Ini dia caption-nya. Mohon maaf nama toko rotinya saya sensor karena yang bersangkutan tidak ada kerjasama dan tidak membayar fee endorse ke Besok Siang:
Caption tersebut tentunya langsung menjadi viral. Banyak warganet yang panas dalam, boss! Bahkan chef Juna Rorimpandey, chef gantheng yang galak dan kalau berdiri ngangkang sekali itu, ikut serta berkomentar: "jangan kotori industri ini dengan sikap intoleranmu!"
Tapi saat ini, foto instagram tersebut sudah di-nonaktifkan komentarnya. Sehingga chef Juna dan warganet sekalian tidak bisa nyangkem lagi di sana. Walau masih bisa nyangkem sih di Besok Siang.
Saat Christmas kemarin, saya cenderung membuat komentar yang adem mengenai hal ini, karena tidak ingin membuat situasi semakin panas dalam, boss. Tapi karena sekarang sudah tidak dalam suasana Christmas, maka baiklah saya mengungkapkan isi hati saya yang sejujurnya.
Sesungguhnya, saya tidak ada masalah dengan prinsip dan pilihan toko roti tersebut. Karena selain saya bukan konsumen, juga karena itu kan hak si toko roti untuk menjual dan tidak menjual produknya kepada siapa. Toh menjalankan prinsip tersebut tidak merugikan siapa-siapa kok. Saya punya beberapa teman yang menjalankan prinsip tidak mau mengucapkan selamat Christmas. Dan tidak masalah, karena sejauh ini sih walau tidak diucapi, mereka tetap baik-baik saja. Bahkan terkadang mereka mengganti ucapan selamat Cristmas itu dengan ucapan lain yang sama manisnya, misalnya: "selamat liburan ya. Nanti kamu ke Gereja jam berapa?"
Saya sendiri, kalau seandainya suatu saat punya toko roti yang jualannya artisan cake begitu, juga akan memutuskan untuk tidak menjual kepada mantan-mantan pacar saya, karena takut baper. Boleh kan? Ya boleh lah! Itu kan hak saya selaku mantan..eh maksud saya, selaku penjual!
Bayangkan lah di suatu siang yang terik di sudut kota Jogja ketika saya sedang ngalamun jorok di toko roti milik saya sendiri, datanglah mas Mukidi, mantan pacar saya, yang rasanya kok tambah nggantheng saja. Saat mas Mukidi melangkahkan kakinya ke dalam toko roti saya, pandangan mata kami bertemu. Lalu kami sama-sama terkejut dan tersipu, tapi lalu berusaha bertingkah biasa saja sambil menutupi sedikit getar di dada.
Kemudian saya mempersilahkan mas Mukidi untuk duduk di salah satu bangku di toko roti saya, sambil saya buatkan secangkir teh hangat. Kala itu hujan rintik-rintik. Seiring hari yang semakin menyenja, obrolan kami semakin akrab saja. Tawa kami juga bertambah lepas. Dan mas Mukidi bilang saya tambah cantik.
Lalu, "Jadi begini, Dek Arum. Kedatangan Mas kesini adalah untuk memesan sebuah cake khusus yang akan Mas gunakan untuk melamar pacar terbaru Mas yang lebih rata perutnya, lebih independent, dan lebih shopisticated dari Dek Arum."
"Pentil coro kamu, Mas!" Rintih hati saya.
Saya kan nggak mungkin menerima job tersebut. Mungkin uangnya besar, tapi apakah cake buatan saya akan tetap enak dan indah ketika saya membuatnya dengan hati yang nggerus?
Tapi ya sebagai pengusaha beretika dan manusia yang punya sopan-santun, tentu saya akan menolak dengan halus. "Maaf, Mas Mukidi. Saya tidak bisa memenuhi pesanan ini," kata saya diiringi senyummesum ramah. Begitu saja kan beres. Mas Mukidi juga pasti mengerti dan lalu berbalik pergi dari toko roti saya sembari tersenyum gamang, mencari toko roti lain. Toh toko roti di Jogja ya tentu saja bukan cuma toko saya. Toh tidak mungkin juga mas Mukidi memaksa saya membuatkan roti untuknya.
