[Buku Pilihan] Belajar Menjadi Mafia Dari Novel Pulang

Sebenarnya, saya sudah membuat draft cangkeman, tapi tiba-tiba malas untuk menyelesaikan draft tersebut. Atau memang cangkeman saya perlu dikurangi karena cangkeman itu tydac bae? Ah, terus mosok Besok Siang tutup lah wong 90% isinya adalah cangkeman. Tydac, saya tydac ingin rakyat Besok Siang yang berjumlah yaaaa.. sekitar 10 juta pembaca menjadi kecewa. Jadi, sembari mengumpulkan mood untuk nyangkem, saya ingin membahas buku.

Paskah tahun lalu, saya dan salah satu teman kampret saya yang bapaknya bernama Pak Bambang memutuskan untuk saling bertukar kado. Ahelah, recyeh banget ya kami, segede gerang masih sok-sokan tukaran kado. Saya memutuskan untuk memberikan buku sebagai kado dan buku yang saya pilih adalah novel Pulang karangan Tere Liye.

review-novel-pulang-tere-liye


Teman saya ini kerja di Jambi di salah satu perusahaan BUMN sebut saja Pe-eL-eN. Dia seriiiingggg banget curhat mewek-mewek ke saya karena homesick. Nggak sambil mewek-mewek juga ding sebenarnya, paling sambil kayang doang. Nah, dengan niat agar teman saya ini tambah baper dan homesick, saya beliin novel dengan judul Pulang. Saya teman yang baik bukan? Saya ingin teman saya lebih mendalami perannya sebagai anak rantau.

Setelah teman saya ini selesai membaca, dia ngompori saya untuk membaca juga novel Pulang. Pertamanya saya bilang, "Ah, emoh. Menye-menye mesti. Dari judulnya kelihatan." Tapi, teman saya ini kekeuh bilang, "Orak wis. Ora menye-menye blas! Mbok yakin. Coba o baca ndaaaa.."

Sejujurnya, saya tydac terlalu suka dengan Tere Liye secara personal, tapi saya cukup suka dengan novel-novel karyanya. Dari beberapa novel Tere Liye yang saya beli, saya belum pernah kecewa. Menurut saya, novel karyanya cukup ringan, tapi nggak ringan-ringan banget. Jadi, pas kalau dibaca di saat otak sedang tydac ingin diajak mikir berat. Walaupun memang saya tydac punya otak untuk diajak mikir.

Singkat cerita, saya membeli novel Pulang karangan Tere Liye berdasarkan rekomendasi dari teman saya. Setelah saya selesai membacanya, saya merasa T E R C Y E N G A N G karena ternyata buku tersebut malah mengajarkan teman saya menjadi seorang mafia #BadVibeByDekMon.

Ringkasan Cerita dan Penokohan


Novel Pulang bercerita tentang sepak terjang Bujang (tokoh utama) di dunia shadow economy. Bukan "Bujang Lapuk", cukup "Bujang" saja. Bujang digambarkan sebagai tokoh yang idaman-Dek-Mon-banget. Dibandingkan dengan Ale di novel Critical Eleven dan Mukidi yang ada di hidup saya, saya lebih tergoda dengan Bujang.

Bujang digambarkan sebagai sosok yang ganteng, badan okhe, cerdas, dan selalu tenang di segala situasi. Yummy banget lah pokoknya! ((((Y U M M Y))) Tapi, karakter yang paling ditonjolkan dari seorang Bujang adalah karakternya yang tydac mengenal rasa takut. Mungkin Mas Bujang harus bertemu dengan Mbak Lastri agar dia tahu apa yang dinamakan rasa takut. HA!

Awalnya, Bujang adalah seorang anak biasa yang tinggal di Pedalaman Rimba Pulau Sumatera bersama dengan bapaknya yang bernama Samad dan ibunya yang bernama Midah. Namun, semua berubah ketika Samad kedatangan Tauke Besar dan beberapa anak buahnya. Samad memanggil mereka untuk melakukan perburuan babi hutan yang sudah mulai meresahkan warga sekitar. Kebetulan memang Tauke Besar dan anak buahnya seneng banget berburu babi hutan. Daripada berburu kimcil ye kaaaan..

