Saya cukup sering mendapat pertanyaan seperti itu dari teman saya, teman-yang-nggak-deket-deket-amat. Biasanya, jika konteksnya nggak lagi ngobrolin agama dan mak jegagik tanya begitu, saya nggak langsung menjawab, saya bakal balik bertanya, "Kenapa memang?" Setelah saya balik tanya, kebanyakan dari mereka menjawab, "Nggak apa kok, cuma tanya."
((( C U M A T A N Y A )))
Kalau C U M A T A N Y A, mbok iya o mending tanya "Dek Mon udah e'ek?" atau "Dek Mon kalau tidur sambil njengking atau kayang?" Toh sama-sama pertanyaan yang C U M A T A N Y A. Bedanya adalah dua pertanyaan tersebut akan saya jawab dengan senang hati, "Hari ini Dek Mon e'ek-nya lantjar, bentuknya juga aestetik 👌" atau "Dek Mon kalau bobok sambil terbang karena Dek Mon sedang mempelajari ilmu kanuragan yang sudah diajarkan oleh Kangmas Arya Kamandanu."
Mungkin, jawaban C U M A T A N Y A dilontarkan karena tahu bahwa saya enggan menjawab dan nggak nyaman dengan pertanyaan mereka, terus bingung mau gimana karena merasa ada yang salah, terus..... C U M A T A N Y A.
Sumber: www.kumparan.com |
YHA.
Nggak sedikit pula yang nggak peka atau saking pekewuh-nya sehingga malah berlanjut, "Katolik sama Kristen itu beda ya?" Ini saya bingung deh. Apa cuma SD saya yang ngajarin muridnya bahwa di Indonesia ada 5 agama? Islam, Katolik, Kristen, Hindu, dan Budha. Kalau Katolik dan Kristen sama, jumlahnya ada 4 agama yawlaaaa..
Mungkin hanya lupa.
Mungkin bingung juga mau melanjutkan apa.
Mungkin mereka hanya butuh piknik ke Gili.
Tydac boleh suudzon.
Okhe.
Bagi saya, hal semacam ini termasuk pengetahuan dasar yang erat kaitannya dengan kehidupan bermasyarakat dan sudah diajarkan sejak saya njengking di bangku sekolah dasar. Bukan semacam perhitungan persamaan integral yang saking susahnya sampai lebih baik dilupakan saja. Sama seperti mantan yang mungkin saking bangsatnya sampai lebih baik diterbangkan saja agar hinggap di atas tai kebo.
Bagi saya, pertanyaan SARA semacam "Agamamu apa?" atau "Kamu Katolik apa Kristen?" masuk ke dalam kategori pertanyaan yang nggak perlu ditanyakan walaupun hanya sekedar untuk basa-basi. Kecuali kalian Pak/Bu RT yang emang disuruh mendata warga yeeee.. Ya, kali mau didata malah jawab, "Kenapa tanya begitu?" Itu nyolot woi, nyolot. Atau memang ada alasan khusus yang benar-benar khusus sehingga harus banget tanya agama.
Mungkin hanya lupa.
Mungkin bingung juga mau melanjutkan apa.
Mungkin mereka hanya butuh piknik ke Gili.
Tydac boleh suudzon.
Okhe.
Bagi saya, hal semacam ini termasuk pengetahuan dasar yang erat kaitannya dengan kehidupan bermasyarakat dan sudah diajarkan sejak saya njengking di bangku sekolah dasar. Bukan semacam perhitungan persamaan integral yang saking susahnya sampai lebih baik dilupakan saja. Sama seperti mantan yang mungkin saking bangsatnya sampai lebih baik diterbangkan saja agar hinggap di atas tai kebo.
Bagi saya, pertanyaan SARA semacam "Agamamu apa?" atau "Kamu Katolik apa Kristen?" masuk ke dalam kategori pertanyaan yang nggak perlu ditanyakan walaupun hanya sekedar untuk basa-basi. Kecuali kalian Pak/Bu RT yang emang disuruh mendata warga yeeee.. Ya, kali mau didata malah jawab, "Kenapa tanya begitu?" Itu nyolot woi, nyolot. Atau memang ada alasan khusus yang benar-benar khusus sehingga harus banget tanya agama.
Ketika saya dinas ke Jambi, saat break presentasi, saya pernah tiba-tiba ditanya oleh klien, "Maaf, Mbak Monic agamanya apa?" Karena menggunakan kata "maaf" dan dengan nada sopan, saya balik bertanya disertai dengan senyum tiga jari, "Kenapa memangnya, Mbak?" Dan klien tersebut menjawab, "Ini kan sudah waktunya sholat, maksud saya kalau Mbak Monic sholat, biar saya antar ke masjid atau mushola, bareng sama saya."
