Tolong Dicamkan, Jomblo Itu Punya Pangsa Pasarnya Sendiri

Sumber: www.memeslucu.com

Sebagai ratu jomblo di negeri Besok Siang ini, tanggapan orang yang paling sering saya dapatkan ketika mereka tahu status relationship saya adalah, "Kamu pemilih sih!" Saya ini milih kopi saja bisa sampai 30 menit loh untuk tahu kopi mana yang wanginya "mak seng" di hidung saya dan kopi mana yang perpaduan rasa asam, pahit, manis, dan gurihnya pas di lidah saya. Kalau sudah mendapatkan kopi yang diinginkan, saya masih harus memilih kopi saya itu mau dibuat menggunakan apa, mau menggunakan aeropress, V60, kalita, atau yang lain.

Bayangkan saya dalam kondisi sedang memilih pasangan. Ya, jelas membutuhkan waktu yang lebih lama! Saya harus menentukan laki-laki mana yang bentuk jarinya pas untuk saya gandeng, laki-laki mana yang lidahnya pas di lidah saya, laki-laki mana yang bentuk badannya pas ketika saya rengkuh di ranjang, dan masih banyak lagi yang lainnya yang perlu saya pertimbangkan. Metode pemilihannya pun tidak random, bahkan melibatkan Hukum Newton. Enak saja. Saya ini jomblo bermartabat.

Jomblo biasanya diidentikkan dengan "nggak laku", apalagi kalau perempuan dan ditambah dengan usia yang sudah di atas 27 tahun.

"Mbak sudah punya pacar?"

"Belum."

"Usianya berapa Mbak kalau boleh tahu?"

"Tahun ini 28 tahun."

"WAGELA SIH KALAU INI!!! NGGAK LAKU YA?!"

"HEH, UTEG BUNGKUSAN BEHA! PERANG YOK!"

Ada juga yang pernah bilang, "Maenmu kurang jauh, Mon! Makanya nggak ketemu sama jodohmu." Dek Mon ini sudah berulang kali naik pesawat dengan berbagai macam maskapai melintasi pulau dan harus menyabarkan diri untuk menghadapi halang rintang di dalam pesawat. Kurang jauh bagaimana? Kecerdasannya itu loh. Situ yang mainnya pol mentok ke Tanah Abang saja kok iyik.

Teman saya yang lain pernah bilang, "Jodohmu mungkin wis mati, Mon." Hmmmm.. lebih mashook akal sih. Tapi ya, amit-amit jabang bayik, anying! Tolong cangkemnya dikondisikan.

Menurut pemikiran saya pribadi, salah satu alasan kenapa sampai saat ini saya masih jomblo adalah saya belum menemukan pangsa pasar yang pas. Bisa jadi Dek Mon bukan tipenya orang Yogyakarta atau bahkan mungkin bukan tipenya orang Indonesia. HA!

Saya pernah dinas ke Bandung bersama dengan dua teman saya yang lain, kami bertiga perempuan semua. Kami bertiga menginap di salah satu hotel yang menurut saya cukup oke di Bandung. Budget hotel yang memiliki desain kekinian dan tembok pembatas antar kamar pun bukan tembok murahan. Tahu kan maksudnya tembok murahan? Itu loh, tembok yang misalnya penghuni kamar sebelah sedang main kutek-kutekan kita bisa mendengar suara desahan mereka ketika sedang main kutek-kutekan.

"Ah, lagi, Mas. Lagi! Kuteknya lagi. Ah."

"Adek ini semangat sekali. Mas jadi semangat ngutekin, aaaaah.."

"Aaaaaah.. Iya, begitu kutekannya."

"Aaaaaaaaaah.."

Oke, cukup.

Seru ya, sebenarnya.

Kami sampai di hotel tersebut malam hari dan harus menemui klien keesokan harinya. Paginya, kami sarapan di hotel sambil membicarakan proyek yang akan kami tangani, diselingi dengan guyonan-guyonan. Pokoknya biasa banget lah acara sarapan kami pagi itu.

Selesai sarapan, karena waktu sudah mendekati jadwal bertemu dengan klien, kami pun bergegas menuju mobil sewaan yang sudah menunggu di parkiran hotel. Di tengah-tengah saya berjalan, tiba-tiba di lobi hotel saya dipepet oleh laki-laki paruh baya.

"Ada apa ya, Pak?"

"Ini ada titipan dari bos saya," kata laki-laki tersebut sambil menyodorkan selembar tissue bertuliskan nomor telepon.

"Ha?"

"Bos saya yang ada di mobil itu, ini nomor telepon bos saya, terus ini nomor kamarnya."

WAINI BARU NAMANYA WAGELASIH!!

Sesampainya di mobil si bos itu, eh bukan. Maksud saya sesampainya saya di mobil sewaan kantor, saya cerita ke dua teman saya yang bajingan sekali sudah duluan masuk ke mobil. Bagaimana tanggapan mereka berdua? Jelas saja  mereka tertawa terbahak-bahak, "HUAHAHAHAHA.. DI BANDUNG MOMON LAKU!!! HUAHAHAHAHA.. UDAH MON KAMU TINGGAL DI SINI AJA! HUAHAHAHAHA."

Mendengar teman-teman saya tertawa, saya hanya terdiam. Melihat saya terdiam, sepertinya teman saya menjadi merasa bersalah, kemudian berusaha menenangkan saya, "Udah, Mon. Nggak usah dipikirkan si om tadi."

"Bukannya mikirin si om."

"Lalu?"

"Cuma mikir. Jangan-jangan mukaku kayak orang kebelet kenthu ya?"

8 komentar:

  1. Aku malah penasaran kelanjutannya bagaimana xD

    BalasHapus
  2. Aduh emank muka kebelet kenthu itu kebaca banget yak? 😂

    BalasHapus
    Balasan
    1. Padahal mirip2 muka ngampet be'ol loh.

      Hapus
  3. haha lucu ini. terus nggak jadi tinggal di Bandung kah Mbak? =) Anyway tapi temen saya ada lho yang emang ternyata jodohnya bule gitu, jadi harus tinggal di LN dulu sekian tahun.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nanti kalau ada Dilan yang seumuran, aku pindah Bandung deh! :D

      Namanya juga jodoh yaaaa, di mana-mana ketemu. Nanti biar bule-nya yang nyamperin Dek Mon :))

      Hapus
  4. AKU MAU DONG KUTEKAN SAMA KAMU MBUAK

    BalasHapus