Tidak mau melayani orderan cake dari mantan pacar memang hak saya sepenuhnya. Tapi ya ada baiknya tetap menghormati orang lain. Penyampaiannya harus dengan baik dan memperhatikan perasaan orang lain, karena kita ini insan bukan seekor sapi. Prinsip-prinsip hidup yang haqiqi seperti "tidak mau menjual cake untuk mantan pacar" tetap bisa saya lakukan, namun dalam pelaksanaannya ya sebisa mungkin tidak perlu menyakiti hati orang lain yang tidak berkepentingan. Tidak perlu lah menggembor-gemborkan prinsip kita kemana-mana, karena prinsip ini adalah untuk dijalani, bukan untuk dipamerkan apalagi untuk nyelepet sana-sini.
Tau yang lebih edan lagi? Ketika saya kemudian update di media sosial jualan saya dengan caption:
"Mohon maaf tydac melayani pembelian dari mantan pacar Dek Arum. Sekali lagi mohon pengertian dan permaklumannya tenks!"
Seperti mencari musuh saja. Mantan saya bukan cuma Mukidi. Tapi yang sedang berniat membeli cake di toko roti saya saat itu hanya si Mukidi. Tapi saya kok malah nyetatus dan seakan manas-manasin mantan-mantan saya yang lain, yang bahkan mungkin tidak tahu bahwa saya sudah punya toko roti?
Mungkin sebagai strategi marketing media sosial, hal itu akan berhasil. Follower media sosial jualan saya pasti bertambah banyak sekali. Toko roti saya yang awalnya kurang terkenal menjadi terkenal karena dibahas oleh sebuah web cangkeman kelas atas sekaliber Besok Siang. Tapi apakah seluruh dunia perlu tahu kalau saya masih baper sama kamu, Mas? Apakah layak saya mengeruk kesuksesan di atas dirimu yang tersakythi? Padahal dulu kita berpisah dengan baik-baik saja, dan hubungan kita selama ini pun baik-baik saja.
Itu kan semacam membikin masalah terhadap sesuatu yang sebenarnya tidak perlu dijadikan masalah. Saya jadi menyakythi hati banyak orang dan di-bully sana-sini. Saya juga kemudian capek sendiri pura-pura tegar dan playing victim. Bukankah akan lebih baik kalau sendari awal saya hanya menjalankan prinsip saya, tanpa perlu membuat status media sosial yang menyakiti mas Mukidi?
Catatan penting: Semua kejadian di atas hanyalah ilustrasi. Seandainya saya buka toko roti, kamu akan saya endorse, Mas! Untuk mengenang getar yang dulu penuh ada. Mas-mas mantan sekalian harap antri yang tertib. Tenks!
Saya sendiri, kalau seandainya suatu saat punya toko roti yang jualannya artisan cake begitu, juga akan memutuskan untuk tidak menjual kepada mantan-mantan pacar saya, karena takut baper. Boleh kan? Ya boleh lah! Itu kan hak saya selaku mantan..eh maksud saya, selaku penjual!
Bayangkan lah di suatu siang yang terik di sudut kota Jogja ketika saya sedang ngalamun jorok di toko roti milik saya sendiri, datanglah mas Mukidi, mantan pacar saya, yang rasanya kok tambah nggantheng saja. Saat mas Mukidi melangkahkan kakinya ke dalam toko roti saya, pandangan mata kami bertemu. Lalu kami sama-sama terkejut dan tersipu, tapi lalu berusaha bertingkah biasa saja sambil menutupi sedikit getar di dada.
Kemudian saya mempersilahkan mas Mukidi untuk duduk di salah satu bangku di toko roti saya, sambil saya buatkan secangkir teh hangat. Kala itu hujan rintik-rintik. Seiring hari yang semakin menyenja, obrolan kami semakin akrab saja. Tawa kami juga bertambah lepas. Dan mas Mukidi bilang saya tambah cantik.
Lalu, "Jadi begini, Dek Arum. Kedatangan Mas kesini adalah untuk memesan sebuah cake khusus yang akan Mas gunakan untuk melamar pacar terbaru Mas yang lebih rata perutnya, lebih independent, dan lebih shopisticated dari Dek Arum."
"Pentil coro kamu, Mas!" Rintih hati saya.