Nah, kalau jawabannya bukan C U M A T A N Y A kan enak dengernya. Niatnya baik, ingin mengajak beribadah bersama. Berfaedah.
Masih banyak masyarakat Indonesia yang nggak paham bahwa bertanya berkaitan dengan agama seseorang adalah hal yang tydac sopan apalagi kalau tujuannya nggak berfaedah, "hanya ingin tahu" atau bahkan dilakukan saat pertama kali berkenalan. Agama itu privacy, bro dan sist. Kepo deh aaaaah..
Lucunya, ada salah satu Mukidi yang menjadi salah satu orang dari banyak masyarakat Indonesia yang tydac paham bahwa agama adalah privacy seseorang, yaitu Mukidi Koplo. Buat yang belum pernah kenalan dengan Mukidi Koplo, boleh kenalan dulu di blogpost Dek Mon dan The Mukidis. Mukidi Koplo adalah Mukidi paling nganu sejagad Besok Siang. Kalian harus mengenalnya. HARUS!
Alkisah, Mukidi Koplo nge-add Facebook Dek Arum (mungkin karena Dek Arum adalah mutual friend dari Dek Mon), kemudian ngajak kenalan melalui fitur chat di Facebook. Di awal chatting setelah saling sapa, tanpa ba bi bu Mukidi Koplo bertanya kepada Dek Arum, "Kamu Katolik juga?"
Gara-gara pertanyaan tersebut, Dek Arum sampe syedi dan nggak bisa bobok 7 hari 7 malam loh karena seakan-akan Mukidi Koplo tydac mau kenalan dengan Dek Arum kalau Dek Arum bukan Katolik :(
Terus ya, dalam beberapa kali chatting, saya sudah berkali-kali bilang ke Mukidi Koplo kalau saya nggak suka ngobrol bawa-bawa agama (yang konteks-nya bukan diskusi). Tipi, titip iji Mikidi Kipli ngiyil. Bingsit bingit dih.
Mukidi Koplo: Aku mau kenal lebih dalam dengan Dek Mon. Sama-sama Katolik juga.
Dek Mon: Memang kenapa kalau sama-sama Katolik?
Mukidi Koplo: Siapa tahu jodoh. Maksudku kan baik. Kenapa ta galak sama aku?
Rasanya Dek Mon pengen banget jawab, "Daripada jodoh denganmu, lebyh baek Dek Mon hidup selibat menjadi seorang biarawati, Maz."
Lanjot.
Dek Mon: Gak suka aja bawa-bawa agama. Kenalan dan temenan nggak ada hubungannya sama agama.
Mukidi Koplo: Duh, kamu bikin gemesh deh.
Dek Mon: .....................
YAWLAAAAAAAAAA...
Kamu tydac bisa bahasa manusia pa, Mas Mukidi Koplo terzayanggg? Kamu semacam wit gedhang ya? Atau mungkin semacam telo kaspo? Dek Mon tahu kalau Dek Mon ngegemeshin di setiap suasana, tapi mbok iya o dipahami kalau Dek Mon beneran mangkel.
Sebenarnya saya sedikit paham (sedikit saja, tydac usah banyak-banyak) dengan pemikiran Mukidi Koplo. Iya, saya tahu kalau cari pasangan yang seagama itu sulit, terutama bagi yang agamanya adalah agama minoritas. Ditambah lagi jika memang lingkungan sekitar dan tempat bergaulnya adalah lingkungan yang beragam.
Bagi beberapa yomblo ngakik yang beragama minoritas, ketemu lawan jenis yang seagama mungkin adalah suatu anugerah. Sehingga mungkin, MUNGKIN ya, gombalan semacam "seagama" dan "siapa tahu jodoh" bisa membuat yomblo ngakik lainnya berpikir, "Ah, iya! Benar juga! Benar! Benar! Benar!" Ya, memang benar. Tapi, rasah diomongke, coeq. Ndeso. Dan lagi, ya kali karena memang sedang mencari pasangan lalu setiap kenalan dengan lawan jenis bertanya, "Agamamu apa?" Ndeso kuadrat.
Sebentar.
Mas Mukidi Koplo nggak berniat PDKT ke Dek Arum yang sudah punya bojo kan?
Sebenarnya, jika harus banget tahu agama seseorang, ya misalnya memang sedang mencari pasangan yang seagama, bisa banget dilakukan tanpa bertanya langsung. Zaman now ada namanya social media yawlaaaa.. Mbok iya o stalking dolo di social media, kalau pintar pasti kelihatan wis dari social media. Yaqin. Kalau memang nggak punya social media, ya tinggal kepoin aktifitasnya maupun interaksi dengan teman-temannya di dunia nyata. Gampang ta? Mbok jangan bodo-bodo banget jadi wit gedhang.
