Saya sungguh terharu bisa menulis kembali di Besok Siang setelah beberapa follower Instagram saya bertanya, "Kaaaaaaakkkk.. Besok Siang kok nggak bisa diakses??" atau "Kakaaaak.. Besok Siang di-private ya?" Ternyata ada juga yang perhatian dengan blog yang isinya cangkeman dan cerita fiksi yang nggak mutu seperti Besok Siang. Sungguh menyentuh lubuk hati saya yang terdalam.
Selama libur menulis, kami memutuskan Besok Siang hanya bisa diakses oleh para admin karena ada proses perubahan template yang sampai sekarang pun masih berlangsung di beberapa bagian yang minor. Maap eaaaaaa.. kalau beberapa waktu lalu ada yang buka Besok Siang dan mak jegagik ternyata nggak bisa diakses. Tapi, tenang. Mulai hari ini, kami para penulis Besok Siang yang jumlahnya ratusan akan mulai aktif menulis kembali. Mana teriakan "Horeeeeeeeee..."nya? Yak, good! Horeeeeeeeee...
Sebagai wanita anggun dan terhormat memang sudah selayaknya saya mendapatkan kehormatan sebagai penulis yang nyangkem pertama kalinya di tahun 2017. Brarum sama Bradhik guwak kalen wae. Sejujurnya, selama libur menulis, saya gatel banget mau nyangkem karena banyaknya peristiwa yang memang pantas untuk dicangkemi. Saking gatelnya, saya jadi merasa lapar dan ingin makan Fitsa Hats. Beneran deh! Saya ngidam Fitsa Hats, tapi kok dekat kantor saya adanya KaEfCi. Hhmmm..
Dear, Pak Jokowi yang terhormat..
Sumber: links.org.au |
Dear, Pak Jokowi yang terhormat..
Sebelumnya, saya ingin bertanya apakah Pak Jokowi sudah pernah membaca Besok Siang? Jika belum, perkenalkan nama saya Monica Agustami Kristy dan biasa dipanggil BraMon oleh penulis Besok Siang yang lain. Pasti Pak Jokowi bingung kenapa "BraMon", jawabannya adalah karena saya perempuan, kalau saya laki-laki pastilah akan dipanggil "BroMon". Aneh ya, Pak? Ya, begitulah kami para rakyat Besok Siang, tolong dimaklumi ya, Pak.
Daripada saya terus-menerus ngiler karena belum keturutan makan Fitsa Hats yang sudah tak lagi populer karena era Mas AHY moshing sudah dimulai, izinkanlah saya untuk sedikit cangkeman tentang Bapak. Bukan, Pak. Saya tidak akan terlalu ngomongin masalah politik. Kalau ngomongin politik kebanyakan, bisa-bisa saya menghabiskan uang Rp 50.000,00 untuk membeli kopi Setarbak demi mengencerkan otak saya.
Di era social media seperti saat ini, setiap sepak terjang dan kehidupan pribadi Bapak terasa lebih mudah untuk dinikmati sembari ngopi-ngopi cantik bersama dengan gebetan yang sosoknya pun hanya berupa khayalan. Kasihan ya, Pak. Gebetan saja khayalan. Dari hasil pengamatan saya dari sejumlah portal berita dan social media, tahukah Bapak bahwa menurut saya, Bapak itu swag bingit?
Saya sudah tahu ke-swag-an Bapak sejak Bapak menjadi calon gubernur DKI Jakarta. Bapak hadir sebagai sosok yang njawani, santun, dan hobi tersenyum. Kala itu yang menjadi sorotan adalah hobi Bapak semasa menjabat menjadi walikota Solo. Bapak dikenal sebagai walikota yang hobi blusukan. Swag sekali, Pak. Bapak meruntuhkan paradigma penguasa hanya mau melihat dari atas.
Hobi blusukan tersebut menjadi semacam angin segar bagi masyarakat karena Bapak akan lebih mengerti kondisi masyarakat dan dapat mendengar keluhan masyarakat secara langsung. Tentu saja blusukan tersebut juga dapat membuat rakyat merasa lebih dekat dengan sang pemimpin, walaupun mungkin Bapak sempat sedikit kewalahan ketika diajak swafoto. Maklumlah pada generasi narsis macam kami ya, Pak. Yang penting nggak diajak moshing. Saya kasihan sama Bapak kalau sampai diajak moshing, Bapak kan sudah sepuh.
