"Bro, kamu yakin mau nikah sama Lastri?" tanya Faisal kepada Bangkit suatu sore di sebuah warung kopi.
"Yakinlah, masa iya nggak yakin. Kenapa? Apa gara-gara Lastri itu janda?" Bangkit balik bertanya kepada Faisal.
"Bukan gitu, bro. Aku sih nggak peduli Lastri mau janda atau bukan, itu terserah kamu. Tapi masalahnya kamu baru kenal Lastri 4 bulan. Lah, kok sekarang udah mau nikah aja. Kamu tahu kan gosip mengerikan yang beredar tentang Lastri?"
"Itu kan cuma gosip nggapleki. Aku nggak percaya sama hal-hal seperti itu," jawab Bangkit dengan enteng sembari menyeruput segelas Kopi Gayo.
"Tapi, gimana kalau memang gosip itu benar? Gimana kalau itu semua bukan sekedar mitos? Jujur aja nih ya, bro. Waktu pertama kali aku ketemu sama Lastri, aku berasa ada yang aneh. Entah apa. Auranya beda."
Bangkit terdiam sejenak. "Mitos ya, mitos. Nggak ada yang tahu benar atau tidak. Kamu cuma kemakan omongan orang," jawab Bangkit.
"Tapi, bro.. Ciri-ciri Lastri itu memang mir..."
"Wis, cukup. Masa lalu nggak perlu diungkit-ungkit lagi. Aku pergi dulu, masih harus fitting baju buat resepsi." Bangkit memotong kalimat Faisal sembari meghabiskan kopinya, kemudian beranjak dari kursinya.
***
Kala itu pukul 22.30 WIB, suasana angkringan di salah satu sudut Yogyakarta tidak seramai biasanya, hanya ada sepasang laki-laki dan perempuan serta pemilik angkringan. Malam itu, hujan rintik-rintik memaksa keduanya untuk bertahan cukup lama di angkringan.
"Memang sering makan di angkringan sini, Mbak?" tanya laki-laki itu.
Hanya keheningan yang menjawab.
"Haloooo, Mbak?" Laki-laki itu menjentikkan jari di dekat wajah perempuan yang diajaknya bicara.
"Mas-nya ngomong sama saya?" Perempuan tersebut terkesiap.
"Loh, laiya tah. Memangnya di sini yang bisa dipanggil "mbak" selain kamu siapa?" tanya laki-laki itu sambil tertawa.
Perempuan itu tersenyum manis. "Maaf, Mas. Tadi saya takut GR, makanya nggak saya jawab," jawab perempuan itu dengan lugu.
"Bangkit." Laki-laki itu mengulurkan tangannya kepada perempuan yang duduk di sampingnya.
"Saya Lastri," jawab Lastri sambil tersenyum dan menatap mata Bangkit. Bangkit pun menjadi sedikit salah tingkah.
Bangkit dan Lastri terdiam. Suara air hujan terdengar mengalun indah, aroma tanah yang basah serta suasana angkringan yang temaram menambah syahdu suasana.
"Ehem!" Bangkit berdehem untuk memecah keheningan. "Pertanyaan saya tadi belum dijawab looooh," kata Bangkit dengan sedikit kikuk.
"Oh iya, Mas. Hehehehehe, maaf. Iya, saya sering makan di sini. Itu si Bapak aja sampai hafal sama saya," kata Lastri sembari menunjuk ke arah pemilik angkringan, Pak Tarno.
"Mbak Lastri ini kan guru SMP, tapi punya minimarket dekat sini, Mas. Makanya tiap malam sebelum pulang dari minimarketnya, sering mampir sini," sambung Pak Tarno.
"Wah wah, masih muda begini ternyata Mbak Lastri ini fokus di dunia pendidikan, bahkan sekaligus pengusaha sukses," Bangkit menatap Lastri dengan penuh kekaguman.
"Mas Bangkit ini sukanya kok ngenyek tah. Cuma minimarket biasa kok," jawab Lastri tersipu-sipu.
"Loh, siapa yang ngenyek ta? Wong saya beneran memuji kok."
Lastri tersipu malu mendapat pujian dari seorang laki-laki muda yang cukup tampan.
"Oh iya, Mas. Hehehehehe, maaf. Iya, saya sering makan di sini. Itu si Bapak aja sampai hafal sama saya," kata Lastri sembari menunjuk ke arah pemilik angkringan, Pak Tarno.