Sensitifitas setiap orang dalam menanggapi suatu pertanyaan tentu saja beda-beda. Ada yang sensitif ditanya tentang pekerjaan, ada yang sensitif ditanya tentang berat badan, ada yang sensitif ditanya tentang ukuran beha, ada yang sensitif ditanyain "Kaaaakk.. pakai lipstick apa, Kak?", dan masih banyak hal lainnya. Jadi, ketika kita mengobrol dengan manusia, kita memang harus lebih peka. Peka, bukan pekok.
Sebenarnya mengambil hati Dek Mon itu gampang loh. Kalau baca Besok Siang, pasti paham banget kalau Dek Mon itu recyeh byanget. Ajak ngobrol SARU aja daripada SARA, dijamin Dek Mon malah bahagia. Ajak diskusi apa faedahnya pentil laki-laki saja bahagia. Ha, malah ngomongin agama.
Jimbit.
Nah, kalau jawabannya bukan C U M A T A N Y A kan enak dengernya. Niatnya baik, ingin mengajak beribadah bersama. Berfaedah.
Masih banyak masyarakat Indonesia yang nggak paham bahwa bertanya berkaitan dengan agama seseorang adalah hal yang tydac sopan apalagi kalau tujuannya nggak berfaedah, "hanya ingin tahu" atau bahkan dilakukan saat pertama kali berkenalan. Agama itu privacy, bro dan sist. Kepo deh aaaaah..
Sumber: www.tiuppeluit.com |
Lucunya, ada salah satu Mukidi yang menjadi salah satu orang dari banyak masyarakat Indonesia yang tydac paham bahwa agama adalah privacy seseorang, yaitu Mukidi Koplo. Buat yang belum pernah kenalan dengan Mukidi Koplo, boleh kenalan dulu di blogpost Dek Mon dan The Mukidis. Mukidi Koplo adalah Mukidi paling nganu sejagad Besok Siang. Kalian harus mengenalnya. HARUS!
Alkisah, Mukidi Koplo nge-add Facebook Dek Arum (mungkin karena Dek Arum adalah mutual friend dari Dek Mon), kemudian ngajak kenalan melalui fitur chat di Facebook. Di awal chatting setelah saling sapa, tanpa ba bi bu Mukidi Koplo bertanya kepada Dek Arum, "Kamu Katolik juga?"
Gara-gara pertanyaan tersebut, Dek Arum sampe syedi dan nggak bisa bobok 7 hari 7 malam loh karena seakan-akan Mukidi Koplo tydac mau kenalan dengan Dek Arum kalau Dek Arum bukan Katolik :(
Terus ya, dalam beberapa kali chatting, saya sudah berkali-kali bilang ke Mukidi Koplo kalau saya nggak suka ngobrol bawa-bawa agama (yang konteks-nya bukan diskusi). Tipi, titip iji Mikidi Kipli ngiyil. Bingsit bingit dih.
Sumber: www.memes.com |
Mukidi Koplo: Aku mau kenal lebih dalam dengan Dek Mon. Sama-sama Katolik juga.
Dek Mon: Memang kenapa kalau sama-sama Katolik?
Mukidi Koplo: Siapa tahu jodoh. Maksudku kan baik. Kenapa ta galak sama aku?
Rasanya Dek Mon pengen banget jawab, "Daripada jodoh denganmu, lebyh baek Dek Mon hidup selibat menjadi seorang biarawati, Maz."
Lanjot.
Dek Mon: Gak suka aja bawa-bawa agama. Kenalan dan temenan nggak ada hubungannya sama agama.
Mukidi Koplo: Duh, kamu bikin gemesh deh.
Dek Mon: .....................
YAWLAAAAAAAAAA...
Kamu tydac bisa bahasa manusia pa, Mas Mukidi Koplo terzayanggg? Kamu semacam wit gedhang ya? Atau mungkin semacam telo kaspo? Dek Mon tahu kalau Dek Mon ngegemeshin di setiap suasana, tapi mbok iya o dipahami kalau Dek Mon beneran mangkel.
Sebenarnya saya sedikit paham (sedikit saja, tydac usah banyak-banyak) dengan pemikiran Mukidi Koplo. Iya, saya tahu kalau cari pasangan yang seagama itu sulit, terutama bagi yang agamanya adalah agama minoritas. Ditambah lagi jika memang lingkungan sekitar dan tempat bergaulnya adalah lingkungan yang beragam.
