Dek Arum dan Media Sosial (Part 1)

sumber: instagram @_katherinewebb


"MEDIA SOSIAL ITU BANYAKAN MUDAROTNYA DARIPADA MANGPAATNYA!"

Kata netizen pada kolom komentar di salah satu social media platform.

Hmm...itukan kamu. Kalau buat saya, media sosial itu nggak selamanya buruk kok. Banyak hal yang bisa kita dapatkan bila kita mengolah akun sosial media kita dengan benar. Di antaranya: news,  fame, money, dan paling apesnya dapet temen vangsat kayak Momon.

Tapi media sosial bisa berbalik jadi toxic bila kamu adalah tipe orang yang:
  • suka komentar nge-hate dan ngata-ngatain artis atau selebgram yang nggak kamu kenal.
  • suka ngomentarin cara berpakaian orang lain. Bukan fashion police ya, lebih ke "astafigrullah aurat!", "mini amat roknya minta diperkosa yhaaa?", "pakai kerudung panjang-panjang dikira keren? Sumuk tau liatnya!", dan "dih lepas pasang jilbab agama kok dibuat maenan!"
  • suka bikin akun palsu untuk jelek-jelekin netizen lain.
  • suka berkata-kata kasar dan menggoblok-goblokkan netizen yang berbeda pendapat/ pandangan dengannya.
  • suka umbar-umbar jeleknya suami, sedikitnya nafkah dari suami, dan hapus-hapus foto suami pas lagi marahan.
  • suka jelek-jelekin mantan yang habis ditinggalkan karena sendirinya mau nikah sama anak pejabat.
  • suka meneror berondong yang sekarang sudah menikah yang beberapa tahun lalu liburan berdua lalu dua belas hari sekamar berdua tanpa pengaman #WanitaKekotaan #BukanInem #LovelyMoment #MenuntutTanggungJawabMoral #SudahTerbuktiDiHukumMiliter.
  • suka nanya "kok nggak minat nikah sih?" ke yang jomblo seperti Momon, dan "kenapa nggak punya anak?" ke dedek-dedek cem saya.
  • suka plagiat dan nyolong foto. Ini termasuk dedek-dedek kece yang hobi OOTD tapi caption-nya copas dan tanpa mencantumkan sumber.
  • suka ngomentarin akhlak dan alis orang lain. Oke, ngomentarin alis memang susah dihindari sih. Apalagi mbak-mbak jaman now alisnya suka gitu amat. Nggak mungkin saya tydac ghibah. Tapi ya usahakan ghibah-nya via jaringan pribadi saja dan hanya dilakukan kepada orang-orang yang benar-benar sudah dipercaya kalau perlu disumpah darah kalau ngember boleh dibeleh.
Kalau kamu pikir naik kuda pakai beha dan topeng di kebun pisang adalah titik ternista penggunaan media sosial, kamu salah besar! Hal-hal yang saya sebutkan di atas bahkan lebih nista. Naik kuda di kebun pisang pakai beha doang hanyalah sebuah perbuatan naik kuda di kebun pisang pakai beha doang. Naik kuda pakai beha di kebun pisang nggak merugikan siapa-siapa, jadi seharusnya nggak perlu dianggap nista. Tapi memaki-maki artis atau selebgram di media sosial adalah sebuah perbuatan yang bisa menyakiti hati Mulan Jameela, Awkarin, atau siapapun yang kamu maki-maki tersebut.

sumber: instagram @awkarin

Tapi kalau kamu menggunakan media sosial dengan bijak, ya sebenarnya media sosial nggak se-luck nut itu. Kayak misalnya di zaman serba digital ini, saya udah nggak langganan koran. Untuk mengetahui berita-berita kekinian, saya memilih mengamati portal berita semacam Lambe Turah, eh...bukan, maksud saya twider @kompascom, @detikcom, dan sejenisnya. Lalu saya juga membaca blog informatif edukatif semacam www.racunwarnawarni.com untuk mengetahui review produk makeup dan tren kecantikan terkini.

