Memahami Westlife, Hua Ce Lei, dan Awkarin

sumber: https://www.youtube.com/watch?v=IPTfkcXOQF0

"Zaman kita kecil dulu ya, mainannya asik-asik. Lompat karet, engklek, bethengan, pokoknya sangat menyehatkan dan melatih anak bersosialisasi."
"Nggak kayak anak zaman sekarang ya, Jeng? Ngumpet mulu di Kamar mainan PS."
"Udah gitu idolanya itu lho. Semacam Awkarin yang nggak punya karya dan bajunya kurang bahan. Duuhhh..."
"Nggak kayak kita dulu ya, Jeng? Idolanya ME dong. Musik berkualitas"

Obrolan ditutup dengan nyanyi bareng lagu hits jadoel.

"INIKAH NAMANYA CINTAAA~ oh oh ~ INIKAH CINTAAA~~ CINTA PARADAJUAP RATATAT~~~"

***

Sering terjebak dalam obrolan sejenis? Kalau iya, berarti kamu sudah tua. Dan saya mau mengajak kalian para orang tua untuk bernostalgia sekaligus memahami anak muda.



Tahun 90-an menjelang ke tahun 2000

sumber: steemit.com

Anak 90-an mana suaranyaaaa??? 

Saya akan memulai mengenang idola dari jaman saya SMP aja ya. Karena kalau mengorek jauh ke belakang, saya kurang paham. Ada rasa enggan dan rikuh gitu, kalau saya harus nyangkemi Guns N Roses atau Titiek Puspa.

Sebenarnya, era boyband itu sudah lama marak. Cuma kiblatnya aja yang beralih. Kalau dulu kiblatnya adalah mas-mas bule, jaman sekarang beralih ke oppa-oppa Korea. Sama aja sih intinya. Pokoknya yang gantheng-gantheng dan style-nya sejenis itu berkelompok, lalu nyanyi-nyanyi dan joged-joged, dan bikin cewek-cewek pada zamannya jejeritan: "Aaaakkkk, Mas Bryan, marry meeee!!!!"

Selain Westlife, ada juga boyband-boyband lain yang beken dikala itu. Misalnya Boyzone, 911, Backstreet Boyz, Hanson, MLTR ah...para ayah dan bunda mantan remaja 90-an tentunya masih ingat mereka kan? Kamar saya dulu juga dindingnya penuh dengan poster dan pin-up mereka, yang saya kumpulkan dari berbagai majalah remaja. Di Indonesia, boyband juga marak lho! Sebutlah ME, Cool Colours, Cowboy, dan nggak ketinggalan girlband Bening. Duh...kangen!

Tapi yang paling nyantol di ingatan saya adalah Westlife. Cewek-cewek satu sekolahan pada ngomongin Westlife. Dan saya tentu tidak mau mempertaruhkan reputasi saya dong, saya harus hafal lagu-lagu Westlife biar nggak dibilang cupu. Saya ingat perjuangan saya setiap pulang sekolah: Nyetel kaset Westlife kenceng-kenceng, sambil duduk ngadep teks lirik lagunya, dan ngikutin nyanyi dengan kualitas suara seadanya namun volume semaksimal mungkin.

"CAN'T BELIVE THAT I'M THE FOOL AGAAAAIIIIN~ I THOUGH THIS LOVE WOULD NEVE REND~ HOW WAS I TO KNOOOWWWW~ YOUUUUUU NEVA TOLD MEEEEHHHHHH~~~"

Kala itu bapak saya sering ngomong: "lagu koyo ngono disetel terus! Jaman papi enom sih lagu-lagune apik. Penyanyinya juga bagus suaranya nggak modal gantheng sama joged-joged tok kaya ngana!"

CIIIHHH!!! Dasar bapak-bapak kuno tydac mengerti selera remaja!!!

Tapi Bapak saya cukup bijak. Saya tetap diperbolehkan beli kaset album boyband kesayangan saya, asalkan pakai uang saku saya sendiri, dan asalkan tahu waktu belajar sehingga nilai di sekolah tidak turun.


Tahun 2000-an awal

sumber: 987genfm.com

Pictures by Cinema Online
Masuk saya SMA, saya nggak bisa inget mana yang lebih iconic di zaman itu, Meteor Garden atau AADC? Dua-duanya booming di tahun yang sama dan jadi kiblat mode remaja pada masanya. Saya inget banget, anak-anak cewek sekelas pada heboh rebonding rambut dan pakai tas selempang biar kayak Sanchai. Yang cowok juga nggak mau kalah dong! Rambut di-rebonding dan kancing seragam bagian atas dibuka buat nunjukin dada yang masih mulus belum ketukulan bulu.