Di tengah perburuan babi hutan yang syeru, Bujang, Tauke Besar, dan anak buahnya (Samad nggak ikut) bertemu dengan babi terbesar di rimba Sumatera. Saat Tauke Besar dan anak buahnya terkapar karena mencoba melawan babi hutan tersebut, Bujang yang masih berusia 15 tahun mampu mengalahkan seorang diri dan hanya menggunakan tombak.

Kewl!

Bukan hanya saya yang menganggap hal tersebut kewl, tapi Tauke Besar juga menganggap hal tersebut kewl. Saking terpukaunya Tauke Besar dengan Bujang, Tauke Besar ingin agar Bujang ikut dengannya ke kota meninggalkan Pedalaman Rimba Pulau Sumatera. Ih, emang siapa Tauke Besar kok minta-minta Bujang ninggalin orang tuanya?

Tauke Besar adalah pucuk pimpinan dari Keluarga Tong yang merupakan salah satu keluarga yang memiliki bisnis shadow economy. Di novel Pulang, shadow economy nggak digambarkan sebagai bisnis macam perdagangan obat-obatan terlarang maupun perdagangan manusia. Tere Liye menceritakan shadow economy dari sisi yang menurut saya lebih "modern".

Bagi yang masih asing dengan shadow economy, tenang saja karena Tere Liye menjelaskannya dengan cukup ringkas dan jelas. Saya yang tadinya pah-poh masalah shadow economy, jadi sedikit melek. Sedikit. Faktor O mungkin. Otak.

Singkat cerita, Bujang ikut pergi ke kota bersama dengan Tauke Besar untuk menjadi tukang pukul, ya semacam anak buah yang kerjaannya mukul-mukulin orang yang cari perkara dengan Keluarga Tong. Tapi, ahelah masak udah keren-keren bisa mengalahkan babi hutan cuma jadi tukang pukul. Tentu saja tydac.

Karena Bujang memiliki kecerdasan lebih dari yang lain, Tauke Besar ingin Bujang menjadi lebih dari seorang tukang pukul. Tauke Besar ingin Bujang menjadi penerus pucuk pimpinan Keluarga Tong. Pucuk! Pucuk! Pucuk! #malahiklan

Selain Bujang dan Tauke Besar, ada satu lagi tokoh yang menjadi pusat dari novel Pulang, yaitu Basyir. Basyir adalah sahabat Bujang selama tinggal bersama dengan Keluarga Tong. Basyir merupakan keturunan Arab dan memiliki kekuatan fisik jauh lebih tangguh dibandingkan dengan Bujang.

Tere Liye menggambarkan tiga tokoh tersebut dengan cukup kuat karena masing-masing memiliki karakter yang sangat berbeda dan memiliki ciri khas masing-masing. Bujang dengan karakternya yang nggak mengenal rasa takut, Tauke Besar dengan karakternya yang ambisius, dan Basyir dengan karakternya yang humoris dan mengedepankan kekuatan otot.


Alur Cerita


Hampir semua novel Tere Liye yang saya punya memiliki alur cerita yang sama. Entah memang itu ciri khas dari Tere Liye atau bukan, tapi sebagian besar novel Tere Liye yang saya punya memiliki alur cerita maju mundur. Yah, sebut saya Negeri Para Bedebah, Bumi, Bulan, Tentang Kamu, termasuk juga novel Pulang.

Menggunakan sudut pandang orang pertama, cerita dibuka dengan seorang Bujang yang menceritakan masa kecilnya yang tinggal di Pedalaman Rimba Pulau Sumatera dilanjutkan dengan cerita perjalanannya membantu Keluarga Tong untuk menjadi salah satu penguasa bisnis shadow economy terbesar. Di tengah cerita, banyak adegan di mana Bujang teringat kembali dengan masa lalunya. Kalau kata kids zaman now KSBB, Kelingan Singa Biyen-Biyen (ingat yang dulu-dulu). Eh, itu kata kids zaman old ding! HA-HA!