Bagi beberapa yomblo ngakik yang beragama minoritas, ketemu lawan jenis yang seagama mungkin adalah suatu anugerah. Sehingga mungkin, MUNGKIN ya, gombalan semacam "seagama" dan "siapa tahu jodoh" bisa membuat yomblo ngakik lainnya berpikir, "Ah, iya! Benar juga! Benar! Benar! Benar!" Ya, memang benar. Tapi, rasah diomongke, coeq. Ndeso. Dan lagi, ya kali karena memang sedang mencari pasangan lalu setiap kenalan dengan lawan jenis bertanya, "Agamamu apa?" Ndeso kuadrat.
Sebentar.
Mas Mukidi Koplo nggak berniat PDKT ke Dek Arum yang sudah punya bojo kan?
Sumber: www.nasional.republika.co.id |
Sebenarnya, jika harus banget tahu agama seseorang, ya misalnya memang sedang mencari pasangan yang seagama, bisa banget dilakukan tanpa bertanya langsung. Zaman now ada namanya social media yawlaaaa.. Mbok iya o stalking dolo di social media, kalau pintar pasti kelihatan wis dari social media. Yaqin. Kalau memang nggak punya social media, ya tinggal kepoin aktifitasnya maupun interaksi dengan teman-temannya di dunia nyata. Gampang ta? Mbok jangan bodo-bodo banget jadi wit gedhang.
Sensitifitas setiap orang dalam menanggapi suatu pertanyaan tentu saja beda-beda. Ada yang sensitif ditanya tentang pekerjaan, ada yang sensitif ditanya tentang berat badan, ada yang sensitif ditanya tentang ukuran beha, ada yang sensitif ditanyain "Kaaaakk.. pakai lipstick apa, Kak?", dan masih banyak hal lainnya. Jadi, ketika kita mengobrol dengan manusia, kita memang harus lebih peka. Peka, bukan pekok.
Sebenarnya mengambil hati Dek Mon itu gampang loh. Kalau baca Besok Siang, pasti paham banget kalau Dek Mon itu recyeh byanget. Ajak ngobrol SARU aja daripada SARA, dijamin Dek Mon malah bahagia. Ajak diskusi apa faedahnya pentil laki-laki saja bahagia. Ha, malah ngomongin agama.
Jimbit.
UPDATE:
Berdasarkan UU, agama yang diakui oleh negara ada 6, eaaaaa.. Jadinya ada Islam, Katolik, Kristen, Hindu, Budha, dan Konghucu. Hatur nuhun bagi rakyat yang mengingatkan 👌
paragraf terakhir+gambar terahkir, sungguh berkualitas...👍👍👍
BalasHapuskebetulan pake jilbab jadi ngga pernah dapet pertanyaan kaya gitu. kalo ada yang tanya paling tak suruh periksa mata....
Apakah khu harus pakai jilbab juga agar tydac ditanya-tanya seperti itu lagi?
HapusDek Mon ingin memanggul salib dan memakai mahkota duri ke mana2 🐤🐤🐤
HapusNyahahaha.... aku ngetawain skrinsutan. Jadi jimbit kidi dicikir ti biir ginirisinya gik bidih bidih din siri 😂
BalasHapusHi'ih, bitil sikili! Mingkin pirimpi'in pinyi kiryi pirli bikin wirkship cikir jimbit 👌👈
HapusSiyip ninggi dik min nikih sik. Bin didi pimbiciri
HapusKhak kemarin ke Jambi kok gak Preskon? Jarang2 Jambi didatangin artis😍
BalasHapusJustru itu!! Nanti Dek Mon lelah dimintain tanda tangan sama rakyat2 di Jambi 😌
HapusKhak. Kalo gak salah agama yang diakui di Indonesia ada 6 deh. Konghucu juga sudah diakui. Mbok merasa dianaktirikan, gak disebut.
BalasHapusSudah Dek Mon update, Khak. Hatur nuhun sudah diingatkan helllooohhh.. Sun duluk! 😘
HapusKak Mooooon kapan kita ngopi ngopi sambil rasan rasan lagiiii.
BalasHapusBaca ini aku membayangkan kamu ngomong live lhoooo
Ekspresi berceritaku memang tydac tergantikan! 👌👈
HapusBulan depan yyuuukkk diagendakan!
Aku mingdep ke luar pulauuu, wkwkwkwk
Wit Gedhang... I kenoottt 😂😂😂😂😂
BalasHapusHalo, umbi2an 👋
HapusTapi mbak Mon, kalau dia menganggap agamanya privasi,kenapa ditulis disosmed ? Kalo dia disuruh nyari disosmed berarti keterangan agamanya ada disosmed mba,berarti sudah tidak privasi lagi dong ? Gimana ntuh mba ?
BalasHapusKamu itu sebenarnya ngomongin siapa?
Hapus