Rakyat Jomblo Besok Siang Harap Bersabar, Ini Semua Adalah Ujian

Saya bertanya kepada Bapak Presiden dan Kapolri, apakah yomblo tidak memiliki hak untuk tinggal di negeri sendiri tanpa adanya yomblo shaming, dengan hak asasi yang saya miliki? *BraMon*

Sudah 4 tahun lamanya saya hidup mandiri, baca: yomblo. Dan selama itu pula saya mengalami yomblo shaming dari teman-teman tai kucing saya sehingga saya sudah sangat terbiasa dengan hal tersebut. Bahkan sampai ada teman saya yang komentar, "Mon, kamu ini kalau di-bully kok malah seneng!" Kalau yang nge-bully adalah teman dekat saya, ngapain harus sensi? Saya cuma sensi sama orang yang nggak kenal-kenal amat tapi sudah mbla mblo mbla mblo dan bilang kalau saya yomblo ngakik.

Sumber

Sebenarnya, yang dilakukan teman-teman tai kucing saya bukanlah yomblo shaming melainkan Momon shaming. Tapi, karena kebetulan saya sedang yomblo, maka topik itulah yang diangkat ke permukaan. Kalau saya punya pacar, topik bully-nya pasti beda lagi atau malah obyek yang di-bully akan bertambah satu lagi.
"Yang sabar ya, Mas Calon Pacar..."
Bisa dibilang bahwa masyarakat Indonesia memiliki satu kebiasaan yang cukup menyebalkan, yaitu komentar baik di dunia nyata maupun dunia maya. Kalau berkomentar sekedar memberikan kritik atau saran sih tidak masalah. Yang menjadi masalah adalah ketika komentar tersebut cenderung menghakimi, kepo, dan melewati batas privacy.

Para komentator tidak pernah pandang bulu ketika melakukan aksinya, mulai dari dedek emesh sampai janda, bahkan orang dengan status yomblo juga tak luput dari komentar dan pertanyaan yang mengganggu.


Berikut ini saya rangkum beberapa komentar dan pertanyaan yang sering saya dapatkan. Faedahnya apa? Nggak ada. Kapan Besok Siang memiliki faedah? Kalian saja yang selow baca Besok Siang.

1. "Lama banget jomblonya. Masih mikirin Mukidi ya?"


Question about Mukidi always back!!

Tidak bisa saya pungkiri bahwa banyak di luaran sana orang-orang yang sedang berjuang untuk melupakan Mukidinya masing-masing. Mungkin saja niatnya baik (walaupun banyak yang niatnya hanya kepo), ingin memberikan simpati, dan memastikan everything is fine. Tapi, bukan berarti itu bisa ditanyakan secara gamblang. Kalau teman dekat sih saya rasa tidak masalah.

Terkadang topik melupakan mantan bisa menjadi hal yang sangat sensitif karena suatu alasan tertentu yang bersifat pribadi. Kita tidak akan pernah tahu ada apa dibalik cerita cinta setiap orang. Siapa tahu Mukidinya memang kopet dan tidak layak dikenang. Siapa yang nggak sensitif kalau dianggap belum melupakan The Mukidis yang kayak kopet ntuh?

Saya pribadi tidak terlalu suka dengan pertanyaan ini karena pertanyaan ini terasa "melemahkan" posisi saya. Kalau saya baru putus beberapa bulan yang lalu, wajar apabila pertanyaan ini terlontar. Tapi, kalau sudah 4 tahun lamanya.... oh, come on.

Sumber

Sangat berlebihan apabila saya tidak bisa move on selama itu. Kisah cinta beda agama saya tidak sedrama itu kok, dan Mukidi tidak seganteng Adam Levine sehingga bisa membuat saya nggak bisa move on sampai sekarang, belaiannya pun kurang mantab. Cukup Pepo saja mantan yang susah move on.


2. "Kamu kayak nggak butuh cowok sih."


Kalimat tersebut adalah kalimat yang sudah berjuta-juta kali dilontarkan oleh orang-orang yang mengomentari status yomblo saya. Saya memang tipe orang yang jarang meminta bantuan kepada orang lain. Bagi saya, selama saya masih bisa mengerjakannya sendiri, kenapa saya harus meminta tolong? Pernah ada teman yang bilang ke saya, "Kalau kamu begitu, laki-laki merasa nggak berguna kalau lagi sama kamu."