"Mbak Lastri ini kan guru SMP, tapi punya minimarket dekat sini, Mas. Makanya tiap malam sebelum pulang dari minimarketnya, sering mampir sini," sambung Pak Tarno.
"Wah wah, masih muda begini ternyata Mbak Lastri ini fokus di dunia pendidikan, bahkan sekaligus pengusaha sukses," Bangkit menatap Lastri dengan penuh kekaguman.
"Mas Bangkit ini sukanya kok ngenyek tah. Cuma minimarket biasa kok," jawab Lastri tersipu-sipu.
"Loh, siapa yang ngenyek ta? Wong saya beneran memuji kok."
Lastri tersipu malu mendapat pujian dari seorang laki-laki muda yang cukup tampan.
"Mmmmm.. sepertinya hujan sudah reda. Saya pamit dulu ya, Mas. Pak Tarno, mari.." Lastri melemparkan senyum kepada Bangkit dan Pak Tarno.
"Eh, sebentar. Kamu naik apa?" tanya Bangkit.
"Jalan kaki, Mas."
"Rumah kamu mana? Biar saya antar. Ini sudah malam, bahaya kalau perempuan jalan sendiri."
"Nggak usah, Mas nanti malah merepotkan. Rumah saya dekat kok, sudah biasa jalan kaki sendiri."
"Beneran?"
Lastri menjawab dengan senyuman.
"Ya, sudah. Hati-hati ya. Tapi, lain kali kalau ketemu lagi mau kan saya antar pulang?"
Lastri kembali menjawab dengan senyuman, kemudian berlalu.
"Eh, sebentar. Kamu naik apa?" tanya Bangkit.
"Jalan kaki, Mas."
"Rumah kamu mana? Biar saya antar. Ini sudah malam, bahaya kalau perempuan jalan sendiri."
"Nggak usah, Mas nanti malah merepotkan. Rumah saya dekat kok, sudah biasa jalan kaki sendiri."
"Beneran?"
Lastri menjawab dengan senyuman.
"Ya, sudah. Hati-hati ya. Tapi, lain kali kalau ketemu lagi mau kan saya antar pulang?"
Lastri kembali menjawab dengan senyuman, kemudian berlalu.
Begitulah pertemuan pertama antara Bangkit dengan Lastri. Yogyakarta, kota yang di setiap sudutnya memiliki kisah romantis. Niken Sulastri, biasa dipanggil Lastri, adalah sosok perempuan yang pendiam dan sederhana. Kesederhanaan Lastri telah memikat hati seorang Sasono Bangkit.
***
Tiga hari setelah pertemuan pertama itu...
"Hari ini Lastri ke sini nggak ya, Pak? Katanya sering ke sini, tapi kok dari kemarin nggak ada?" tanya Bangkit kepada Pak Tarno.
"Lastri memang sering makan di sini, Mas. Tapi kan, ya nggak setiap hari. Nggak tentu harinya," jawab Pak Tarno.
"Minimarketnya Lastri yang mana sih, Pak?"
"Kenapa memangnya, Mas?"
"Ya, pengen ketemu aja."
"Di ujung jalan sana sih, Mas. Cuma beberapa puluh meter dari sini," tunjuk Pak Tarno.
Bangkit menengok ke arah yang ditunjukkan oleh Pak Tarno, "Oh, nggak terlalu jauh."
"Mas, mending Mas Bangkit nggak usah dekat-dekat sama Mbak Lastri," kata Pak Tarno tiba-tiba.
"Ha? Memangnya kenapa, Pak? Anaknya kayaknya baik," tanya Bangkit penasaran.
"Iya, memang dia baik, tapi dia itu janda loh. Janda dua kali," jawab Pak Tarno.
"Cerai?"
"Bukan. Dua suaminya yang dulu meninggal beberapa hari setelah malam pertama."
"Meninggal kenapa?"
"Suaminya yang pertama meninggal tertabrak kereta api, suaminya yang kedua meninggal tertabrak bus. Tapi, menurut desas desus yang beredar sih nggak tertabrak, tapi menabrakkan diri. Bunuh diri, Mas."
"Hah, bunuh diri? Kok bisa? Memang ada masalah apa?" tanya Bangkit, semakin penasaran.
"Nah, itu! Itu yang saya kurang tahu. Beritanya banyak yang simpang siur."
