sumber: imnotbad.com |
Perkenalkan,
nama saya Hana, anggota club penyanyi organ tunggal Purwokerto
- Purbalingga - Cilacap - Banjarnegara. Yha, saya adalah seorang penyanyi organ tunggal dalam
arti sebenarnya. Sebagai penyanyi (lokal dan kurang terkenal), banyak suka duka
yang saya jalani.
Sebenarnya
selain penyanyi, saya juga bekerja di salah satu perusahaan swasta di kota
kecil Purbalingga. Jarak antara tempat tinggal saya di Purwokerto dengan
tempat kerja di Purbalingga, lumayan jauh. Kira-kira seplinthengan kingkong
lah. Jarak tersebut cukup menyita waktu dan tenaga.
Kalau musim kawin sudah melanda, kegiatan saya hanya kerja, otw, madang, otw, kerja, ngising, otw, kerja dan kerja. Itulah mungkin salah satu alasan mengapa sampai umur segini, saya belum mbojo.
Kalau musim kawin sudah melanda, kegiatan saya hanya kerja, otw, madang, otw, kerja, ngising, otw, kerja dan kerja. Itulah mungkin salah satu alasan mengapa sampai umur segini, saya belum mbojo.
Sebenarnya
cukup miris menjadi penghibur di acara pernikahan, tapi saya sendiri
belum menikah. Kadang nelongso, kadang sedih, dan kadang juga
pengen sangu bom molotov ketimbang seperangkat bedak dan esedo
ketika berangkat bernyanyi di nikahan orang.
Tapi yha begitulah hidup. Rezeki saya di situ.
Kalau saya nggak jadi wedding singer, mungkin saya nggak bisa memenuhi kebutuhan dan gaya hidup saya yang kemlithak serta kemaki. Satu keyakinan saya, semua akan indah pada(hal embuh). Berdasarkan pengalaman, semua akan terlewati.
Dulu ketika kuliah, saya adalah anggota paduan suara. Tiap ada wisudaan saya ditugasi bernyanyi mengiringi prosesi wisuda. Pokoknya lagu Gaudeamus Igitur sudah saya hafal di luar kepala dan terngiang terus di telinga, ibarat lagu Mars Perindo saat ini. Satu, dua, tiga, sampai belasan wisuda sudah saya iringi (FYI, di kampus saya dalam setahun ada tiga kali wisuda). Nggak kerasa adek-adek kelas saya mulai lulus, sedangkan saya masih setia menyanyikan Gaudeamus Igitur.
Sedih sekali rasanya.
Kadang saya nyanyi sambil mingsek-mingsek, berharap saya ada di posisi yang dinyanyikan, bukan yang menyanyikan. Singkat cerita, saya lulus setelah enam setengah tahun kuliah.
Nah, berkaca dari peristiwa itu, saya harus yakin suatu saat saya akan mbojo, meskipun sampai sekarang saya masih saja dalam posisi bernyanyi untuk orang mbojo.
Tapi yha begitulah hidup. Rezeki saya di situ.
Kalau saya nggak jadi wedding singer, mungkin saya nggak bisa memenuhi kebutuhan dan gaya hidup saya yang kemlithak serta kemaki. Satu keyakinan saya, semua akan indah pada(hal embuh). Berdasarkan pengalaman, semua akan terlewati.
Dulu ketika kuliah, saya adalah anggota paduan suara. Tiap ada wisudaan saya ditugasi bernyanyi mengiringi prosesi wisuda. Pokoknya lagu Gaudeamus Igitur sudah saya hafal di luar kepala dan terngiang terus di telinga, ibarat lagu Mars Perindo saat ini. Satu, dua, tiga, sampai belasan wisuda sudah saya iringi (FYI, di kampus saya dalam setahun ada tiga kali wisuda). Nggak kerasa adek-adek kelas saya mulai lulus, sedangkan saya masih setia menyanyikan Gaudeamus Igitur.
Sedih sekali rasanya.
Kadang saya nyanyi sambil mingsek-mingsek, berharap saya ada di posisi yang dinyanyikan, bukan yang menyanyikan. Singkat cerita, saya lulus setelah enam setengah tahun kuliah.
Nah, berkaca dari peristiwa itu, saya harus yakin suatu saat saya akan mbojo, meskipun sampai sekarang saya masih saja dalam posisi bernyanyi untuk orang mbojo.
Kalau
ditanya pekerjaan utama saya yang mana, saya ndak tau. Saya
bimbang dan ragu. Dua-duanya sama-sama penting. Dua-duanya merupakan tiang utama
penyangga perekonomian saya. Meminta saya memilih antara keduanya sama saja
seperti meminta saya menentukan pilihan antara babang tamvan Andhika atau Yanglek. Dilematis. Oleh karena itu, sebisa mungkin saya jalani keduanya dengan
baik. Bukan hal yang mudah, sebab mempunyai dua pekerjaan dalam satu siklus
hidup benar-benar menyita waktu saya. Tapi saya cukup enjoy.