Sebentar...
Saya perlu melakukan klarifikasi terkait dengan statement ini.

Saya punya teman dekat laki-laki, dia teman sekantor saya dan kebetulan satu proyek. Sebut saja dia Slamet. Slamet paham betul bahwa saya memang jarang sekali minta tolong walaupun sebenarnya saya kewalahan. Contoh paling simple adalah dalam hal membawa koper.

Saat saya dinas ke luar kota, biasanya saya memakai tas punggung berisi laptop, tangan  kiri saya membawa koper jinjing berisi pakaian, tangan kanan saya membawa dompet berisi tiket pesawat dan kawan-kawannya. Ketika tiba di bagian pemeriksaan tiket, mau tak mau saya harus meletakkan koper saya agar tangan kiri dapat membuka dompet yang ada di tangan kanan saya.

Sumber

Di saat itulah Slamet akan beraksi. Dia "nyolong" koper saya dan membawakan koper saya karena saya terlihat sedikit kerepotan walaupun saya tidak meminta tolong. Saat tahu koper saya "dicolong", biasanya akan ada adegan rebutan koper.

Ilustrasi:
Saya: Mana koperku?
Slamet: Aku wae le nggowo.
Saya: Halah, enteng kok. Aku kuat.
Slamet: Rapapa, aku wae.
Saya: Aku wae, kan kui koperku.
Slamet: *wajah serius* Aku wae. Wong aku le pengen nggawakke, kok koe le ribut. Sakkarepku ta.
Saya: Kok kzl ya.
Dalam ilustrasi di atas, sebenarnya saya hanya tidak ingin merepotkan orang lain. Lah wong saya masih mampu, kenapa harus meminta bantuan? Saya paham bahwa Slamet berlaku sedikit mekso juga bukan berarti karena menganggap saya lemah, hanya saja mungkin matanya gatal melihat perempuan imut-imut seperti saya kerepotan membawa semua barang bawaan sendirian.

Slamet pernah bilang ke saya bahwa ini erat kaitannya dengan ego seorang laki-laki. Laki-laki sangat senang apabila merasa dibutuhkan.  Saya kurang sreg dengan pernyataan ini karena kesannya kok jadi seksis ya. Jangankan laki-laki, perempuan juga senang apabila merasa dibutuhkan dan dianggap kuat serta mampu menyelesaikan masalahnya sendiri.

Sebenarnya, tidak perlu merasa insecure dengan perempuan-yang-kayak-nggak-butuh-cowok. Kalau memang ingin membantu, just asking, "Perlu bantuan nggak?" Itu saja sudah cukup menyiratkan "kelaki-lakian" tanpa harus pamer otot.

Eh, tapi saya nggak selalu sok kuat begitu kok. Kalau dengan teman dekat, saya malah kadang atau bahkan sering aleman. Maklum, yomblo jarang dibelai.

3. "Kamu sih terlalu pemilih."


To be honest, saya bingung dengan pernyataan yang satu ini. Sudah berjuta-juta kali saya mendengarnya. Lah wong beli pete saja perlu dipilih-pilih terlebih dahulu apakah ada yang bosok atau tidak, atau pete mana yang wanginya lebih harum. Masak iya, cari pasangan nggak pilih-pilih? Ah, jadi pengen nasi goreng pete.

Sumber

Banyak yang bilang saya terlalu pemilih karena saya sering ilfeel dengan laki-laki hanya karena hal-hal yang sangat remeh.

Ilustrasi 1:
The Mukidis: Udah pulang?
Saya: Udah, barusan.
The Mukidis: Malem banget. Habis darimana emang?
Saya: Ngopi-ngopi.
The Mukidis: Nanti nggak bisa tidur looooo..
Saya: ...........

Mungkin bagi beberapa orang, tidak ada yang aneh dan salah dengan The Mukidis yang satu ini. Tapi, bagi saya jawaban "Nanti nggak bisa tidur looooo.." adalah jawaban yang kekanak-kanakan, sangat sangat standar, dan kurang penting apalagi bagi penikmat kopi seperti saya. Kurang menggelitik sanubari.