Lalu masuk era AADC, yang mepet banget sama Meteor Garden, cewek-cewek berlomba-lomba meng-copy style Dian Sastro sebagai Cinta. Rambut lurus panjang, baju seragam atau kaos kekecilan dan bawahnya dikeluarin, kaos kaki sedengkul. Jangan lupa untuk punya geng yang isinya cewek-cewek serupa berjumlah 5 orang, mantab sudah! 

Sayangnya tren ini bukan tanpa masalah. Kebetulan saya sekolah di sekolah Katolik yang lumayan sangar. Rok harus 5 cm di bawah lutut, pakai sabuk dengan gesper lambang sekolah, atasan gombor-gombor yang bawahnya harus dimasukin ke rok dan sabuknya harus kelihatan, dan jangan lupa, sepatu merek Kasogi warna putih, lengkap dengan kaos kaki semata kaki warna putih. Jangankan rebonding rambut, pakai aksesori aja nggak boleh lho!

Tapi saya dan teman-teman sebaya kala itu, selalu punya cara untuk mengikuti tren, memperketat dan memperpendek seragam sedikit demi sedikit, memperpanjang kaos kaki sedikit demi sedikit. Rambut tetap di-rebonding dong, terus kalau tercyduck bilang aja, "ini lurus alami, Suster!" #KibasRambut.

Saya sendiri nggak ter-influence oleh Meteor Garden, karena entah kenapa, nggak tertarik ngikutin aja. Sejak dulu (sampai sekarang) saya memang nggak suka nonton TV. Tapi saya cukup ter-influence dengan Cinta and the gank. Saya merasa rambut lurus panjang, seragam ketat, dan pacaran sama cowok keriting adalah kunci panjat sosial yang haqiqi. Sayangnya cita-cita saya untuk lari-lari lalu cipokan di bandara tidak pernah terwujud.

Kelakuan saya dan kawan-kawan itu cukup membuat guru dan bapak saya marah-marah, dan menganggap Dian Sastro membawa pengaruh buruk bagi remaja pada zamannya.

Hmmm...


Tahun 2011


Mongomong nih, saya nggak inget masa setelah AADC itu yang booming apa. Sheila on 7, yha? Bener-bener blank. Jadi kita langsung lompat ke tahun 2011, awal mula demam Kpop di Indonesia. Tahun ini, saya jelas sudah terlalu tua untuk ngidol, wong saya udah kerja. Jadi saya nggak begitu mengikuti. Demam Kpop ini bener-bener merasuk ke semua aspek kehidupan remaja: musik, film, fashion, sampai makeup.

Sejujurnya, saya termasuk yang nggak bisa masuk dengan tren ini. Masalah selera aja sih. Saya nggak bisa paham dimana ganthengnya oppa-oppa Korea itu. Soal makeup dan fashion, kebetulan body dan rupo medok saya juga kurang cocok kalau harus ngikutin tren Korea. Tapi nggak suka bukan berarti benci. Lebih ke...B aja gitu.

Seperti layaknya Meteor Garden dan AADC, tren ini pun bukan tanpa pengaruh buruk. Yang paling saya cermati sih mulai muncul drama-drama social media war, yang mungkin lebih ke karena pada tahun itu juga mulai marak social media. Kalau tahun 2000-an awal sudah ada Instagram atau Facebook, mungkin juga kita akan menemui commet war antara tim Dao Ming Se dengan tim Hua Ce Lei.

Karena demam Kpop ini memang merasuk ke segala aspek, standar kecantikan juga mulai bergeser. remaja-remaja Kpopers mulai mengidolakan kulit putih mulus, badan ramping dengan tetek dan pantat kecil, dan wajah super tirus berbentuk hati. Nggak banyak yang punya dana untuk melakukan inject whitening yang aman, nggak banyak pula yang punya kesabaran untuk melakukan perawatan kulit dalam jangka waktu lama, jadi mulai banyak bermunculan krim-krim pemutih dengan kandungan berbahaya yang mampu memutihkan kulit secara instan.

foto dari majalah Aneka Yess

Masih di tahun yang sama, tapi saya bedakan dari kelompok Kpop, karena memang kedua kelompok ini....nggak pernah akur! Nggak kayak pemuja Meteor Garden dan pemuja AADC yang biasa-biasa aja, bahkan banyak juga penggemar Meteor Garden yang sekaligus pecinta AADC. Kalau penggemar Kpop dan penggemar boyband Indonesia itu bagaikan air dan minyak. Yang saya lihat sih mereka selalu melakukan social media war, entah twidwar atau instagram-war. Masing-masing merasa idolanya lebih bertalenta dan saling menuding kelompok yang lainnya alay.