Saya enjoy menjalaninya,
tapi bukan berarti setiap saat merasa seperti itu.
Banyak orang memandang punya dua pekerjaan berarti mempunyai pendapatan yang lebih padahal ya ndak mesti. Rezekinya tetep pasang surut kok. Kadang saya juga merasakan jadi kaum jelata.
Adakalanya situasi juga menjadi menyebalkan ketika makhluk hidup di sekitar saya tidak bisa memisahkan antara pekerjaan saya yang satu dengan yang lain. Yha mosok di kantor, ketika lewat ruang produksi, karyawan produksi berteriak dan catcalling saya dengan teriakan wagu jegu macem "Serrrrr, masih bersamaaaa Seraaaaaa".
Ndak enak didenger dan ndak etis, padahal yha saya kan nggak cuma nyanyi dangdut. Awalnya malah saya total nyanyi pop, tapi karena sering dapat permintaan lagu dangdut, akhirnya saya belajar.
Banyak orang memandang punya dua pekerjaan berarti mempunyai pendapatan yang lebih padahal ya ndak mesti. Rezekinya tetep pasang surut kok. Kadang saya juga merasakan jadi kaum jelata.
Adakalanya situasi juga menjadi menyebalkan ketika makhluk hidup di sekitar saya tidak bisa memisahkan antara pekerjaan saya yang satu dengan yang lain. Yha mosok di kantor, ketika lewat ruang produksi, karyawan produksi berteriak dan catcalling saya dengan teriakan wagu jegu macem "Serrrrr, masih bersamaaaa Seraaaaaa".
Ndak enak didenger dan ndak etis, padahal yha saya kan nggak cuma nyanyi dangdut. Awalnya malah saya total nyanyi pop, tapi karena sering dapat permintaan lagu dangdut, akhirnya saya belajar.
Coba
bayangkan, ketika saya lagi serius meeting penting di kantor,
rekan kerja saya yang lagi meeting bareng bukannya mendengarkan
materi yang saya sampaikan, malah membayangkan saya menyanyi lagu Jaran Goyang
sambil pakai baju macan.
Harusnya catcalling sekalian sawer yah hahahaa
BalasHapusSawer nafkah lahir batin ya?
HapusTetep semangat, bersyukur msh dikasih sehat buat cari rizqi,
BalasHapusSemoga disegerakan jodohnya, aamiin.
Abaikan orang"yg nyiyir. Hehe
Netijen yang budiman
HapusMeskipun msh single jd wedding singer, itu berat , kamu gak akan kuat! Biar mbak hana saja.haha
BalasHapusYa. Tentu saja saya kuat. Meski bukan wonderwoman, saya adalah superdede.
HapusJadi inget, dulu pas review twc inez, ka arum bilang dia suka banget samaa sinden. Hmmmm ini bisa dianalisis buat jadi bahan skripsi dengan feminisme atau sebagai ftv hidayah yang endingnya kalo ga diamputasi, ya mati.
BalasHapusEh eh. Bentar. Enggg.. Nganu. Yang mati atau diamputasi bukan sindennya kan yha?
HapusSuka nggak paham sama cowok yang hobi catcalling. Nggak mikir apa ya kalau misal anak istri mereka digituin. Kok kelihatan ndeso sekali.
BalasHapusBtw,
Ayo manggung bareng Mbak Sera yang memperkenalkan diri sebagai Hana. Tapi aku yang nerima saweran yhua 👌
Sekadar info serius, belakangan ini ada sebuah pekerjaan namanya "anak panggung". Yha itu, menungsa yang kerjaannya mungutin saweran yang berceceran. Kalo lagi gada saweran, dia jogetan disamping tukang kendang.
HapusSepertinya kau tertarik menjadi anak panggung...
HapusIya, saya jg ga ngerti knp harus cat calling apalagi yg pake: pppssttt..pppssttt..
HapusIngin rasanya nodongin pistol ke muka cowo2 yg manggil begitu..
*sungguh emosi
Apalagi klo biduanita dangdut terutama ya, lbh rendah lg kasta cat calling nya plus di tambah pelecehan..
Mgkn bisa bawa pepper spray mbaknya klo lg manggung, klo di grepe, spray aja smbl tetap nyanyi..
Ahahaha
(Pernah liat biduanita lg manggung, trus di lecehkan, di teriaki yg vulgar2, tp doi wanita gagah perkasa & profesional, asik aja terus nyanyi)
Yha mbak. Saya superdede, akan selalu kuat menghadapi cobaan.
HapusJadi ini catcalling yg bikin emosi selama 3 hari 3 malem...seeraaaa
BalasHapusYasudhaa...yang sabar. Mbesok kalo pas km nikah wedding singernya kasih molotov yha. Haha
Aku emosinya sepanjang taun je, gak cuma 3 hari 3 malem.
HapusSemangat yo mba hanna ,,
BalasHapusIyaa makasih mba Andini..
HapusMenilai sebuah profesi, menikmati sebuah profesi.
BalasHapusYes, mas mbak yang ingin dikenal dengan nama Anonim 😀
Hapus