Apakah rakyat Besok Siang sudah tahu kalau saya kembali menetap di Jogja? Jadi sekarang Besok Siang resmi sudah bermarkas di Jogja. Tidak bingung lagi kalau ditanya antara Jogja dan Jakarta. Tulisan kepulangan saya yang mengharu biru dan kemayu sudah terbit di blog sebelah. Di sini jatahnya tulisan yang unfaedah dan kemasu saja.
Saya selalu suka sama suasana dan ritme hidup di Jogja. Selow dan bikin awet muda. Tapi secinta-cintanya saya dengan ritme Jogja, saya tetap harus beradaptasi lagi, karena sudah 5 tahun saya terpapar kerasnya ibukota. Saya masih belum bisa memperkirakan waktu di sini. Kalau janjian sama orang, saya selalu datang kecepeten. Saya lupa kalau jarak Jogja dari ujung ke ujung itu hanya sepelemparan semphak teles saja. Dan saya juga lupa kalau janjian sama orang Jogja jam 7 itu, ya artinya jam 7 otw mandi dulu tungguin ya bosque!
Lusa kemarin, saya diajak bapak mertua saja makan ke suatu rumah makan Padang di Jakal bawah. Bapak mertua saya memang suka sekali dengan masakan rumah makan Padang yang gerainya tersebar di seluruh Indonesia itu. Suami saya juga suka, ketularan bapaknya sepertinya. Jadi sewaktu di Jakarta, kami juga lumayan sering makan di rumah makan Padang tersebut. Tapi kami selalu pesan nasi dan lauk yang sudah diramesin. Karena kalau ditata-tata di meja begitu, kami takut kalap.
Rumah makan Padang yang kami datangi itu kebetulan sedang sepi. Cuma ada dua orang pengunjung lagi selain kami. Nah, kami dilayani oleh seorang mbak-mbak, cantik sih, tapi... ah sudahlah baca saja sampai habis. Suami saya duluan yang pertama pesan, dan saya tidak memperhatikan karena masih menemani Bapak berjalan pelan-pelan. Pas saya sampai, suami saya mesam-mesem sembari melihat saya dan Bapak yang hendak memesan. Saya sudah curiga. Ada yang membuat suami saya lebih tertarik mengamati ketimbang segera makan nasi Padang cinta sejatinya itu. Wah ada apa ini?
Si mbak-mbak cantik pegawai rumah makan Padang dengan sigap mengambilkan sepiring nasi lengkap dengan sayur nangka, daun singkong, dan sambel ijo. Lalu bapak meminta iso. Mbaknya hanya mematung sambil melihat kami. Bapak mengulang, "Sama iso."
Mbaknya lalu mengambil lap dan mulai mengelap-elap meja prasmanan, piring, dan apa saja yang di dekatnya. Saya kan jadi bingung, "Mbak, itu makanannya bagaimana?"
Mbaknya memandang ke arah saya, "Lauknya apa?"
"Iso, Mbak." Jawab saya.
"Apa?"
"Iso."
Mbaknya mengalihkan pandangan, dan menata-nata piring prasmanan tanpa terlihat sedikitpun ada niat mengambilkan pesanan Bapak.
"Mbak, itu makanannya bagaimana?" Tanya saya lagi.
"Iya, Mbaaaakkk. Mau pakai apa?" Mbaknya balik bertanya dengan muka seolah-olah kesal.
Bapak menyahut dengan suara keras, "ISO!!"
Mbaknya lalu menyapukan pandangan kemana-mana, "Waahh nggak ada tuuhhh.."
Lalu Bapak menunjuk salah satu piring, "Itu lho, Mbak. Iso!"
"Oh..usus!"
.....
Bhaik, mbak. Terserah kamu. Orang cantik mah konon katanya bebas.
Lalu mbaknya mengambil satu piring kecil usus dan SATU BABAT.
Lalu bapak bilang, "Tolong iso-nya diiris kecil-kecil ya, Mbak."
"Ususnya, Mbak, maksudnya. Tolong ususnya diiris ya." Saya mencoba memperjelas.
Lalu mbaknya mengambil selembar Babat dan mengiris kecil-kecil. Setelah selesai babat teriris sempurna, mbaknya mendongak ke arah saya, "Ususnya juga diiris-iris?"
"Ya kan memang dari tadi pesannya hanya usus."