Saya sudah tahu ke-swag-an Bapak sejak Bapak menjadi calon gubernur DKI Jakarta. Bapak hadir sebagai sosok yang njawani, santun, dan hobi tersenyum. Kala itu yang menjadi sorotan adalah hobi Bapak semasa menjabat menjadi walikota Solo. Bapak dikenal sebagai walikota yang hobi blusukan. Swag sekali, Pak. Bapak meruntuhkan paradigma penguasa hanya mau melihat dari atas.
Hobi blusukan tersebut menjadi semacam angin segar bagi masyarakat karena Bapak akan lebih mengerti kondisi masyarakat dan dapat mendengar keluhan masyarakat secara langsung. Tentu saja blusukan tersebut juga dapat membuat rakyat merasa lebih dekat dengan sang pemimpin, walaupun mungkin Bapak sempat sedikit kewalahan ketika diajak swafoto. Maklumlah pada generasi narsis macam kami ya, Pak. Yang penting nggak diajak moshing. Saya kasihan sama Bapak kalau sampai diajak moshing, Bapak kan sudah sepuh.
Kala itu, saat Bapak masih menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta, bagi saya tingkat ke-swag-an Bapak masih 30%.
Di awal Pak Jokowi terpilih menjadi Presiden Republik Indonesia, yang juga menjadi sorotan masyarakat adalah keluarga Bapak yang sederhana dan yang paling menonjol di mata saya kala itu adalah sosok Kaesang yang berotot dan Mas Gibran yang ndangakers. Eh, bukan. Bukannya saya naksir sama Kaesang dan Mas Gibran loh, Pak. Ya, walaupun Mas Gibran adalah tipe cowok yang saya sukai, songong-songong ngegemesin gitu.
Kala itu saya agak geli melihat sosok Kaesang yang hobi ngetweet lucu-lucu garing berdiri di samping orang nomor 1 di Indonesia sambil pringas-pringis malu. Belum lagi melihat Mas Gibran yang dipanggil untuk memberikan tanggapan kepada wartawan malah datang dengan ogah-ogahan dan menjawab pertanyaan wartawan masih dengan style yang mendarah daging, yaitu ndangak. Emesh nanet deh ah.
Selama ini saya memandang keluarga Presiden selalu memiliki eksklusivitas. Tapi, keluarga Bapak jauh dari kesan eksklusif, malah lebih mencerminkan keluarga "normal" pada umumnya tanpa ada kesan "dinasti politik". Kesederhanaan keluarga Bapak membuat kami rakyat Indonesia menjadi terasa dekat dengan Bapak yang seorang Presiden karena "Ah, ternyata keluargaku sama keluarga Pak Jokowi itu sama saja. Sama ndhagel-nya."
Bagian favorit saya adalah moment ketika Bapak, Kaesang, dan Mas Gibran saling ledek masalah kecebong sampai ada hashtag #PapaMintaKodokMontok. Sejak itu, elektabilitas kecebong sebagai hewan peliharaan meningkat drastis sejalan dengan ke-swag-an Bapak yang meningkat menjadi 60%.
By the way, banyakin Pilok bareng Kaesang dong, Pak. Saya senang sekali ketika Bapak adu panco sembari ngece-ngece Kaesang soalnya saya jadi kangen moment saling ledek dengan Bapak saya. Tapi, Pilok yang menjadi favorit saya adalah ketika Bapak main panahan dengan Kaesang. Di Pilok tersebut, Bapak bilang bahwa senang main panahan karena melatih konsenstrasi dan ada targetnya, jadi lebih greget. Hayoooo, Bapak lagi punya "target" ya? Saya tunggu deh hasil "memanah target"nya.
Selain sepak terjang dan kesederhanaan keluarga Bapak, ada lagi yang swag dari Bapak, yaitu fashion style Pak Jokowi. Sepertinya setiap benda yang Bapak pakai selalu menjadi perbincangan. Sebagai wanita lenjeh yang terhormat, saya mengamati fashion style Bapak loh.
