Kulit ayam. Sebuah bagian dari daging unggas yang punya nikmat tiada tara. Wujudnya yang tipis, langka, rasanya nendang, dan lebih banyak lemak yang bikin ia menjadi gurih dan nikmat di lidah. Apalagi kalau diolah dengan tepung bumbu. Ah, jangankan tepung bumbu, cuma dicocol dengan racikan garam-bawang-tumbar lalu digoreng saja rasanya sudah lezat.
Sumber |
Konon puncak kenikmatan kulit ayam itu terletak pada bagian leher ayam dan brutu. Kalau kata orang-orang tua jaman dulu: anak-anak nggak boleh makan brutu, nanti bodo. Setelah dewasa baru saya paham, mereka -para orang-orang tua itu- ingin menghabiskan bagian brutunya sendirian alias nggak mau berbagi sama anak-anaknya. Apa pasal? Karena apa lagi kalau bukan pernyataan sahih bahwa brutu dan kulit-kulitnya berasa empuk dan terasa memakan makanan dari surga tingkat tertinggi. Memang egois ya, mereka. Alhasil saya yang dididik oleh orangtua dan simbah-simbah penggemar brutu harus cukup puas bisa mencicipi brutu di usia yang terlambat, 15an tahun.
Olahan kulit ayam bisa dijadikan apa saja. Mulai dari sate tusuk, sop kulit, soto, kulit ayam crispy, sampai rica-rica. Aromanya yang penuh lemak nyatanya tak meluruhkan penggemar fanatik kulit ayam, meskipun kata dokter itu bukan makanan yang tepat untuk mereka yang berniat diet.
Sumber |
Ada kebiasaan unik para kulit ayam lover: yakni gemar menyisihkan kulit ayam di hidangannya untuk disantap akhir-akhiran. Katanya sih karena bagian itu paling lezat, jadinya lebih suka dimakan di tahapan terakhir.
Berbeda dengan orang-orang yang suka menyisihkan tomat, timun, kemangi, dan kubis di pinggiran piring. Kebanyakan mereka tak ingin memakannya. Lain dengan kulit ayam. Para kaum militan ini rela menguliti ayam bakarnya lebih dulu, sisihkan kulit ayamnya, lalu rela memakan bagian dagingnya lebih dulu sembari menunggu nasi habis. Pada puncak kenikmatan kuliner ini mereka akan melakukan ritual pamungkasnya: menggado kulit ayam dengan penuh penghayatan. Untuk kemudian setelah itu menyeruput es teh yang menghilangkan rasa dahaga akibat gurihnya kulit ayam yang terasa.
Berbeda dengan orang-orang yang suka menyisihkan tomat, timun, kemangi, dan kubis di pinggiran piring. Kebanyakan mereka tak ingin memakannya. Lain dengan kulit ayam. Para kaum militan ini rela menguliti ayam bakarnya lebih dulu, sisihkan kulit ayamnya, lalu rela memakan bagian dagingnya lebih dulu sembari menunggu nasi habis. Pada puncak kenikmatan kuliner ini mereka akan melakukan ritual pamungkasnya: menggado kulit ayam dengan penuh penghayatan. Untuk kemudian setelah itu menyeruput es teh yang menghilangkan rasa dahaga akibat gurihnya kulit ayam yang terasa.
Ya, bahagia itu sederhana. Buat mereka, tak apa tidak makan daging ayam banyak-banyak. Asalkan kulit ayamnya bisa tandas disantap. Mau bentuknya ayam goreng kaefci dengan aksen tepungnya yang gurih, atau sekadar ayam bakar pinggir jalan yang kulitnya semi-semi gosong kena arang. Kurang sedap apa lagi coba? Bahkan mereka yang jomblo pun rasanya susah untuk tidak bahagia.
Sumber |
Seperti kamu, saya juga militan penggemar kulit ayam. Tidak ada bagian ayam yang lebih enak daripada kulit ayam yang wangi dan gurih itu. Namun saya punya kisah. Ini temannya teman saya. Dia juga suka setengah mati sama kulit ayam.
Sebut saja Milka, alias militan kulit ayam. Waktu itu Milka jalan-jalan ke warung makan krispi yang ada kulit ayamnya. Milka nggak sendirian, dia datang bersama temannya yang bernama Nurani. Milka dan Nurani memesan menu favoritnya, ayam krispi panas dengan nasi dan saus tomat yang lembut nan menggoda di lidah.