Lalu mbaknya menunduk lagi dan mengiris-iris usus. Setelah selesai, mbaknya menyerahkan piring babat dan usus kepada kami.
"USUS SAJA. TIDAK ADA YANG PESAN BABAT!" Saya mengembalikan piring babat sambil emosi.
Lalu saya memesan, "Ya sudah, Mbak. Saya nasinya setengah dan tidak pakai sayur nangka!"
Mbaknya dengan kecepatan cahaya mengambilkan satu porsi nasi lalu diguyur sayur nangka.
"Mbak, nasinya itu setengah saja!"
Tapi karena nasinya terlanjur diguyur sayur nangka, jadi mbaknya mengambilkan lagi setengah porsi nasi yang baru, LALU LANGSUNG DIGUYUR SAYUR NANGKA, lagi-lagi dengan kecepatan cahaya sehingga saya tidak sempat mencegah.
"Mbak, saya kan sudah bilang tidak pakai sayur nangka."
Lalu mbaknya mengambilkan nasi SATU PORSI.
"Setengah porsi saja nasinya."
Lalu mbaknya mengembalikan setengah porsi nasi ke dalam termos nasi.
"Pakai daun singkong, sambel ijo, dan rendang ya."
Mbaknya kemudian mengambilkan pesanan saya. Lalu waktu sampai ke baskom rendang, dia bertanya, "Rendangnya berapa?"
"Ya satu saja!"
Lalu mbaknya mengambilkan DUA potong rendang.
Saya segera memejamkan mata dan bermeditasi. Tarik nafas panjang, lalu hembuskan perlahan. Lalu setelah pikiran dan hati saya dipenuhi kedamaian dan rasa ingin mengasihi sesama, saya membuka mata kembali kepada dunia. Dan melihat sepiring nasi Padang tersaji di hadapan saya, sudah lengkap bersama dengan dua potong rendang dan DIGUYUR SAYUR NANGKA.
"MASYAALLAH MBAK SAYA ITU KOK SUSAH SEKALI YA CUMA MAU MEMESAN SAJA DARI TADI? APAKAH MBAKNYA ITU TIDAK DENGAR? APAKAH SUARA SAYA KURANG KERAS? SAYA HARUS BAGAIMANA MBAK, SUPAYA BISA DILAYANI SESUAI DENGAN YANG SAYA INGINKAN? APAKAH SAYA HARUS MENIKAH DENGAN OWNER RUMAH MAKAN PADANG INI AGAR BISA MENGAMBIL NASI BESERTA LAUK PAUKNYA SENDIRI?"
Singkat cerita, dengan perjuangan dan air mata, saya akhirnya berhasil mendapatkan setengah porsi nasi tanpa sayur nangka, dengan daun singkong, sambel lombok ijo, dan sepotong rendang. Saat makan kami lalui dengan aman sentosa,
Lalu setelah selesai makan, saya pun membayar. Di mobil, suami saya bilang, "Wah murah sekali. Di Jakarta harga segitu untuk makan berdua saja, padahal merek warung dan rasanya sama. Di sini sudah bisa makan bertiga!"
"YHA TERANG SAJA MURAH WONG MBAKNYA ANU!"
Tambahan:
Awalnya saya pun sempat berpikir begini. Keterbatasan soal pendengaran lebih tepatnya. Karena saya sendiripun juga punya keterbatasan tersebut, telinga kanan saya tuli. Saya hanya bisa mendengar lewat telinga kiri. Tapi setelah diamati, mbaknya ini dengar kok. Jadi dia itu sempat meralat, nasi separo, tidak pakai sayur nangka. Tapi beberapa saat kemudian dia lupa, ambil nasinya full lagi, lalu disoki sayur nangka lagi. Ngobrol dengan temannya sesama server pun ya normal saja.
Yha mungkin keterbatasannya bukan di pendengaran. Saya pun mencoba maklum saja, tidak yang marah-marah dan komplain heboh ala orang Jakarta kagol begitu. Hanya ingin menceritakan ulang karena kalau dipikirkan ulang kok menarik juga daripada postingannya kosong :)).
Tambahan:
Awalnya saya pun sempat berpikir begini. Keterbatasan soal pendengaran lebih tepatnya. Karena saya sendiripun juga punya keterbatasan tersebut, telinga kanan saya tuli. Saya hanya bisa mendengar lewat telinga kiri. Tapi setelah diamati, mbaknya ini dengar kok. Jadi dia itu sempat meralat, nasi separo, tidak pakai sayur nangka. Tapi beberapa saat kemudian dia lupa, ambil nasinya full lagi, lalu disoki sayur nangka lagi. Ngobrol dengan temannya sesama server pun ya normal saja.