Kalau kita bisa lebih cerdas, kita bahkan bisa meraup keuntungan via media sosial. Misalnya dengan membuka toko online, mempromosikan usaha offline kita di media sosial, atau bahkan menjadi buzzer. Menjadi buzzer? Yha! Makanya stop netral. Jadi buzzer Setnov dan Jonru aja, mereka sedang mempraktikkan cabang olahraga baru: sakit beregu.

Tapi kalau kamu tipikal orang seperti yang sudah saya sebutkan di atas, ya jangan heran kalau media sosial malah akan menjadi racun buat kamu. Saya sering mengamati, orang yang hobi nge-hate di media sosial biasanya in real life nggak akan berkembang. Karena pikirannya sudah terlanjur teracuni dan hidupnya kebawa pait. 

Jadi ya semua tergantung kamu, bukan media sosialnya. Contoh kasus nih: kamu ingin berubah menjadi orang yang lebih baik, dan merasa bahwa konten-konten di Instagram membuatmu marah-marah dan ghibah setiap waktu, lalu kamu meninggalkan Instagram. Tapi di Twitter, kamu tetep aja cari-cari berita soal Ayu TingTing, untuk di-capture dan dijadikan ajakan nyinyir bersama teman-teman Twitter-mu. Ya sama aja. Itu mah kamunya yang memang suka ghibah, bukan Instagram yang membuatmu ghibah, coeq!

Mau berhenti main semua media sosial dan tinggal di goa sekalipun, kalau emang dasar kamu hobi menyinyir dan tidak mau merubah diri, ya kamu nggak akan berubah jadi lebih baik. Mau pindah planet sekalipun juga nggak ngaruh. Bayangin kamu nanti ketemu alien terus alisnya mbok nyinyirin. Kamu bisa memicu perang antar galaksi. Betapa mengerikan! Dan dalam kasus ini, Instagram cuma kamu jadikan kambing hitam, secara Mark Zuckenberg tidak pernah memintamu untuk nyinyirin alis alien. Kasian woy, sakit hati mas Mark dituduh-tuduh sebagai penyebab perang antar galaksi :(.

Sebagai ababil media sosial yang sudah malang melintang di media sosial bertahun-tahun, saya punya banyak pengalaman bersama media sosial. Nah, saya mau menceritakan pengalaman-pengalaman saya bersama dengan beberapa media sosial. Tapi nggak semua media sosial, karena saya kan nggak bikin akun di semua media sosial yang ada. Sebab saya nggak punya kepentingan untuk mengejar-ngejar anak artis yang telah dua belas hari sekamar berdua tanpa pengaman dengan saya di Brussels, Vienna, dan Salzburg.

Yah, seandainya pengalaman saya ini nggak bisa diambil hikmahnya, seenggaknya, rakyat Besok Siang punya bahan bacaan sore ini. Media sosial yang saya bahas akan saya mulai dari Friendster.


FRIENDSTER




Friendster jaman now hanyalah menjadi kenangan. Tapi zaman saya kuliah, Friendster begitu nge-hits! Pada dasarnya Friendster ini adalah tempat untuk memajang profil kita. Jadi kalau ada orang masuk ke halaman kita, orang tersebut akan langsung disuguhi profil seperti nama, umur, pekerjaan, hoby, film/ buku/ TV show favorit, sampai kata mutiara.

Jadi seperti layaknya CV di dunia kerja, kita berusaha menampilkan pencitraan profil sebaik-baiknya. Misalnya bila kamu ingin dikenal sebagai anak muda gaul dan mendapat perhatian banyak orang, pada kolom hobi kamu bisa tulis "berburu dhemit", dan pada kolom Film favorit kamu bisa tuliskan "Anabelle" atau "Pocong Mandi Goyang Pinggul".

Pada bagian bawah, setelah profil, akan terpampang testimoni-testimoni mengenai diri kita, yang bisa diisi oleh teman-teman kita, baik secara sukarela maupun di bawah ancaman. Kalau yang saya lihat di profil-profil orang lain sih testimoninya semacam: "Nurani ini orangnya baik, cute dan teman paling setia yang pernah kumiliki uwuwuwuw...". Saya agak yakin sih testimoni-testimoni orang-orang lain tersebut ditulis di bawah paksaan. Tapi sayangnya karena saya salah pergaulan, kolom testimoni Friensdter saya isinya nggapleki.