Berbeda dengan Presiden pendahulu yang cenderung berpakaian resmi dan necis serta hobi menciptakan lagu, Bapak lebih memilih style yang simple sehingga terlihat lebih membaur dengan rakyat. Salah satu style Bapak yang simple, tapi tetap eye catching adalah kemeja putih lengan panjang. Bapak sering sekali terlihat mengenakan kemeja putih yang dikeluarkan dengan lengan panjang yang digulung. Ah, sungguh casual tanpa terlihat seperti nyinom.
Kemeja putih lengan panjang tentu belum ada apa-apanya dibandingkan dengan popularitas jaket bomber yang sempat mengalihkan perhatian Netizen dari demo 411. Bukan masalah pemilihan style jaket bomber yang menjadi fokus saya, tapi masalah kepemilikan jaket bomber tersebut. Dan benar saja, Bapak meminjamnya dari salah satu anak Bapak. Saya jadi ingat dengan Bapak saya yang hobi meminjam barang Kakak saya tanpa pemberian status "meminjam". Tapi, Bapak kan bukan Bapak saya, jadi pasti sudah memberikan status "meminjam" ya, kan? Ya, kan?
Ternyata, masih ada yang lebih menghebohkan dibandingkan dengan jaket bomber, yaitu sarung. Sepengamatan saya, Bapak tampaknya memang hobi memakai sarung karena selalu ada foto Bapak yang sedang memakai sarung............... bahkan saat turun dari pesawat kepresidenan. Selain kolor Almarhum Gus Dur, ternyata masih ada sarung Jokowi. Swag sekali, Pak! Tak hanya jaket bomber yang statusnya "meminjam", tapi sarung juga meminjam ya, Pak? Kata Kaesang sih.
Saya kira sarung Jokowi sudah paling heboh loh, Pak. Tapi, saya salah. Ternyata masih ada kalung salib Jokowi. Bapak dapat ide darimana memakai kalung salib? Saya saja nggak pernah pakai loh. Eh, tunggu sebentar. Oh, itu clip on ta, Pak.
Berdasarkan pengamatan saya terhadap fashion style Bapak, ke-swag-an Bapak meningkat menjadi 80%. Semoga tingkat ke-swag-an Bapak akan terus meningkat hingga Bapak bisa dinobatkan menjadi Bapak Swag Indonesia ala Besok Siang. Kewl kan, Pak! Besok Siang memang kewl kok.
Sehat selalu ya, Pak karena harapan kami akan revolusi mental rakyat Indonesia ada di pundak Bapak. Meski harga BBM dan cabai naik, tetap salam swag, Pak Jokowi! Untung saya nggak suka makan makanan pedas.
Di awal Pak Jokowi terpilih menjadi Presiden Republik Indonesia, yang juga menjadi sorotan masyarakat adalah keluarga Bapak yang sederhana dan yang paling menonjol di mata saya kala itu adalah sosok Kaesang yang berotot dan Mas Gibran yang ndangakers. Eh, bukan. Bukannya saya naksir sama Kaesang dan Mas Gibran loh, Pak. Ya, walaupun Mas Gibran adalah tipe cowok yang saya sukai, songong-songong ngegemesin gitu.
Sumber: www.brilio.net |
Kala itu saya agak geli melihat sosok Kaesang yang hobi ngetweet lucu-lucu garing berdiri di samping orang nomor 1 di Indonesia sambil pringas-pringis malu. Belum lagi melihat Mas Gibran yang dipanggil untuk memberikan tanggapan kepada wartawan malah datang dengan ogah-ogahan dan menjawab pertanyaan wartawan masih dengan style yang mendarah daging, yaitu ndangak. Emesh nanet deh ah.
Selama ini saya memandang keluarga Presiden selalu memiliki eksklusivitas. Tapi, keluarga Bapak jauh dari kesan eksklusif, malah lebih mencerminkan keluarga "normal" pada umumnya tanpa ada kesan "dinasti politik". Kesederhanaan keluarga Bapak membuat kami rakyat Indonesia menjadi terasa dekat dengan Bapak yang seorang Presiden karena "Ah, ternyata keluargaku sama keluarga Pak Jokowi itu sama saja. Sama ndhagel-nya."