Yha mungkin keterbatasannya bukan di pendengaran. Saya pun mencoba maklum saja, tidak yang marah-marah dan komplain heboh ala orang Jakarta kagol begitu. Hanya ingin menceritakan ulang karena kalau dipikirkan ulang kok menarik juga daripada postingannya kosong :)).
Sak no ses
BalasHapusSak no aku po mbake po mukidi?
Hapushihihi...cuman baca ceritanya kakak arum saja, saya ikutan kesal. langsung ingat peraturan "orang cantik mah bebas" mau lemot,tulalit,atau ngeselin yang penting syantik ������
BalasHapusYha betul. Dek Arum juga bebas!
HapusDEK MON ANU TAPI TIDAK MURAH.
BalasHapusMASA TYDA MURAH?
HapusMungkin Mbak nya ada 'keterbatasan' :(
BalasHapusTapi ya mangkelno se sis ��
Iya mungkin ya, sis.. Kurang tau tapi keterbatasan apa.
HapusSungguh menguji kesabaran yah si mbak cantik tuhhh... Hahahha
BalasHapusLebih baik dilayani oleh yang tidak cantik tapi tidak hah hoh :(
HapusYa ampun ngeselin mbak. Pernah tuh aku, beli makanan padang deket kampus. Maghrib baru pulang, kan cape.Pesen nasi ayam sama telor. Eh si mbaknya nanya:"ini buat siapa mbak?"
BalasHapus"Buat saya"
"Ih banyak banget makannya. Gendut lo."
Arghhhh. Abis itu ga pernah beli ke situ lagi.
Wah DIBAKAR SAJA ITU WARUNG NASI PADANGNYA!
HapusEh ini beneran mba? Sengeselin itu? Sampai kudu diulang2? Apakah mbaknya belum ngopi hari itu, jadi kurang fokus? Atau mungkin stok Aqua lagi langka di Jogja dan dia kehabisan last stock?
BalasHapusAda-ada aja ��
Btw aku ga tau kalo iso itu artinya usus, kalau jd mbaknya mgkn ya bakal nanya iso apaan drpd jd drama hahah
Kejadian sesungguhnya lebih panjang dan ngeselin sis!
HapusYha kamu kan bukan tukang nasi padang jadi tidak butuh pengetahuan mengenai nama lain usus!
aku baru tahu kalau iso tu artinya usus, kalau aku drpd salah ngambil mending bertanya lebih jelas, iso tu apa ya mbak? drpd bekerja secepat kilat tp hasilnya ga oke, krn aku tipe org yg senang berproses drpd melihat hasil :)
BalasHapusYha kamu kan bukan tukang nasi padang, sis. jadi tidak butuh pengetahuan mengenai nama lain usus. Yha betul. Tidak perlu lah mengambilkan nasi dengan kecepatan cahaya tapi jadinya malah warungnya berugi karena buang-buang nasi dan kuah sayur nagka.
HapusBanyakin cerita begini mbak, saya seneng ngetawainnya, jadi lupa masalah sendiri ��
BalasHapusSaya juga pernah ketemu server yang hah hoh, tapi di restoran mie aceh, dan ini mas-mas, tidak cantik pula ��
Wah kamu ini suka sekali menertawakan aku.
HapusSudah hah hoh. Tida canty pula. Tsk..
Mbak Arum, kenapa pesen nasi setengah porsi? kenapa? kenapa?!
BalasHapusKarena sudah (( tua )) sebaiknya mengurangi porsi karbohidrat dan lemak tyda sehat agar tetap lincah.
HapusPermisi mba Arum, numpang ketawa,,,
BalasHapusIyuhh bole taw ga merk rumah makan Padangnya? supaya ga usah kesana gitu
Salam dari Bali
Jangan dong. Tetap kesana saja makanannya ena. Mungkin mbaknya lagi diputusin pacarnya waktu itu :))
HapusDi sini saya ingin mengatai 'guoblok' gitu. sy juga sering nemuin orang yg kyk gini nih, pesen nya apa di kasih nya apa. ndableg gitu loh.
BalasHapusIya lebih ke ndableg begitu initu
Hapus