Kalau dari kacamata saya yang bukan penggemar salah satunya sih, ya sama aja. Sama-sama grup vocal dan dance. Sama-sama punya ciri khas. Kalau mau adil, ya sama juga kayak Westlife. Kalau boyband Indonesia jaman dulu kiblatnya adalah boyband barat, boyband 2011-an ini kiblatnya adalah Korea. Kiblat ini bukan cuma musik ya, tapi juga penampilan.

Pada titik ini, kelompok ayah bunda mantan remaja 90-an banyak yang mencibir. "Ya elaaahhh, kumpulan cowok pakai lipgloss dan joged-joged kok diidolain."

Bunda lupa ya, Westlife juga kumpulan cowok-cowok yang joged-joged. Dan sebagai beauty enthusiast, saya cukup yakin Shane Filan pakai lipgloss di poster-poster koleksi saya dulu.

"TAPI KAN WESTLIFE ITU BAGUS DAN PUNYA TALENT NGGAK KAYAK APAAN TUH SMES MA KEKOREAAN!!!"

Hmm..coba tanyakan ke generasi orang tua Ayah dan Bunda, Jerry Yan itu gagah atau alay?


Tahun 2015

sumber: lifeandstylemag.com & telltalesonline.com

Standar kecantikan di Indonesia mulai bergeser lagi. Ada sih kelompok yang tetap mengidolakan badan putih langsing rata dan makeup cute ala korean. Tapi mulai muncul icon baru, Kylie dan Kim. Kulit putih dan badan rata nggak lagi ngetren di kalangan ini. Kalangan ini memuja badan berlekuk, tetek dan bokong membulat, bibir besar, dan kulit kecoklatan.

Mungkin karena pada era ini, instagram sedang gencar-gencarnya. Jadi remaja mulai lebih visual oriented dan memperhatikan hal-hal visual secara detil. "Kita tydac hanya butuh kurus! Kita juga harus semlohe dan cemakot!"

Kalau boleh berterus terang, saya pun lebih demen ngelihatin tren yang ini. Lebih ugh gitu lho. Seksi! Tapi ya saya harus fair, tren ini sama-sama bikin standar kecantikan tubuh perempuan yang nggak realistis. 

Dari sisi gaya hidup, tren ini juga agak bawa pengaruh buruk. Generasi yang lebih tua banyak mencibir: "Bibir digede-gedein, baju dikecil-kecilin, bokong dimundur-mundurin, sungguh tydac mencerminkan adat Indonesia."

Lupa juga ya, Bund, Yah? Kpop juga bukan budaya Indonesia.


Kalau Awkarin, tentu nggak usah diomongin banyak lah ya. Udah sampek gumoh kalau Besok Siang ngomongin persona instagram yang satu ini. Menurut saya, seperti halnya Kylie Jenner, Awkarin juga idola yang terlahir karena sosial media. Baik Awkarin maupun Kylie sama-sama bisa membangun persona di sosial media.

Awkarin punya jutaan penggemar, tapi disisi lain juga menuai banyak cacian. Kayak Dian Sastro pada jaman saya dulu yang dibilang membawa pengaruh buruk ke anak-anak sekolahan di era saya, Awkarin juga dikenal sebagai bad influence, karena seringkali mempertontonkan kehidupannya yang super bebas dan gaul.

Ketika Awkarin ngadain meet and greet dengan tiket seharga Rp.450.000, banyak juga ayah bunda yang nyinyir: "meet and greet sama Awkarin mau liat dia ngapain? Liat dia ngomong anjing, kontol, dan jembut pak lurah?" atau "Mending uangnya buat nonton oppa!"

Hmm...ya nggak mending sih. Ya masing-masing kelompok punya selera lah. Mungkin bagi kaum yang mengidolakan Awkarin, daripada duitnya buat beli album artis Korea, mending buat meet and greet sama Awkarin. Dan sebaliknya. Tapi kalau pendapat pribadi saya sih, ya nggak mending semua. Mending uangnya buat beli makeup atau buat piknik. Karena hobi saya memang makeup dan piknik, bukan ngidol.