"Nggak dikonfirmasi ke Lastri langsung?"
"Wah, lah ya nggak enak ta, Mas. Masa ya, saya tanya-tanya masalah seperti itu. Lastri itu orangnya pendiam dan jarang ngobrol sama orang-orang. Nggak banyak yang tahu tentang asal-usulnya karena bukan orang asli sini. Di sini pun hidup sendiri tanpa orang tua dan saudara. Tapi, karena anaknya ringan tangan suka membantu warga sekitar, kami jadi nggak terlalu mempermasalahkannya."
Bangkit terdiam.
"Sudah, Mas. Cari yang lain saja. Kalau orang Jawa bilang, Lastri itu perempuan bahu lawean."
"Hah? Apa? Bahu lawean?"
Pak Tarno mengangguk.
***
Di Jawa, terdapat mitos perempuan bahu lawean yang dipercaya sebagai perempuan pembawa sial. Setiap laki-laki yang menikah dengan perempuan bahu lawean akan meninggal dengan mengenaskan. Konon katanya, hal tersebut terjadi karena vagina perempuan tersebut "dijaga" oleh jin jahat sehingga setiap laki-laki yang berhubungan intim dengannya akan dihinggapi oleh jin jahat tersebut.
Perempuan bahu lawean dikatakan memiliki karakter yang pendiam, suka menyendiri, dan memiliki tatapan kosong. Bahkan, ada yang mengatakan bahwa perempuan bahu lawean kebal terhadap segala ilmu hitam seperti santet.
Ciri-ciri perempuan bahu lawean yang beredar di masyarakat pun beraneka ragam, mulai dari perempuan yang memiliki bahu melengkung seperti busur hingga perempuan yang memiliki tompel di bahu sebelah kiri.
***
"Memangnya Lastri punya tompel di bahunya?"
"Kalau masalah itu, saya juga kurang tahu, Mas. Lah wong Lastri selalu pakai baju berlengan," jawab Pak Tarno.
"Hmmmmm.. bahunya juga nggak melengkung seperti busur, biasa saja," gumam Bangkit.
"Sudah, Mas. Walaupun perempuan bahu lawean hanya mitos, mendingan nggak usah ambil resiko. Kayak nggak ada perempuan lain ta, Mas. Wong sampeyan ki ya, nggantheng kok."
"Hahahaha, terlanjur kesengsem, Pak!"
***
Bangkit tidak pernah menganggap serius apa yang dikatakan oleh Pak Tarno. Justru cerita dari Pak Tarno semakin membuat Bangkit berhasrat untuk mendekati Lastri. Pertemuan demi pertemuan dilakukan, semakin hari Bangkit semakin terpikat dengan keluguan dan kebaikan Lastri. Di sisi lain, Lastri juga tidak pernah menolak ketika didekati oleh Bangkit.
"Dik Lastri, Dik Lastri mau menikah denganku?" tanya Bangkit suatu hari.
"Hah? Menikah?" tanya Lastri dengan ekspresi tidak percaya.
"Iya, menikah. Kita menikah."
"Mas Bangkit tahu kan kalau aku ini janda? Mas Bangkit juga tahu kan kalau orang-orang menyebutku perempuan bahu lawean, pembawa sial?"
"Iya, tahu. Aku nggak peduli dengan statusmu. Orang tuaku juga sudah menyerahkan segala keputusan di tanganku. Dan masalah perempuan bahu lawean, ah itu hanya mitos."
"Tapi, Mas. Aku punya masa lalu yang..."
Bangkit meraih tangan Lastri, "Dik Lastri, semua orang punya masa lalu dan aku nggak peduli masa lalumu seperti apa karena kamu adalah masa depanku. Aku menerima kamu apa adanya, Dik."
Lastri terdiam beberapa saat, kemudian tersenyum, menatap mata, serta menggenggam tangan Bangkit, "Baiklah kalau memang Mas Bangkit mau menerima Lastri apa adanya."
"Yeeeessss!!!" Bangkit memeluk Lastri erat-erat. Entah kenapa pada saat itu ada perasaan tidak enak yang menyeruak, namun diabaikan oleh Bangkit.
***
Saat malam pertama..
"Mas, Mas Bangkit mau mainnya malam ini?" tanya Lastri.
"Iya, dong, Dik. Kan sudah sah," kata Bangkit sembari mengelus rambut Lastri.
Lastri tersenyum dan mengelus lembut tengkuk Bangkit, "Tunggu sebentar ya, Mas. Aku ganti baju dulu."
Bangkit menjawab dengan senyuman dan anggukan.
"Mmmmm.. Mas Bangkit mau aku pakai underwear seperti apa?"
"Terserah Dik Lastri saja. Toh nanti juga aku copot," Bangkit tersenyum nakal.
"Mas Bangkit nakal ah." Lastri mencubit pinggang suaminya dengan gemas.
Beberapa saat kemudian, Lastri keluar dari kamar mandi dengan mengenakan underwear berenda warna hitam dan hanya dilapisi sehelai kemeja putih panjang. Lastri menghampiri Bangkit dan naik ke atas ranjang, duduk di samping Bangkit. Bangkit meraih pinggang istrinya dan mencium bibir istrinya.
Bangkit menyentuh pipi Lastri dengan kedua tangannya, kemudian menjauhkan bibirnya perlahan dari bibir Lastri. Bangkit memandangi wajah istrinya, kemudian membaringkannya, melepas kancing baju Lastri satu per satu. Bangkit menyentuh bahu Lastri, melihat apakah ada tompel di bahu kirinya. Tidak ada.
Tapi, Bangkit merasakan suatu keganjilan yang lain pada Lastri hingga kemudian, "Hmmmm.. Dik Lastri......."
Beberapa saat kemudian, Lastri keluar dari kamar mandi dengan mengenakan underwear berenda warna hitam dan hanya dilapisi sehelai kemeja putih panjang. Lastri menghampiri Bangkit dan naik ke atas ranjang, duduk di samping Bangkit. Bangkit meraih pinggang istrinya dan mencium bibir istrinya.
Bangkit menyentuh pipi Lastri dengan kedua tangannya, kemudian menjauhkan bibirnya perlahan dari bibir Lastri. Bangkit memandangi wajah istrinya, kemudian membaringkannya, melepas kancing baju Lastri satu per satu. Bangkit menyentuh bahu Lastri, melihat apakah ada tompel di bahu kirinya. Tidak ada.
Tapi, Bangkit merasakan suatu keganjilan yang lain pada Lastri hingga kemudian, "Hmmmm.. Dik Lastri......."
***
"Turut berduka cita ya, Lastri," kata Pak Tarno kepada Lastri.
"Iya, Pak terima kasih," jawab Lastri dengan mata sembab, namun berusaha tersenyum.
"Kasihan ya, sudah tiga kali suaminya meninggal setelah malam pertama," kata salah satu pelayat.
"Iya, ternyata memang perempuan bahu lawean itu ada ya. Hiiii.. ngeri aku." Pelayat yang lain menimpali.
***
"Hihihihihihihi, kamu siapa? Kok tiba-tiba ada di rumahku?"
"Aku bingung mau ke mana, loncat sana loncat sini tanpa arah. Akhirnya malah sampai ke pohon mangga ini."
"Oalah.. kamu pasti pocong baru."
"Iya."
"Siapa namamu?"
"Kamu bisa nggak turun dari pohon? Biar aku nggak perlu lihat ke atas."
"Terserah aku, lahwong ini rumahku, hihihihihihi..."
"Hhhhhhhhhhh.. Orang-orang di pemakaman tadi memanggilku Bangkit. Kamu siapa?"
"Terserah aku, lahwong ini rumahku, hihihihihihi..."
"Hhhhhhhhhhh.. Orang-orang di pemakaman tadi memanggilku Bangkit. Kamu siapa?"
"Orang-orang di daerah ini biasa memanggilku Nurani. Kamu mati kenapa?"
"Bunuh diri setelah malam pertama."
"Lah, kenapa setelah malam pertama malah bunuh diri?"
"Soalnya ternyata aku nikah sama batangan, jadinya malah pedang-pedangan. Setan!"
"Hihihihihihihihihi.. kisahmu lebih tragis daripada kisahku. Hihihihihihihi..."
Pesan moral:
Kenalilah pasanganmu dengan baik dan pedulilah dengan masa lalunya, jangan asal "menerima apa adanya". Sekian dan salam cipox dari Mbak Nurani dan Mas Bangkit. Hihihihihihi...
Pesan moral:
Kenalilah pasanganmu dengan baik dan pedulilah dengan masa lalunya, jangan asal "menerima apa adanya". Sekian dan salam cipox dari Mbak Nurani dan Mas Bangkit. Hihihihihihi...
wahahahah tiwas aku deg2an mbak
BalasHapusHoror juga sih. Tapi jengkel aku bacanya
Iya, kaaaannn.. Horor kaaannn.. 🚶🚶🚶
HapusSUNGGUH HATIKU MERASA TERCYDUK KEZAL HAHHAAA
BalasHapusNggak takut ya? Padahal horor, aku merasa gagal :(
HapusKembalikan 2 menitku yang berhargaaa~ kzl T_T
BalasHapusPiye carane? :(
HapusOalah dek lastri. Kok KZL ya hahahah
BalasHapusIya, Dek Esy dapat salam dari Dek Lastri..
HapusYang nggak diketahui rakjat jelata, Dek Momon menuliskan kisah Dek Lastri sebagai wujud solidaritas sesama..... #kenasensor
BalasHapusLoh, kok bisa tahu? Aku nggak pernah cerita loh :")
HapusAstagaaaa
BalasHapusHoror ya :(
HapusBwahahahahaha... tertipu! :))))
BalasHapusKasihan ya Mas Bangkit :(
HapusLhah batangan. Batang cokelat opo batang emas ki? Aku kezal padamu
BalasHapusWah, embuh Er nek jebul emas, buahahahahahaha..
HapusMba MON!!!!! udah serius serius,,, badalahhhh aku ketipuuu ahhaaa
BalasHapusAh, kamu kayak Mas Bangkit! Mudah terpedaya..
Hapuskamu terlalu Monica...jangan2 kamu kayak Lastri
BalasHapusThat's my secret #ngeloyorpergi
Hapusmbaaaakkkk... pingin ta cipok njenengan!! tiwas aku deg-degan sembari mendelik le moco, eladalah.. kamuh penipu kakakk
BalasHapusWeh weh, tak cipox ganti kapok loh! Bahahahahahak :p
HapusKesyian, mau enaena malah main pedang2an :"
HapusKenali pasangan dengan lebih baek :")
HapusIki horror paling medheni lho hahaha
BalasHapusHalah uripku saiki mung ngenteni cangkemane Mbak Mon karo Mbak Rum ning besoksiang
Wah uripmu berfaedah nan. Lanjutkan! 💪
HapusKasihan tak jadi bangkit masnya #eh
BalasHapusIya, lemes meneh :(
HapusOalah,mas Bangkit mesakke timen.
BalasHapusMas Bangkit tergoencang
HapusTiwass deg2an!!!!!!
BalasHapusLoh, lah tenan horor tah, salahku apa? :|
HapusAwalnya rada mistis, eh endingnyaaa... DROPSHAAAAYYYY! :DDD
BalasHapusThank you, SHAAAAY!!
Hapuswahh syihilit pihitik iq... tiwas membacanya dengan tegang, jebul critanya tentang bathang... eh bathangan...T.T itu ada terusannya kisah pocong nya bangkit sma si nuraini kagak? hahahaha
BalasHapusJelas ada dooooooongggg.. Ditunggu ya! 👻👻👻
HapusDari pertengahan udah curiga sama tokoh dek lastri walau sedikit degdegan, eh beneran ternyata, mbak mon ini iso wae yo, hahahaha
BalasHapusBlog Besok Siang ini juga mencurigakan loh 👻👻👻
Hapusya Tuhan Mon.. sampe nanya2 ama semua orang tentang mitos cewek bahu lawean, sampe denger cerita horornya.. eh ujungnya malah.... ��������
BalasHapusBahahahahak, tapi emang mitos itu ada kok di Jawa :)
HapusMas Bangkit sama Mba Nurani dibikin kisah horror komedi yang romantis, kayanya bagus kak 😃
BalasHapusKayake pawange Mbak Nurani bakalan nggak terima, hahahahaha..
Hapusle moco karo buka google opo toh bahu lawean njut merinding dewe, badalahhhh jebul hmmmm aku tertypu
BalasHapusTercyduk!
Hapuswelah dalah... ngenteni waktu selo biar bisa baca ini horror, sudah mulai meresapi kehororannya di pertengahan.... mendekati akhir..
BalasHapusjeng jeng !!
zonk !
Kak momon juwaraaa.... :')
Bahahahahahak, bukan zoooonk..
HapusKamu hanya tercyduk! 😄