Ilustrasi 2:
The Mukidis: Lagi apa?
Saya: Baca buku.
The Mukidis: Buku apa?
Saya: Supernova-nya Dee Lestari.
The Mukidis: Itu novel?
Saya: Bukan. Buku pelajaran.
The Mukidis: Hahahaha, aku nggak paham. Aku sih lebih suka baca komik.

Dari ilustrasi di atas, bukan berarti laki-laki yang lebih suka membaca komik lebih inferior dibandingkan dengan laki-laki yang suka membaca novel. Saya juga suka baca komik kok, terutama One Piece. Hanya saja rasa-rasanya saya tidak akan cocok dengan laki-laki yang bahkan tidak tahu Supernova itu buku apa.

Mungkin bagi orang lain, selera bacaan bukanlah hal utama yang dapat dijadikan acuan dalam mencari pasangan. Tapi, bagi saya selera bacaan dapat mencerminkan pemikiran dan pandangan seseorang. Dari situ saya akan tahu apakah kami memiliki pemikiran dan pandangan yang sejalan.

Ah, jangankan selera bacaan. Pakai sepatu atau sandal jepit saja bisa saya permasalahkan. Bahkan cara berjalan sampai gaya rambut juga saya permasalahkan kok! Kadang saya sendiri merasa diri saya kopet sekali. Tapi bagi saya sepatu, sandal jepit, dan gaya rambut erat kaitannya dengan estetika, sedangkan cara berjalan erat kaitannya dengan pembawaan diri orang tersebut. Dan bagi saya itu penting.

Terlihat judgemental banget ya? Seakan-akan saya selalu memiliki cara untuk melihat buruknya seseorang. Sebenarnya tidak juga karena walaupun ilfeel, saya selalu menerapkan asas praduga tak bersalah seperti "Oh, mungkin tadi hujan, makanya pakai sandal" atau "Oh, mungkin semalem habis lembur, makanya lemes gitu". Eh, sebentar.. lembur apa?

Masing-masing individu pasti punya standar masing-masing dalam mencari pasangan. Dan saya rasa menurunkan standar "hanya" untuk melepaskan status yomblo bukanlah hal yang bijak. Mempunyai standar yang dianggap tinggi oleh orang lain bukan berarti menginginkan pasangan yang sempurna tanpa cacat sedikitpun. Lagipula definisi "sempurna" setiap orang juga berbeda bukan?

Saya paham kok bahwa kesempurnaan hanya milik Andra and The Backbone. Tapi, akan selalu ada kekurangan yang bisa ditoleransi dan tidak bisa ditoleransi. Semua hanya masalah selera.


4. "Memang kamu belum pengen nikah?"


Ilustrasi:
Komentator: Umurmu berapa sih, Mon?
Saya: Kenapa emang?
Komentator: Memang kamu belum pengen nikah? Santai banget kayaknya.
Saya: Punya pacar aja belum.
Komentator: Mungkin karena kamu belum niat nikah, makanya belum dikasih pacar.
Saya: ...................
Sumber

Di usia saya yang sekarang, mulai banyak orang yang bertanya perihal pernikahan. Banyak yang menilai bahwa pernikahan merupakan sebuah hal yang haqiqi bagi perempuan yang berusia di atas 25 tahun. Saya gagal paham kenapa trend dedek-dedek gemesh ngebet nikah juga berimbas sampai ke kehidupan saya. Kalau membicarakan masalah pernikahan, ya, saya ingin menikah. Tapi, saya rasa pertanyaan tersebut terlalu jauh untuk dilontarkan kepada seorang yomblo seperti saya.

Oke, mungkin karena saya adalah seorang perempuan sehingga banyak yang bertanya apakah di usia saya yang sekarang, saya sudah ingin menikah atau belum. Tapi, bagi saya, menikah bukan masalah kejar-kejaran dengan usia maupun waktu yang berhubungan erat dengan tingkat kesuburan perempuan, tapi menikah adalah masalah kesiapan dan kemantaban hati. Kalau pacar saja belum punya, saya mau siap dan mantab dari mana?


5. "Kamu ketawa aja keras banget, cowok pada takut."


Ketawa saya keras ya? Hmmmm.. saya memang suka yang keras-keras.