Karena Friendster adalah media sosial pertama yang saya punya, jadi saya sendiri belum mengerti faedahnya. Saya dan teman-teman hasil salah gaul saya kala itu menggunakan Friendster sebagai ajang merusak nama baik.

Kolom testimoni saya isinya:
  • Dari Mukidi: "Dek Arum, cawetmu semalem ketinggalan di kos-kosan Mas."
  • Dari Marlena: "Kamu kemarin kenapa kecepirit di kelas? Bau tau..."
Seperti itu...

Sungguh beruntung sekali di zaman sekarang, ketika muncul teman se-vangsat Momon, Friendster sudah tidak ada. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana nasib nama baik saya bila Friendster masih eksis di jaman now. Kolom testimoni Friendster dan Momon sungguh merupakan kombinasi yang tidak berkepribadian Pancasila dan tidak memiliki nilai aesthetic.

Di Friendster ini, kita juga bisa pamer status in relationship, tapi nggak perlu ada pasangannya. Jadi cuma status "berpacaran" atau "menikah" atau "jomblo ngakik", nggak perlu mengisi "in relathionship with wit gedhang" gitu misalnya. Jadi buat yang sedang jojoba tidak gegana dan sudah malas ditanya-tanya kapan nikah sama orang-orang yang kenthu oriented, kamu bisa pasang aja status palsu "berpacaran". Kalau ditanya pacaran sama siapa mah urusan nanti. Yang penting statusnya berpacaran aja dulu, bukan jomblo ngakik.

Lalu yang menarik banget nih, di Friendster, kita bisa tahu siapa-siapa saja yang udah ngintip profil kita. Pun sebaliknya, kalau kita ngintipin profil orang lain, orang tersebut juga akan tahu kalau kita habis mampir. Tapi ketika itu nggak ada drama-drama yang berarti terkait hal ini sih.

sumber: memes.com

Entah kenapa, ababil jaman past rasanya memang lebih chill dan selaw terkait urusan kepo-mengkepo ini. Nggak kayak dedek-dedek jaman now yang suka marah-marah dan bitter abis kalau akun media sosialnya ketahuan di stalking sama pacarnya mantan atau mantannya pacar. Dan jangan tanya saya gimana caranya ketahuan, secara akun media sosial kekinian nggak ada fitur untuk tahu siapa-siapa yang sudah mampir ke akun kita (kecuali Path). Whyyy, dek? Media sosial memang buat di-stalking lho! Kalau nggak mau di-stalking baiklah kamu menulis di sabak dan gerip saja, siapa tahu kelak menjadi prasasti bersejarah.

Saya ingat ketika itu saya melihat mantannya pacar saya mampir ke akun saya, lalu saya balik mengkepo, dan kemudian kami saling sapa dan berkawan. Dan ketika akhirnya saya putus dengan pacar saya itu, kami bersatu untuk mengghibah dan saling membela. Sungguh indah ketika para wanita bersatu untuk berghibah, bukan bercerai berai dan saling mengghibah.

Dan sungguh semudah itu kehidupan remaja jaman past. Saya sungguh bersyukur tidak menjadi remaja di jaman now, karena saya yakin tidak akan tahan dengan segala kerumitannya. Sebab saya hanyalah dedek gemes yang baca resep Babi Woku-Woku yang super ribet aja udah pingsan duluan sebelum nyalain kompor.

***

Okay, selesai sudah pembahasan saya tentang Friendster. Lain kali saya akan lanjutkan dengan pembahasan mengenai media sosial lain yang lebih kekinian. Saya seneng deh nulisnya, karena sekalian nostalgia. Semoga rakyat yang membaca juga senang walaupun saya yakin tydac ada manfaat yang bisa dipetik dari postingan ini, karena Besok Siang tetap konsisten sebagai blog yang unfaedah.