Milka, karena ia memang militan kulit ayam, sengaja menyisihkan bagian kulit ayam krispinya untuk dimakan belakangan. Sementara Nurani, yang entah dia mazhab mana soal memakan daging ayam, cuek saja dengan cara makannya sendiri dan tak tahu menahu soal menyisihkan sebagian kulit ayam untuk gong di akhir.
Ketika acara makan hampir berakhir, tahu-tahu Nurani melakukan hal yang tidak terduga. Ia memakan kulit ayamnya Milka!
Nurani: "Mil, kamu nggak suka kulit ayamnya yah? Tak makan sini," begitu dia bilang pada Milka sambil nge-hap kulit ayam yang sengaja disisakan Milka.
Milka: ......Milka yang tidak sempat menjawab, sudah keburu tergores egonya dan harapan satu-satunya dia untuk memakan kulit ayam idamannya luntur sudah. Perasaan kandas itu dibarengi dengan kebengisan yang mendalam pada Nurani. Tersinggung. Harapan musnah. Sekaligus rasa ingin melempar Nurani dengan sisa saos sambal yang masih ada.
Pendek kata, Milka dan Nurani konon kabarnya sudah tidak berteman lagi semenjak kejadian kulit ayam itu. Begitulah ceritanya, nyatanya perkara kulit ayam bisa merusak pertemanan.
Orang awam soal perkulitan ayam bisa jadi akan bilang: "Kenapa Milka harus tersinggung dan marah sampai memboikot Nurani? Piro to regone ayam? Tinggal beli lagi lak sudah"Bro, masalahnya nggak sesepele itu. Milka tentu saja bisa beli ayam lagi suka-suka. Secara dia sudah punya kerjaan yang mapan dan bergaji banyak yang cukup untuk beli kulit ayam sebrutu-brutunya untuk sebulan sampai turah-turah. Tapi ini lebih ke masalah harapan yang kandas! Iya, harapan yang kandas soal bayangkan memakan kulit ayam krispi di akhir hidangan. Momen ini jauh lebih penting dibanding makanan cuci mulut itu sendiri.
Sumber |
Harapan yang kandas bukan soal kulit ayam saja. Kembali ke pasal Besok Siang, kadang opening sebuah tulisan bukanlah porsi utama. Seperti laiknya jomblo, kulit ayam adalah pengantar dari pembahasan yang haqiqi. Soal harapan yang kandas memang bukan perkara main-main. Kadang tak disadari diri kita sendiri yang membangkitkan harapan dan membuncahkannya di hati. Tak luput juga ada orang lain yang kebetulan punya misi sama untuk memberimu harapan.
Ilustrasinya begini. Kalau kamu sudah merasa dekat dengan sesosok gebetan, sebut saja Agus Mukidi. Eh tahu-tahu dia cuma nge-PHPin dan ketika kamu sudah terkinthil-kinthil, Agus Mukidi meninggalkanmu begitu saja, atau parahnya ia ditikung cewek lain bernama Barbara? Mana bisa santai hati ini? Katanya sih kalau belum jadi pacar, dilarang untuk berharap berlebihan. Tapi nyatanya kadang perasaan gak bisa dibohongi. Yaaa, namanya orang lagi kasmaran gitu. Siapa yang akan kamu benci? Agus Mukidi? Barbara? Atau diri sendiri lantaran mengembangbiakkan perasaan cinta prematur pada yang bukan haknya?
Serba salah ya memang...
Sumber |
Harapan, nyatanya bisa menghasilkan korban. Sebut saja Mbak Jabang yang barusan curhat ditinggal kawin sama kekasihnya yang sudah dipacarin selama enam tahun. Sedih bukan mainan. Viral tanpa halangan. Lalu ternyata banyak komentar dengan kisah yang sama berdatangan. Setidaknya menghasilkan tiga kesimpulan:
1. Jangan tinggikan harapan
2. Jangan memberi harapan berlebihan
3. Jangan merebut kulit ayam orang!
Demikian,
Gatau harus sedih atau ngakak :(
BalasHapusTerserah sih Khak, boleh sedih boleh ngakak. Artikel Besok Siang bebas diinterpretasikan macam-macam sama pembacanya kok. Huehehe
HapusYaampun,persahabatan berakhir gara-gara kulit ayam 😂
BalasHapus*ketawagulingguling*