"Jahahajahahaja....mendingan meet and greet sama Kylie Jenner!"

***

Tahukah kamu, Kylie dan Awkarin itu sama lho, walau Kylie teteknya lebih gede! Sama-sama persona social media, cuma lingkup areanya aja yang beda. Kalau membuat persona di internet nggak bisa dibilang bakat, berarti keduanya sama-sama nggak punya bakat. Jadi agak bingung kalau dibilang salah satu mending dari yang satunya.

Sebenernya, saya mau mengajak para bunda atau generasi yang lebih tua untuk mengulang memori zaman kita ngidol sama seseorang atau artis di masa kita. Coba diingat lagi, bagi kita idola kita kan bagus, bertalenta, menghibur, dan bikin semangat. Kita rela ngumpulin posternya atau nabung buat beli album mereka.

Dan inget nggak sakit hatinya kita kalau orang tua kita nyinyirin idola kita? Idola kita dibilang jelek, kita dibilang buang-buang duit cuma buat poster dan album sampah, terus paling sakit sih kalau idola kita dianggap membawa pengaruh buruk.

Saya inget dulu kakak sepupu saya yang profesinya guru, pernah ngomong begini: "Gara-gara film AADC nggak mutu nih, anak-anak sekarang jadi susah banget diatur. Seragam diketat-ketatin, baju dikeluarin, belum lagi itu pada pacaran cium-ciuman haduuhhhh!!" Hati saya rasanya panas lho saat itu! Kayak pengen tereak "JANGAN BERANI-BERANI KAW HINA FELEM KESAYANGANKU, DASAR GENERASI KETUAAN!!"


Karena idola saya dihina-hina terus setiap saya ketemu kakak saya yang satu itu, saya jadi nggak deket sama dia. Kalau kumpul keluarga bawaannya menghindar. Kalaupun terpaksa ngobrol ya sekedarnya aja.

Berdasarkan pengalaman tersebut, saya berusaha diam dan gigit lidah aja setiap kali ngelihatin adeknya suami saya yang sibuk menghafal lagu-lagu dan gerakan dance Cowboy Junior. Bahkan berusaha ikut excited ketika dia mau meet and greet sama Bastian Steel di sebuah mall di Jogja. Mendingan kita menghargai idola adik-adik atau anak-anak kita. Kalau nggak bisa ikutan bersemangat, ya lebih baik diam. Karena kalau kita nyinyir dan terus-menerus ngeluarin kata-kata menyakitkan, bukannya si anak ilfeel sama idolanya, tapi malah ilfeel sama kita.

Kalau diperhatikan, masing-masing generasi memang punya "kesombongan" tersendiri terhadap zaman keemasannya. Jadi memang wajar ada perasaan kalau yang diidolakan generasi di bawah kita itu ecek-ecek kalau dibandingkan dengan idola kita dulu. Tapi ya perlu diingat, kita pun pernah mengalami fase seperti itu. Jadi sombongnya diempet aja. Nggak perlu diumbar-umbar dan dijadikan nyinyiran.

Awkarin, Younglex, Prilly, Aliando, Anya Geraldine, atau siapapun, menurut saya akan berlalu. Mereka cuma muncul di satu zaman. Icon idola yang muncul setelah mereka, ya bisa lebih baik, atau malah lebih "parah". Saya rasa setiap idola yang muncul dari berbagai zaman, pasti punya sisi negatifnya juga kok. Yang bisa kita lakukan ya cuma mengawasi, sambil memberikan pengertian ke adek-adek atau anak-anak kita, mana yang baik dan mana yang tidak pantas untuk ditiru. Bukan malah nyinyir, bruh! Nyinyir cuma membuatmu dijauhi, bruh! Mau dijauhi sama anak atau adek sendiri, bruh?!

Oh iya, sekedar ngasih tahu nih. Kalau menurut ayah-ayah dan bunda-bunda Awkarin itu udah pol mentok dan nggak bisa ada idola yang lebih aneh lagi, saya mau memperkenalkan kalian kepada seleb musical.ly, atau Muser. Yhaaa, awalnya saya kira Muser itu adalah kumpulan fans band Muse. Ternyata maksudnya Musical.ly User.