By the way, kenapa laki-laki boleh tertawa keras sedangkan perempuan terlihat salah apabila tertawa keras?  Kalau memang lucu gimana? Kalau ditahan-tahan terus malah keselek gimana? Eh, beneran deh, saya pernah mencoba tertawa pelan-pelan ala inces, tapi pada akhirnya saya keselek :(

Banyak orang bijak memberikan saran kepada para yomblo untuk memperbaiki dan memantaskan diri karena orang baik akan mendapatkan orang baik pula. Ya, itu harapan kita semua. Tapi, saya pribadi kurang setuju dengan saran tersebut karena bagi saya memperbaiki diri adalah suatu hal yang haqiqi dan wajib dilakukan. Tanpa harus diberikan iming-iming "mendapatkan jodoh yang sama baiknya" , saya rasa memang sudah seharusnya kita sebagai manusia selalu berusaha untuk menjadi pribadi yang lebih baik dari hari ke hari.

Sebagai yomblo ngakik, sejauh ini hanya 5 komentar ini yang sering dilontarkan. Kurang kreatif ya. Ayo, dong pada komentar yang lebih kreatif. Biar saya ada bahan tulisan gitu :D

Jika saya sedang selow, saya biasa berselancar di dunia maya membuka Facebook, Youtube, Instagram, dan lain-lainnya. Bukan kontennya yang saya nikmati, tapi saya lebih tertarik dengan........... kolom komentar. Saya pernah menonton video seorang perempuan yang melahirkan secara caesar. Komentar yang paling melekat di ingatan saya adalah "Mbaknya males ngeden ya?" Serhu kan? Kalau saya yang dikomentari begitu, rasanya ingin mbalang kopet.
"Terdepan dalam berkomentar, berpikir kemudian..."
Wahai Rakyat yomblo Besok Siang, harap bersabar karena ini semua adalah ujian. Masih banyak di luaran sana yang lebih menderita. Perlu diingat, perempuan menawan macam Mbak Ira Koesno juga masih yomblo. Kalau memang sudah mangkel dan tidak tahan lagi menghadapi komentar orang-orang, langsung jawab saja:
KOPET.

Disclaimer:
Hanya bercanda. Ndak boleh ditiru ya, Nak.
Kosakata "kopet" hanya untuk penulis Besok Siang.
Demikian.

13 komentar:

  1. Mbak Moon.. saya juga warga yomblo besok siang hahahah~~ parah banget inimah jomblo seumur hidup #hiks #kusedih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Eh jangan begitu, Anakku..
      Omongan adalah doa #benerinhijab

      Hapus
  2. Khak. Kopet itu apa?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Suatu kata yang terdiri dari huruf K, O, P, E, dan T, Khak.

      Sudah, tidak usah diucapkan. Hanya untuk penulis Besok Siang :D

      Hapus
  3. kesempurnaan hanya milik Kondom and The Backbone

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kaka sukanya ngomong jorok :(
      Mana janjinya untuk membuat Besok Siang sebagai blog yang berbudaya? :(

      Hapus
    2. Iyha, Tante (tanpa Om)

      Hapus
  4. Koreksi, Yang Mulia, kesempurnaan hanya milik bunda Dorce 😄

    Eh emang mba Mon udah usia menikah kah? Kok jadi banyak ditanyain orang pertanyaan tabu bagi para jomblo dan non-jomblo yang msh pengen hura-hura 😂

    BalasHapus
    Balasan
    1. Adinda, Kakak tidak merasa sudah usia menikah. Kakak merasa masih 18 tahun. Makanya Kakak dipanggil DikMomon 😌

      Hapus
  5. "Mbaknya males ngeden ya?"
    .
    .
    .
    .
    What.the.beeeeep.

    Aku malah suka migren kalo baca2 kolom komentar detik ato yutub begitu. Rasa-rasanya sel otakku jadi berkurang banyak kalo habis mampir situ -.-

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wih, serhu tauk! Bikin migren siiiihhh.. Tapi, migren2 geli gimanaaaaa gitu.

      Hapus
  6. Mba Mon, aku mau komentar yang lebih kreatif.
    "Mba-nya sih ketebelan me'ap. Laki-laki tuh suka yang natural. makanya yomblo"
    Tanggapi ini Mba tanggapi ini!

    BalasHapus