Bagian favorit saya adalah moment ketika Bapak, Kaesang, dan Mas Gibran saling ledek masalah kecebong sampai ada hashtag #PapaMintaKodokMontok. Sejak itu, elektabilitas kecebong sebagai hewan peliharaan meningkat drastis sejalan dengan ke-swag-an Bapak yang meningkat menjadi 60%.
Sumber: news.okezone.com |
By the way, banyakin Pilok bareng Kaesang dong, Pak. Saya senang sekali ketika Bapak adu panco sembari ngece-ngece Kaesang soalnya saya jadi kangen moment saling ledek dengan Bapak saya. Tapi, Pilok yang menjadi favorit saya adalah ketika Bapak main panahan dengan Kaesang. Di Pilok tersebut, Bapak bilang bahwa senang main panahan karena melatih konsenstrasi dan ada targetnya, jadi lebih greget. Hayoooo, Bapak lagi punya "target" ya? Saya tunggu deh hasil "memanah target"nya.
Selain sepak terjang dan kesederhanaan keluarga Bapak, ada lagi yang swag dari Bapak, yaitu fashion style Pak Jokowi. Sepertinya setiap benda yang Bapak pakai selalu menjadi perbincangan. Sebagai wanita lenjeh yang terhormat, saya mengamati fashion style Bapak loh.
Berbeda dengan Presiden pendahulu yang cenderung berpakaian resmi dan necis serta hobi menciptakan lagu, Bapak lebih memilih style yang simple sehingga terlihat lebih membaur dengan rakyat. Salah satu style Bapak yang simple, tapi tetap eye catching adalah kemeja putih lengan panjang. Bapak sering sekali terlihat mengenakan kemeja putih yang dikeluarkan dengan lengan panjang yang digulung. Ah, sungguh casual tanpa terlihat seperti nyinom.
Kemeja putih lengan panjang tentu belum ada apa-apanya dibandingkan dengan popularitas jaket bomber yang sempat mengalihkan perhatian Netizen dari demo 411. Bukan masalah pemilihan style jaket bomber yang menjadi fokus saya, tapi masalah kepemilikan jaket bomber tersebut. Dan benar saja, Bapak meminjamnya dari salah satu anak Bapak. Saya jadi ingat dengan Bapak saya yang hobi meminjam barang Kakak saya tanpa pemberian status "meminjam". Tapi, Bapak kan bukan Bapak saya, jadi pasti sudah memberikan status "meminjam" ya, kan? Ya, kan?
Sumber: www.suara.com |
Ternyata, masih ada yang lebih menghebohkan dibandingkan dengan jaket bomber, yaitu sarung. Sepengamatan saya, Bapak tampaknya memang hobi memakai sarung karena selalu ada foto Bapak yang sedang memakai sarung............... bahkan saat turun dari pesawat kepresidenan. Selain kolor Almarhum Gus Dur, ternyata masih ada sarung Jokowi. Swag sekali, Pak! Tak hanya jaket bomber yang statusnya "meminjam", tapi sarung juga meminjam ya, Pak? Kata Kaesang sih.
Saya kira sarung Jokowi sudah paling heboh loh, Pak. Tapi, saya salah. Ternyata masih ada kalung salib Jokowi. Bapak dapat ide darimana memakai kalung salib? Saya saja nggak pernah pakai loh. Eh, tunggu sebentar. Oh, itu clip on ta, Pak.
Sumber: www.semakinra.me |
Berdasarkan pengamatan saya terhadap fashion style Bapak, ke-swag-an Bapak meningkat menjadi 80%. Semoga tingkat ke-swag-an Bapak akan terus meningkat hingga Bapak bisa dinobatkan menjadi Bapak Swag Indonesia ala Besok Siang. Kewl kan, Pak! Besok Siang memang kewl kok.
Sehat selalu ya, Pak karena harapan kami akan revolusi mental rakyat Indonesia ada di pundak Bapak. Meski harga BBM dan cabai naik, tetap salam swag, Pak Jokowi! Untung saya nggak suka makan makanan pedas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar