
Ketahuilah. Serapi-rapinya sebuah pilihan politik, pasti
selalu akan ada aktor di belakangnya. Aktor-aktor yang menunggangi politik dan
punya kepentingan. Itulah seni politik. Kamu nggak tahu kan, kalau dulu jauh
sebelum negara Besok Siang berdiri, Brarum dan Bradhik itu saling koalisi? Lalu
sekarang dengan cara yang kami nggak ingin beritahukan padamu, akhirnya Brarum
dan Bradhik saling beradu. Eh, tahu-tahu ada Bramon yang di tengah-tengah ingin
memecah suara. Berani sekali dia.
Tapi tenang saja, itu cuma skenario kok, Wahai Rakyatku. Yang
sebenarnya adalah sejak dulu antara Bramon, Brarum dan Bradhik itu tidak pernah
ada koalisi. Lhawong gimana mungkin ada koalisi. Kepentingan bersama saja perlu
dipending dulu karena hasrat kepo tentang gebetan barunya Bramon.
Wahai Rakyatku yang menyenangkan,
Pahamilah bahwa konflik politik itu periodik. Sementara
pertemanan, perkeluargaan, persuami-istrian, perpacaran, dan pergaulan kalian
itu (diharapkan) selamanya. Jangan korbankan itu semua hanya demi nafsu
sementara. Memangnya siapa yang duluan mau ngutangi? Pemimpin yang kalian bela
setengah mati, atau teman yang kau buli tapi diam-diam kau sayangi?
Wahai Rakyaktu yang saya banggakan,
Ketahuilah, bahwa menjadi pemimpin itu nggak selalu se-ena kelihatannya. Jabatan mentereng, punya bini yang cantik membahenol, punya rumah ngejreng dan segala fasilitas yang aduhay. Kami harus modal besar untuk posisi ini, Bung. Dari mulai kampanye, bagi-bagi sembako, dan nggak boleh salah omong. Serius, yang terakhir ini bebannya berat, Coy! Karena lidah keseleo sedikit saja bisa bikin hati masyarakat panas karena penistaan. Nggak cuma berat pas di awal doang. Kalau sudah menjabat, ingin amanah sedikit saja bisa dikriminalisasi dan masuk bui. Eh, pas udah keluar, disindir sana sini. Duh,
Duhai Rakyatku yang bergembira,
Bahkan demi jabatan, ada lho, golongan kami yang berjanji ingin adakan konser negeri. Biar rakyatnya bergoyang, katanya. Artis luar negeri pun jadi iming-iming kalau kau memilih kami. Yah, nggak tau sih sewa artisnya berapaan dan pakai duit rakyat ataukah duit pribadi pejabat. Tapi yang penting #HiburanOentoekRakjat adalah koentji! Kalau sudah jadi menjabat bagaimana? Ya kudu tepati janji toh! Lhawong pemimpin itu yang penting adalah menepati janjinya. Demi Bekasi Bergoyang! *eh malah sebut merk
Demikian Wahai Rakyatku, baiknya memang pemilu ini tak bikin hati dengki untuk siapa saja. Semoga damai selalu negeri Besok
Siang yang tercinta ini.
Lantas , karena saya tidak ada pilkada dan tidak dapat libur, haruskah saya memilih bradhik, nyoblos brarum, atau ngece bramon? atau mintak tutorial mekap gojes aja ya ke kalian semua? kan dah lama tu pada ga bikin tutorial ala-ala...hehe
BalasHapus