14 komentar:

  1. Ya ampun friendsterku namanya "Tingkerbellz" itu apa maksudnya wakaka. Gara-gara ini kuterjebak nostalgia

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dulu temenku punya second akun namanya Lestari. Trus aku punya namanya Sundari. Dan kita nge-add-in cowok2 gantheng seJogja wat di kepoin #TERNISTA

      Hapus
    2. Nama Friendster-ku "FUCKINGLOVE"
      .
      .
      .
      Kecerdasan seorang Monica Agustami

      Hapus
    3. SO FUCKING SMART, DEK MOMON!

      Hapus
  2. Saya paling gasuka akting ala fashoin police tapi sakjane malah tingkahe ngungkuli polisi akerat di poin : suka ngomentarin cara berpakaian orang lain dan++ MENYAKITI MATA dan HATI pengguna yang lain. Udah tau gaboleh dan gasuka kok malah difollow dan dikomen segala, keliatan kan mental nyinyirer ini seperti apa?? Sebenarnya makhluk2 inilah yang membuat mudarot, udah jelek, njelekin lainnya, ga sempat liat kejelekan diri sendiri, dan bikin pikiranku jelek juga karena pingin nguleg-uleg mereka :-) Terus di poin suka ngomong kasar, jujur saya dulu awal-awal menggunakan medsos juga mungkin sering bicara kasar banget tanpa sadar,maklum masih awam,ndeso,ababil,belum mudeng etika sosial dan seribu alasan lainnya, ah membuat diriku malu ini mah kalau ingat. Tapi saya bersyukur bukan tipe pencaci dan pengomel pihak yang tidak saya kenal dan tidak nyenggol saya langsung. Kemudian seiring bertambahnya usia dan media, saya juga makin dewasa dan berhati-hati dalam bersosmed. Masak hidup tiap hari ga tambah baik, wagu to? Dan saya sangat tidak setuju dengan pendapat : "MEDIA SOSIAL ITU BANYAKAN MUDAROTNYA DARIPADA MANGPAATNYA!" karena menurut saya (yang pasti benar), menurut penelitian ilmiah dan agamiah, pihak yang berpendapat demikian adalah pihak pesimis, desperate mungkin, antiwawasanluas, antisosial dan kuper berat. Halal haram sudah jelas hukum dan batasnya dalam agama ataupun kepercayaan masing-masing. Sedangkan sifat medsos ini jelas banget untuk bersosial, di mana hubungan sosial kan sangat wajar dan pasti terjadi di kalangan manusia normal dan hidup. Ok ditunggu lanjutannya..

    BalasHapus
  3. Ntaph Gan! Friendster-ku dulu adalah alter ego-ku, sama kayak MySpace juga. Yang asli bisa dicek di Facebook yg waktu itu masih baru banget, lalu ku deactivated dan aktif lagi sebagai olshop hahaha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ku tak punya maispes. Tapi punya dua akun friendster. Hmmm

      Hapus
  4. Friendster-ku dulu emo abis! Buat pelampiasan alter ego yang nggak bisa direalisasikan karena norma di Indonesia dan sebagainya hahahaha

    Ah. Jadi kangen. Kangen Band. Eh bukan ding.

    Sayang banget sekarang nggak bisa revisit Friendster :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. Friendster masih ada tah sekarang?

      Hapus
    2. Karena udah nggak ada jadi nggak bisa revisit Mbak hehe. Terakhir kalai aku coba buka itu mungkin tahun 2012 kali ya, itu jadi kayak web kumpulan game online gitu

      Hapus
  5. Aku juga main frirndster dulu. Isinya pencitraan semua. Mana alay gitu ada gif blink-blink yang bikin sakit mata. Namanya juga alay deh keliatannya. Tapi entah mengapa rasanya asik gitu yah. Jaman dahulu belum banyak hate comment di medsos. Justru jejaring sosial dibikin wadah cari temen atau cari jodoh 😂😂😂

    BalasHapus
    Balasan
    1. *Friendster

      typo dikarenakan katro dan jompol yang ukurannya kaya kebo...

      Hapus
    2. Iya dulu asique. Tydac ada yang berantem juga di medsos. Berantem masih di lapangan.

      Hapus