Musical.ly adalah sebuah aplikasi yang digunakan untuk lipsync. Jadi, tuh aplikasi bisa muter lagu sambil ngerekam kita yang lagi mangap-mangap dan bergaya seolah-olah kita penyanyinya. Nah, ada beberapa Muser yang memang jadi famous, karena meng-upload "karya" musical.ly-nya ke akun instagram. Mereka jadi punya ratusan ribu Instagram follower, punya fans fanatik, punya dramanya sendiri, dan bahkan banyak dari para Muser yang ngadain meet and greet dengan harga tiket yang nggak kalah gewla dari Awkarin!

Saya masih kebayang lho kalau meet and greet sama Awkarin mau ngapain. Neng Karin seenggaknya kan punya lagu, jadi dia bisa nyanyiin saat meet and greet, syukur-sykur kalau properti kuda, beha, dan topengnya dibawa. Dan kalau saya sih jujur pengen banget diajarin ngedit foto sama neng Karin. Terus neng Karin juga bisa bikin semacam kelas, gimana cara menjaring sponsor, gimana cara kerja "selebgram", gimana cara milih tempat-tempat yang oke untuk photoshoot, dan masih banyak lagi. Tapi kalau Muser, saya sungguh nggak kebayang mereka mau ngapain.

Tapi ya....

sumber: http://www.totally.me
Saya jadi ingat, awal-awal saya memutuskan bikin Beauty Blog, banyak teman (dan bahkan anggota keluarga yang bukan keluarga inti) yang ngata-ngatain saya. Katanya dandan dan nulis tentang dandan itu bukan karya, bukan pekerjaan, nggak bakalan menghasilkan apa-apa, saya harus berhenti main-main yang nggak mutu, dll dll. Dan rasanya nggak enak banget lho dinyinyirin seperti itu. Bahkan saat saya sudah bisa menghasilkan lebih dari gaji rakyat jelata kerah putih ibukota pun, ya tetep aja ada yang nyinyirin, dan rasanya tetep nggak enak ketika dinyinyirin.

Jadi saya berusaha memahami, bahwa definisi skill dan karya itu luas dan semakin meluas seiring berjalannya waktu. Kita sudah masuk pada era dimana bisa lipsync dengan mangap-mangap yang pas diakui sebagai sebuah skill. Dan musical.ly adalah karya.

Mungkin juga suatu saat akan tiba masanya ayah ibu kalean marah-marah: "Apaan blogger nggak mutu jomblo ngakik nir-faedah gitu meet and greet?? Mau ngapain cobaaaa meet and greet sama Besok Siang, mana harga tiketnya sejuta?!!!"

Mari sama-sama berjuang untuk nggak ngatain!!!!!!!

9 komentar:

  1. Suka banget kalo postingannya panjang gini wkwkwkwk

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hmm...suka yang panjang-panjang. Hmm...

      Hapus
  2. Harus meet and greet sama mba Arum, mintak diajarin gimana caranya nyari duit diatas rata2 penghasilan kaum jelata ibukota hanya bermodalkan cangkeman dan muka pas2an..

    BalasHapus
  3. Eh yang muka pas2an itu saya lho. Gak lagi ngatain mb arum. Cungguh.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Oke. Langkah pertamanya adalah mencari tahu dulu apakah mukanya benar2 pas2an atau memang udah kedoktrin mental rendah diri aja? Kalau mukanya benern pas2an ya dadah babay. Kalau cuma masalah mental, mari berlatih dulu untuk memahami bahwa semua mahluk itu seksi.

      Hapus
  4. Cangkeman yg sungguh berfaedah seus 👍
    Semua orang pasti pernah mengalami fase alay.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yha!! Itulah mengapa jangan terlalu mencaci kids jaman now, karena memang sekarang ya jamannya mereka ngalay.

      Hapus
  5. Aku kok jadi inget sama kakak kelasku yang suka ngomong, "Dasar manusia jaman sekarang..." terus tak bales, "Lah Mas-nya manusia jaman purba?"

    Bener banget Mbak, sekarang jamannya mereka ngalay. Aku kalau denger temen yg komentar jelek banget dan terlalu mengkritik remaja 'jaman sekarang', aku tanyain mereka pas umur segitu mereka kayak gimana dan sekarang setelah mereka dewasa mereka jadi kayak gimana.

    Yo karang perkembangan psikologisnya begitu :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yak betol! Awkarin dan young lex ya karena memang lagi masanya suka sama yang rebel2. Nanti suatu saat juga ada masanya kok bosen ^^

      Hapus