Sebagai pembaca yang senang dibuat penasaran, saya lebih suka novel yang menggunakan alur maju mundur karena biasanya cerita yang disajikan sedikit memberikan kesan misterius. Dengan catatan, alur ceritanya nggak bertele-tele. Misalnya saja saya sudah penasaran kenapa si A bisa nganu, tapi karena ceritanya bertele-tele dan jawaban kenapa si A bisa nganu nggak kunjung datang, biasanya rasa penasaran saya sudah menguap duluan, "Ah, suiiiii.. Kokmlzyha."

Syukur, puji Tuhan, alhamdulillah, alleluia, alur cerita novel Pulang nggak bertele-tele, penyelesaian setiap konflik yang ada diceritakan dengan alur yang cukup cepat. Dan menurut saya perpindahan antara satu konflik dengan konflik yang lain memiliki timing yang pas. Dan yang paling saya suka adalah di setiap penyelesaian konflik selalu menyisakan misteri yang akan terungkap di konflik berikutnya. Hal ini membuat saya T E R P E L A T U C untuk membaca bab demi bab tanpa jeda yang lama.

Konflik


Karena temanya adalah shadow economy, konflik yang diangkat pun konflik seputar shadow economy, mulai dari persaingan antar keluarga sampai dengan penghianatan. Setiap konflik diceritakan dengan beberapa adegan action seperti tembak-tembakan dan perkelahian tangan kosong.

Sebenarnya konfliknya B aja sih karena kita pasti juga sudah sering menonton film Hollywood dengan cerita seputar shadow economy. Tapi, yang menarik adalah novel Pulang disajikan dengan latar Indonesia. Entah kenapa berasa keren aja gitu. Mungkin semacam The Raid, film Indonesia rasa Hollywood. Selain itu, saya selalu suka cara Bujang menyelesaikan setiap permasalahan yang dihadapinya. Selalu tenang dan mengambil langkah yang kadang nggak terduga.

Walaupun dipenuhi dengan adegan action, Tere Liye nggak melupakan ciri khas-nya, yaitu menyajikan drama keluarga. Bagi saya yang bukan penggemar novel drama, porsi drama yang disajikan masih tergolong cukup walaupun ada beberapa bagian yang menurut saya sedikit berlebihan, terutama di bagian akhir novel. Tapi, bukan hal yang membuat saya mutung untuk menyelesaikan novel ini.

Oiya, ada satu hal yang membuat buku ini berkesan bagi saya. Kan ceritanya, Ibunya Bujang nggak setuju Bujang ikut dengan Tauke Besar karena tahu bagaimana kehidupan di Keluarga Tong. Sebelum Bujang pergi ke kota, Ibunya Bujang berpesan:

"Berjanjilah kau akan menjaga perutmu (dari makanan dan minuman haram dan kotor) itu, Bujang. Agar…. Agar besok luka, jika hitam seluruh hidupmu, hitam seluruh hatimu, kau tetap punya satu titik yang putih, dan semoga itu berguna. Memanggilmu pulang."
Hebatnya, Bujang nurut loh. Lucu aja gitu ketika jamuan besar para mafia yang identik dengan alkohol, ketika Bujang ditawari minum, Bujang selalu menolak dengan alasan tydac diperbolehkan oleh mamaknya. Padahal kan itu minuman ena :(

Gaya Bahasa


Saya nggak pernah ada masalah dengan gaya bahasa Tere Liye karena walaupun tema yang disajikan sedikit anti mainstream dan terkesan "berat", Tere Liye selalu bisa menyampaikannya dengan baik dan ringkas. Untuk novel Pulang, kalian nggak akan terlalu dipusingkan dengan istilah terkait dengan shadow economy karena Tere Liye selalu menyertakan penjelasan yang mudah untuk dipahami.

Bagi yang ingin membaca novel yang nggak drama banget dengan sensasi action-action lucyu, novel Pulang layak untuk dibaca. Karena gosipnya Tere Liye nggak akan mencetak ulang semua novel-novelnya, berharap saja novel Pulang masih tersisa di toko buku di kota kalian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar