Dikutip dari KBBI, definisi stereotip adalah:
/ste·re·o·tip/ /stéréotip/ 1 a berbentuk tetap; berbentuk klise: ucapan yang --; 2 n konsepsi mengenai sifat suatu golongan berdasarkan prasangka yang subjektif dan tidak tepat
Stereotip yang berkembang di Indonesia sangatlah beragam karena setiap daerah memiliki stereotip yang berbeda tergantung dari budaya maupun urband legend yang berkembang di daerahnya. Yang sangat disayangkan adalah masih banyak orang kolot yang memegang teguh stereotip zaman batu, sedangkan kita sudah berada di zaman serba modern dan memberikan kesempatan kepada kita untuk membuka wawasan seluas-luasnya sehingga kita menjadi manusia yang memiliki pikiran yang lebih terbuka.
Sumber: www.makeameme.org |
Nah, di blogpost saya kali ini, saya akan tulis beberapa stereotip tai kucing yang sering muncul di sekitar saya. Maksudnya "tai kucing" adalah stereotip yang seringkali bikin saya kezel-kezel gemesh gitu deeeeeh.. Seperti kalau kalian tidak sengaja menginjak tai kucing. Kadang sudah dicuci pakai air, baunya masih ada. Kezel kan? Sebenarnya lebih kezel lagi kalau menginjak tai kuda. Sudah kuantitasnya banyak, baunya minta ampun. Kalian yang pernah melewati Malioboro, Yogyakarta pasti pernah mengalaminya. Eh, atau hanya saya saja? Jadi, saya sebut "tai kucing" biar kesannya lebih unyu saja. #malahbahastai
1. Orang yang punya tattoo = preman
Sampai sekarang, orang yang memiliki tattoo masih diidentikkan dengan preman. Ketika melihat orang yang bertattoo, orang di sekitar saya sering kali berkomentar, "Medeni hih! Koyo preman!" Begitu pula ketika saya mengutarakan keinginan saya untuk punya tattoo ke beberapa teman saya, mereka berkomentar, "Ih! Ngapain sih mau tattoo segala?! Entar pada takut!"
FYI, orang-orang dengar saya tertawa saja sudah takut. Seperti Mak Lampir, katanya. Belum tahu saja mereka kalau saya memang anaknya. Mereka malah memberikan saya ide, saya malah berencana membuat makeup special effect ala ala monster atau Mak Lampir, kemudian jalan-jalan ke Malioboro dengan badan bertattoo. Ah, sepertinya seru sekaliiiii...
Stereotip orang yang bertattoo sama dengan preman memang tak lepas dari branding preman-preman bertatto yang kita temui di terminal atau di pasar. Yang seringkali tattoonya sudah berwarna hijau mbladhus karena tidak pernah diretouch :D
Dan sayangnya, di zaman modern seperti sekarang, banyak sinetron Indonesia yang juga menggambarkan tokoh preman dengan memaksakan para pemeran preman untuk memakai kaos yang seolah-olah membuat mereka memiliki tattoo, kemudian petentang-petenteng di terminal. Padahal kalau mau menggambarkan tokoh preman, masih bisa dengan menonjolkan karakternya melalui watak dan tingkah laku, bukan malah memaksakan karakter fisik. Tapi ya, memang sinetron Indonesia ra mutu kabeh sih.
Selain identik dengan preman, tattoo juga identik dengan orang yang kurang kerjaan. Merajah tubuh memang berbeda dengan spa di salon yang kita bisa liyer-liyer merem melek keenakan dipijet. Ditattoo itu sakit. Konon katanya. Lah wong saya juga belum pernah merasakan juga :D
Dari rumor itu lah, kadang orang berkomentar, "Kurang kerjaan! Menyakiti diri sendiri!" Jangankan tattoo, lah wong saya yang nambah 5 tindikan di telinga saja sering banget ditanyain, "Ngapain sih nindik-nindik? Kan sakiiit.. Masochist banget jadi orang." Aiiiiiih.. tahu banget kalau saya masochist. Jadi malu.
Menurut saya, tattoo adalah sebuah karya seni. Badan kita sebagai kanvasnya. Dan seni adalah milik semua kalangan, bukan hanya milik preman. Dan sudah selayaknya sebuah karya seni itu mendapat apresiasi yang positif, bukannya malah hujatan. Untuk masalah sakit tidaknya waktu ditattoo, ya itu bagian dari proses dilahirkannya sebuah karya seni.
Btw, Indonesia pun punya tattoo legendaris yang memiliki pola dengan nilai seni yang sangat tinggi.
Btw, Indonesia pun punya tattoo legendaris yang memiliki pola dengan nilai seni yang sangat tinggi.
Sumber: www.jancok.com |
2. Orang yang tidak ke kantor adalah pengangguran
Hal ini sudah pernah dibahas oleh Arum di tulisan yang berjudul Kesalahan-kesalahan yang Biasa Dilakukan oleh Blogger yang Lelah.
Beberapa waktu lalu, salah satu teman saya cerita kalau dia punya kenalan di daerah sekitar masjid yang sering dia kunjungi untuk sholat. Sebut saja namanya Mas Ateng. Mas Ateng memiliki ciri-ciri yaitu berjenggot dan selalu mengenakan celana congklang. Mas Ateng ini jarang sekali keluar rumah, dan keluar rumah hanya untuk sholat atau mengikuti pengajian di masjid. Walaupun terlihat tidak pernah ke kantor, Mas Ateng adalah orang yang bisa dibilang mampu karena rumahnya memang cukup besar. Dari mana dia mendapatkan uang?
Seiring berjalannya waktu, orang kampung pun mencurigainya sebagai teroris. Ini stereotip juga sih, bahwa orang yang berjenggot dan bercelana congklang adalah teroris.
Hasil dari kasak-kusuk warga kampung, mereka memutuskan untuk mengklarifikasi langsung ke Mas Ateng. Maka, mereka pun mendatangi rumah Mas Ateng. Setelah didatangi warga, kemudian Mas Ateng menjelaskan bahwa dia seorang................ blogger yang hidup dari adsense dan endorsement. Ngahahahahahaha, bikin pengen be'ol di celana.
We live in technology era. We can get money from home. Jangankan blogger, zaman sekarang banyak kantor yang tidak mewajibkan karyawannya untuk datang ke kantor. Jadi, cukup di rumah, buka laptop, sambungkan ke internet. Then, start to work and you'll get salary! Bye society!
3. Woman in sexy suit is a bitch
Jujur saya agak disorientasi dengan kata "sexy suit" atau "baju seksi". Menurut saya, pakaian bisa dibilang seksi atau tidak, tergantung dari si pemakai. Tapi, di tulisan ini marilah kita anggap pakaian seksi adalah pakaian yang sedikit terbuka, contohnya adalah mini dress.
Saya memang suka memakai mini dress yang pas badan karena memang tubuh saya pendek dan kecil. Bayangkan saya pakai dress gombor dengan panjang di bawah lutut. Pasti bentuk saya sudah macam ibu pemilik rumah susun di film Kungfu Hustle. Tinggal saya pakai rol rambut dan pegang rokok sambil kipas-kipas di kursi goyang.
Ketika saya memakai mini dress, banyak yang berkomentar saya terlihat terlalu seksi dan bikin cowok-cowok pada keblinger. Halah, padahal cowoknya saja yang ngacengan.
Di saat bersamaan, ada teman saya juga yang sedang pakai mini dress, tapi sama sekali tidak dikomentari. Lalu saya pun bertanya, "Lah itu si anu juga pakai mini dress. Kok nggak dikomentari?" Lalu, salah satu teman saya bilang, "Tapi, kalau kamu yang pakai mini dress, beda e kesannya.." Halah, ngomong saja kalau badan saya memang seksi! Ya, kan? Ya, kan? *Padahal perut sudah seperti babi. Saya babi bertoket.*
Menurut saya, hal utama yang menimbulkan kesan seksi bukanlah bajunya yang terbuka, melainkan memang bentuk badannya sudah seksi dan ditunjang dengan pembawaan diri yang baik. Saya membayangkan diri saya memakai hot pants dan tank top, tapi saya selalu menundukkan wajah ketika berjalan. Ah, tidak seksi sama sekali.
Seperti apapun bentuk badan yang kita miliki, itu merupakan anugerah dari Sang Pencipta. Kalau memang dianugerahi badan yang seksi dan pembawaan diri yang baik, apa ya bisa nolak?
Saya suka nyengoh kalau ada yang komentar masalah my big boobs, "Mon, mbok pakai kaos jangan ketat gitu. Keliatan gede banget." Tapi, ketika saya pakai kaos gombor, "Mon, belahan dadamu ki loh! Keliatan!" Namanya juga kaos gombooooorrrr.. Ya, jelas kerahnya juga lebar. Tai betul. Aku nggo kemul wae lah.
Bu Linna kalau pakai kemul batik Sumber: www.detik.com |
Kadang-kadang Mami saya pun juga ikut berkomentar tentang cara saya berpakaian. Maklumlah, emak-emak. Tapi, saya bersyukur Mami saya adalah orang yang memiliki pikiran yang terbuka. Komentarnya tidak membuat saya mengernyitkan dahi, bahkan malah membuat saya jadi lebih mikir dalam berpakaian.
"Nek pakek baju seksi, jangan pas malem, apalagi perginya sendiri. Nanti nek ada orang pikirannya kotor, terus kamu diikutin kan bahaya. Kalau pas siang gitu nggak terlalu masalah." Memang benar kata Mami saya. Kita tidak akan bisa mengontrol pikiran orang. Apalagi yang pikirannya sudah kotor atau ngacengan. Yaaah.. itu tadi komentar dari Mami kalau menurut beliau pakaian saya sudah kelewat terbuka. Beliau lebih memikirkan dampak langsung yang bisa saja menimpa saya.
Berpakaian itu masalah selera dan estetika. Saya yakin orang-orang di sekitar saya juga tidak mau sakit mata ketika melihat saya pakai daster gombor setiap hari. Walaupun tak jarang orang yang memiliki estetika yang nyleneh.
Berpakaian itu masalah selera dan estetika. Saya yakin orang-orang di sekitar saya juga tidak mau sakit mata ketika melihat saya pakai daster gombor setiap hari. Walaupun tak jarang orang yang memiliki estetika yang nyleneh.
Saya pun enggan memakai pakaian yang terlalu terbuka macam celana gemesh yang bikin pantat menculat kemana-mana. Saya juga enggan memakai pakaian kelewat ketat karena perut saya bisa menculat kemana-mana. Lagi-lagi masalah estetika. Bagi saya, pantat menculat kemana-mana sama sekali tidak ada unsur estetikanya.
Tidak semua perempuan yang memakai pakaian yang terkesan seksi adalah perempuan murahan. Siapa tahu memang badannya sudah seksi dari lahir, siapa tahu memang tidak pantas memakai pakaian gombor, siapa tahu memang hawanya lagi sumuk, siapa tahu otak kalian memang perlu dibersihkan.
4. Perempuan selalu benar
Perempuan tidak selalu benar, Bos!
Hal ini pun sudah diungkapkan oleh Arum melalui tulisannya yang berjudul Perempuan Selalu Benar.
5. Perempuan yang mainan Tinder adalah perempuan murahan
Banyak yang memandang Tinder sebagai aplikasi "jual diri" yang mengarah ke seks atau aplikasi bagi orang yang sudah desperate dengan kehidupan cintanya. Saya yakin, orang yang memandang aplikasi biro jodoh online semacam Tinder sebagai aplikasi "jual diri" dan mengarah ke seks adalah orang yang sama sekali belum pernah mencoba aplikasi tersebut dan otaknya pasti perlu dibersihkan.
Ckckckck.. Mon, kamu tidak terhormat! Sumber: www.instagram.com/lambe_turah/ |
Bagi saya, Tinder tidak terlalu berbeda dengan aplikasi chatting semacam LINE ataupun BBM. Bedanya ada di sisi "cara memulai komunikasi". Di LINE, untuk saling berkomunikasi kita harus add friend berdasarkan ID LINE, di BBM, kita harus add friend berdasarkan pin BBM, sedangkan di Tinder, kita harus match dengan orang yang ingin kita chatting. Buat yang penasaran cara kerja Tinder, bisa baca tulisan saya yang berjudul Saya, Biro Jodoh Online, dan Kejombloan Saya.
Mungkin memang sebagian besar dari pengguna Tinder bertujuan untuk mencari jodoh. Tapi, saya tidak melihat ada yang salah dengan hal tersebut. Lah wong namanya juga usaha. Jomblo dihujat, usaha juga dihujat. Ah, memang kalian semua suci, jomblo penuh dosa.
Kalau masalah "jual diri" yang mengarah ke seks, saya yakin kok, tidak hanya terjadi di Tinder ataupun aplikasi biro jodoh lainnya. Di forum-forum besar juga banyak yang "jualan". Kalau hanya melakukan judgement terhadap pengguna Tinder atau aplikasi biro jodoh lainnya, sepertinya kalian kurang piknik. Mending kalian pergi ke laut deh. Dan tidak perlu balik-balik lagi.
Tapi, kalau mau bolak-balik baca blog Besok Siang, masih boleh kok *kedip-kedip manja*
Sebenarnya, masih banyak stereotip tai kucing lainnya. Ini baru 5 stereotip, tapi kok tulisannya sudah panjang banget yak! Atau perlu ada serialnya? Hmmmmm.. Atau lebih tertarik serial biro jodoh online?
Sebenarnya, masih banyak stereotip tai kucing lainnya. Ini baru 5 stereotip, tapi kok tulisannya sudah panjang banget yak! Atau perlu ada serialnya? Hmmmmm.. Atau lebih tertarik serial biro jodoh online?
Haha, banyak emang yang bikin gumoh memang kalau stereotip cem kitu-kitu.. Ada tambahan dari aku soal baju. Menurutku pake baju itu ada 2 prinsip; wangun dan mpan papan. Wangun, artinya didelok ketok pantes (ora njuk anggo kemulan atawa reti awake weteng mlethot2 tapi anggo2ne klambi nemeplek kulit. Ditambahi tips langsing sisan). Mpan papan (ora teko pengajian anggo rok mini). Kalau dua itu udah diikutin, dan masih ada stereotip lagi ya emang beneran tay cing yang nyetereotipin...
BalasHapusApakah setelah ini mbak Dhika akan menulis "Fashion Tips Ala Besok Siang"?
HapusAh! Iya! Aku lupa membahas bab yang berpakaian sesuai tempat! Biar kalau ke pantai nggak pakai wedges atau dress ketat methethet gituuuuu...
HapusYang blogger! 😂 gak jarang juga aku dibilang ngabisin duit, padahal dari situ menghasilkan. Oya, soal tinder, aku memang murahan mba, anaknya diajak makan martabak manis pinggir jalan sudah bahagia :(
BalasHapuslimlimzi.blogspot.co.id
Padahal duit itu kan dihasilkan untuk dihabisin ya? :(
HapusYa ampun, aku malah di add BBM juga udah seneng :")
Kita bikin gank cewek murahan yuk! *ngajak nggak bener*