Mendulang Rupiah Dengan Cara yang Swag!

Saya mau menanggapi tulisan Dhika yang judulnya super berat: "Ketika Konflik Pribadi Menjadi Komoditas Bernilai Rupiah". Ya tulisan sepanjang itu kan intinya ditanya, Yay or Nay?

Kalau saya sih, YAY!


Tunggu dulu. Jangan langsung mengerutkan kening dan berpikir kalau saya njuk mau pamer foto bikini di instagram kemudian duet sama Young Lex. Nggak akan! Pamer bikininya maksud saya yang nggak akan. Soalnya perut saya mblegendu alias hamil tanpa janin. Kalau duet sama Young Lex sih ayo ajalah asalkan saya jangan dipakein baju jala-jala dan asalkan Raisa dijadiin baking vocal-nya.

Untuk mengawali jawaban saya yang "Yes", mari menggolongkan dulu siapa orang-orang yang dengan sukarela mengekspos konflik pribadi tersebut. Konflik pribadi di sini adalah yang sifatnya ngisin-ngisini, dan ini kita ngomongin yang di Indonesia aja ya, biar pembahasannya nggak kemana-mana dan lebih nasionalis #huopoh.

Golongan pertama adalah mereka-mereka yang mengira bahwa diri mereka keren, padahal pada akhirnya cuma jadi bahan tertawaan dan dihujat sana-sini. Mereka ini contohnya adalah dedek-dedek selebgram yang uang sakunya melebihi batas wajar, suka pamer perut rata dan bekas cupang (bukan ikan), serta menyelipkan kata kon**l, anj***g, nge***t, dan sebangsanya pada setiap kalimat yang mereka ucapkan. Waktu mengunggah kegiatan-kegiatan tersebut sih, saya yakin mereka merasa keren, swag abis, klean semua suci aku foya-foya!

Mereka nggak kepikiran, kalau hal-hal swag yang mereka unggah tersebut bakalan meresahkan buibu muda se-Indonesia yang kebanyakan perutnya tak serata mereka. Jadilah mereka dihujat, dibikin meme dan di-plekoto secara terus-menerus di Besok Siang.

Oh iya, termasuk dalam golongan ini adalah motivator yang mengaku tiap hari makan sarden, meskipun keuntungan yang (diharapkan) beliau dapatkan menurut saya bukan berupa rupiah ya. Saya yakin juga sih, ketika beliau tampil di TV nasional dan ngomong kalau beliau "suka makan sarden", "anak saya cuma dua", "dia berkumis", "umur 30 cuma jadi CEO main-main", "lady evil", endesbre-endesbre tersebut, dia pikir ucapan-ucapannya itu bakalan bikin masyarakat simpatik. Tapi alih-alih dibela, sahabat sarden nusantara malah tambah gilo.

Intinya, golongan pertama ini berpikir bahwa dirinya keren. Padahal nggilani.

Kalau golongan pertama ini awalnya nggak sadar bahwa tingkahnya malu-maluin, maka mari kita masuk ke golongan kedua yang lebih ajaib lagi. Golongan kedua ini mengerti sekali kalau tingkah mereka jan ngisin-isini waris tenan! Mereka sama sekali tidak berpikir kalau tingkah mereka itu swag atau mengundang simpati. Tapi mereka mengemasnya menjadi sebuah hiburan yang apik.

image source: http://savagehenrymagazine.com/

Termasuk dalam golongan ini adalah para stand up komedian dan mbak Monica Agustami Kristy dengan pengalaman biro jodohnya. Mereka menggali-gali tong sampah memori sendiri, mencari kenangan-kenangan yang oleh sebagian orang akan dibuang sejauh mungkin, ke planet Namec kalau bisa, untuk kemudian diolah dan dijadikan bahan tertawaan atau pembelajaran bersama.

Meskipun pada akhirnya semua golongan sama-sama (kalau meminjam bahasa Dhika yang abot itu) menghasilkan sejumlah rupiah, tapi prosesnya beda. Golongan kedua ini jauh lebih ada sisi kreatifnya. Mereka harus putar otak gimana caranya agar pengalaman ngisin-ngisini yang mereka alami itu bisa dinikmati oleh banyak orang, dengan cara yang hositip.

Menurut saya, golongan kedua ini lebih kreatif dan pakai otak. Mereka nggak sekedar ngomong kon**l, anj***g, nge***t, dan pamer gaya hidup swag hasil pendapatan nyeleb-gram atau nodong bapaknya. Nggak sekedar secara tidak sengaja masa lalunya yang melibatkan pelemparan setrika panas terkuak lalu digosipin. Golongan kedua ini secara sadar dan sukarela menjadikan dirinya sebagai bahan tertawaan (secara hositip) masyarakat. Meskipun terkadang terselip juga sepatah-dua patah kon**l, anj***g, atau nge***t, tapi kalau yang melontarkan golongan kedua, biasanya tetap dikemas dengan cerdik. Nggak semata-mata setiap ucapan harus diselipi pisuhan.