Saya kan nggak mungkin menerima job tersebut. Mungkin uangnya besar, tapi apakah cake buatan saya akan tetap enak dan indah ketika saya membuatnya dengan hati yang nggerus?
Tapi ya sebagai pengusaha beretika dan manusia yang punya sopan-santun, tentu saya akan menolak dengan halus. "Maaf, Mas Mukidi. Saya tidak bisa memenuhi pesanan ini," kata saya diiringi senyum
Tidak mau melayani orderan cake dari mantan pacar memang hak saya sepenuhnya. Tapi ya ada baiknya tetap menghormati orang lain. Penyampaiannya harus dengan baik dan memperhatikan perasaan orang lain, karena kita ini insan bukan seekor sapi. Prinsip-prinsip hidup yang haqiqi seperti "tidak mau menjual cake untuk mantan pacar" tetap bisa saya lakukan, namun dalam pelaksanaannya ya sebisa mungkin tidak perlu menyakiti hati orang lain yang tidak berkepentingan. Tidak perlu lah menggembor-gemborkan prinsip kita kemana-mana, karena prinsip ini adalah untuk dijalani, bukan untuk dipamerkan apalagi untuk nyelepet sana-sini.
Tau yang lebih edan lagi? Ketika saya kemudian update di media sosial jualan saya dengan caption:
"Mohon maaf tydac melayani pembelian dari mantan pacar Dek Arum. Sekali lagi mohon pengertian dan permaklumannya tenks!"
Seperti mencari musuh saja. Mantan saya bukan cuma Mukidi. Tapi yang sedang berniat membeli cake di toko roti saya saat itu hanya si Mukidi. Tapi saya kok malah nyetatus dan seakan manas-manasin mantan-mantan saya yang lain, yang bahkan mungkin tidak tahu bahwa saya sudah punya toko roti?
Mungkin sebagai strategi marketing media sosial, hal itu akan berhasil. Follower media sosial jualan saya pasti bertambah banyak sekali. Toko roti saya yang awalnya kurang terkenal menjadi terkenal karena dibahas oleh sebuah web cangkeman kelas atas sekaliber Besok Siang. Tapi apakah seluruh dunia perlu tahu kalau saya masih baper sama kamu, Mas? Apakah layak saya mengeruk kesuksesan di atas dirimu yang tersakythi? Padahal dulu kita berpisah dengan baik-baik saja, dan hubungan kita selama ini pun baik-baik saja.
Itu kan semacam membikin masalah terhadap sesuatu yang sebenarnya tidak perlu dijadikan masalah. Saya jadi menyakythi hati banyak orang dan di-bully sana-sini. Saya juga kemudian capek sendiri pura-pura tegar dan playing victim. Bukankah akan lebih baik kalau sendari awal saya hanya menjalankan prinsip saya, tanpa perlu membuat status media sosial yang menyakiti mas Mukidi?
Catatan penting: Semua kejadian di atas hanyalah ilustrasi. Seandainya saya buka toko roti, kamu akan saya endorse, Mas! Untuk mengenang getar yang dulu penuh ada. Mas-mas mantan sekalian harap antri yang tertib. Tenks!
Sebenernya yg bikin sedih pas momen natal adalah kalau ada yg mengucapkan selamat hari natal dimedia sosial (terutama yang followersnya banyak), maka akan timbul 'perang' dikolom komennya. Satu pihak bilang gak boleh yang satu pihak bilang boleh. Koq aku merasa jadi penyebab mereka 'bertengkar' ya..
BalasHapusYa itu juga mayan bikin sedih sih.
HapusBukan perkara nggak ngucapinnya.
Tapi caranya menunjukan kalau nggak mau nunjukin ^^.
Scene yang pas ketemu mantan di toko kue itu kok mirip video klip Virzha 😂 Judule lupa, tapi ya gitu, ketemu mantan di toko kue dan ownernya itu si Virzha.
BalasHapusKu belum nontooonn. Tapi kalau benar wah ini Virzha kenapa mencontek Besok Siang?
Hapus"Pentil coro kamu, mas"....
BalasHapusPentil coro...
Pentil.coro...
Pentil...
Ngakak so hard
Mengapa kamu suka sekali pada pentil coro?
Hapus