Oh iya, dulu pas saya cuma ngikutin Awkarin via instagram, saya menganggap yang bersangkutan adalah golongan kedua lho. Feeds instagramnya bagus banget, kelihatan kalau dek Karin ini punya cita rasa seni yang tinggi. Caption-nya juga kreatif, meskipun kadang saru. Saru-sarunya dek Karin di instagram menurut saya masih dikemas dengan porsi yang pas. Lucu dan segar. Tapi begitu saya lihat snapchat dan vlog-nya, pendapat saya langsung berubah. Kayak harus banget gitu setiap kalimat yang diucapkan diselipi pisuhan. Kata kon**l, anj***g, nge***t nggak lagi dipakai sebagai lucu-lucuan yang kadang-kadang saja secara imut diselipkan, tapi seakan-akan jadi kewajiban. Dihambur-hamburkan.

image source: http://s2.quickmeme.com/

"Guwe laper, anjing!"
"Ngentot, lu lama banget sih!"
"Anjing, guwe kesiangan!"
dll dll

Kembali ke jawaban saya tadi. Saya mengatakan "yes" untuk golongan kedua saja sih sebenarnya. Selama bisa mengolah hal-hal memalukan menjadi sesuatu yang lebih hositip, apalagi kalau kemudian bisa menghasilkan rupiah, ya kenapa tidak? Toh tidak merugikan dan menyakiti hati siapa-siapa.

Meskipun ya, batas antara golongan pertama dan golongan kedua ini terkadang juga kabur. Misalnya nih, soal acara TV sejenis Facebookers dan Dasyat yang nggak mendidik dan dihujat banyak orang, tapi nyatanya banyak yang nonton, diputer terus dan menang banyak penghargaan. Atau soal chanel yucub (iya yucub, dan bikin videonya pakai motivasi :D) Keluarga A5. Ada yang bilang Keluarga A5 ini menghibur dan kreatif. Tapi nggak sedikit pula yang ngenyek.

Apa? Kalian tidak tau apa itu Keluarga A5?!

Wah, kalian semua tidak swag!

20 komentar:

  1. (((((sahabat sarden nusantara)))))

    Aduh, Kak..
    Saya happy karena ternyata saya dibilang punya otak.
    Sungguh. Saya bahagia.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kamu punya, dek. Cuma sering ketinggalan ~~~

      Hapus
    2. Iya, otak saya kan jalan.
      Jalan-jalan..... gak bawa maps, kesasar, gak bisa balik lagi :(

      Hapus
    3. Makanya pasang GPS di otak --"

      Hapus
  2. Thankyou, Mba Arum. �� Daku sukaaa penjelasannya, jd bolehlah ya tsurhat dikit di blog.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Banyak juga boleh. Blog sendiri masa dilarang :))

      Hapus
  3. Aurel Azriel Anang Ashanty dan Anak'e

    BalasHapus
    Balasan
    1. Super duper mega SWAG!!!

      Hapus
    2. Oh itu toh..Untung aku sekrol komen. Bhahahahah...Kalo ngga, bakalan penasaran dan sakit hati.

      OMG GUE NGGA SE-SWAG YG GUE KIRA!

      Btw, Mbak Arum, aku suka bgt blog inih! Klean sarunya swag bgt!

      Hapus
    3. Boleh saru asalkan SWAG! :))

      Hapus
  4. Saya jadi ingin mengumbar umbar masa lalu dan diolah menjadi sesuatu yg hositip

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yuk marii. Kalau sukses jangan lupakan akoh ya :D

      Hapus
  5. langsung search keluarga A5 habis baca postingan ini masaaaaaaa
    T_____T ah aku tidak swag, kupikir aku swag selama ini

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jadi, setelah membaca blog ini kemudian kamu menjadi SWAG!

      Hapus
  6. saya hanya bisa ngakak mbacanya,,, tapi kok saya gilo dengan semua orang2 yang disebut disini ya.. kacuali mbak mon lho.. :D

    apalagi dedek berbaju jaring2 :v

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah, kok bisa ya? Padahal kan mbak Mon sing paling nggilani..

      Hapus
    2. Loh loh..
      Saya diomongin tah!
      Lah, saya itu nggilaninya swag!

      Hapus
    3. Oh, berarti boleh nggilani asalkan SWAG?

      Hapus
  7. SWAG itu apaan ya? #LOL :v
    betewe jeng Arum, saya masih termasuk dedek-dedek sih *tapi bukan selebgram* tapi saya jatuh cinta sama postingan anda ini :D saya setuju :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya juga masih dedek2 kok jeng. Dan dengan ini kamu SWAG!

      Hapus