Bullying dan Efeknya



Aku langkahkan kakiku menuju pintu gerbang sekolah. Keceriaan menghiasi sekolahku pagi ini, tawa renyah terdengar di setiap sudut sekolah. Tapi tidak denganku. Aku selalu enggan untuk menginjakkan kaki di sekolah ini setiap paginya.

Aku naiki tangga menuju kelasku yang ada di lantai 2. Setibanya di depan kelas, sebuah kertas yang diremas-remas melayang mengenai pipiku, entah siapa yang melemparkannya. Aku ambil dan aku buka kertas itu, ada tulisan di dalamnya: DASAR PENYAKITAN.

Kuremas kembali kertas itu, lalu kubuang ke tempat sampah. Aku tarik nafas panjang dan kuhembuskan perlahan. Kemudian aku langkahkan kaki menuju bangku yang biasa aku duduki.

Tidak ada. Bangku itu tidak ada.

Kuedarkan pandanganku ke sekeliling kelas, semua kursi telah terisi. Sebagian besar penghuni kelas memandangiku sambil berbisik dengan teman di sampingnya. Entah apa yang mereka bicarakan.

"Mmmm.. kursiku ke mana ya?" Aku bertanya pada salah satu temanku. Namun, hanya diam yang kudapatkan.

Kuletakkan tasku ke atas meja, kemudian aku berjalan keluar kelas untuk mencari kursiku. Kucari di setiap sudut di luar kelas. Aku melihat kursi kosong di salah satu sudut dekat tempat sampah. "Mungkin itu kursiku," pikirku.

Aku seret kursi itu dan menuju ke kelas. Sebagian besar penghuni kelas pura-pura tidak melihat tubuh kecilku yang kesusahan membawa kursi. Aku langkahkan kaki menuju mejaku.

Kupandangi mejaku. Kosong. Kali ini tasku yang hilang.

Kali ini aku ingin menangis. Tapi, kalau aku menangis sekarang, aku yang kalah.

Bel sekolah berdering dan Pak Guru memasuki kelas. "Ayo, kumpulkan buku PR kalian," perintah Pak Guru.

Beberapa saat setelah Pak Guru memeriksa buku PR, "Monica, mana buku PR kamu?"

***

Rakyat Besok Siang tentu tahu bahwa beberapa hari belakangan ini sedang heboh-hebohnya berita tentang kasus bullying. Dan Brarum selaku tim investigasi Besok Siang, melakukan penyelidikan dan menghimpun informasi secara menyeluruh dari berbagai portal berita dan social media terkait bullying. Komentar-komentar dari warganet pun ikut tercyduk. Brarum memang investigator yang mumpuni, tak ada yang luput dari pengamatannya. Takeabeer!

Ada beberapa jenis bullying, diantaranya adalah bullying secara fisik, bullying secara verbal, dan bullying secara relasional.

Bullying yang paling sering kita lihat adalah bullying secara fisik dan secara verbal. Masih ingat kasus anak yang di-bully di Thamrin City? Dari video yang beredar, si korban jelas terlihat mengalami bullying secara fisik, yaitu dijambak. Jambak menjambak itu sah-sah saja kok selama dilakukan atas kesepakatan bersama dan #ehem dilakukan di atas ranjang, #saveaqua sambil jambak-jambakan juga oke.

Bullying yang paling jarang kita sadari terjadi di sekitar kita adalah bullying secara relasional. Contoh dari bullying secara relasional adalah pengabaian atau pengucilan dan tatapan mata yang tidak menyenangkan atau cenderung merendahkan.

Cerita di awal tulisan ini memiliki tokoh bernama Monica. Kenapa Monica? Kenapa bukan Mbak Nurani si demit pembela kebenaran maupun Dik Lastri si bathangan? Karena cerita tersebut bukan cerita fiksi. Cerita tersebut adalah secuil kisah nyata dari saya. Iya, saya si jomblo ngakik yang selalu menganggap bahwa status jomblo hanya bagian dari ujian kehidupan.

Pada waktu saya sekolah, saya pernah mengalami bullying secara relasional dan itu terjadi selama kurang lebih 2-3 tahun. Saya nggak mau bilang "pada waktu saya sekolah" itu kapan. Biarlah tetap menjadi misteri sama seperti misteri pintu ATM yang walaupun ada tulisan "Dorong", tapi tetap bisa ditarik.

Pada waktu itu saya mempunyai teman bernama Genjik. Ya, sebut saja begitu. Genjik nggak terlalu suka dengan saya karena prestasi akademik saya berada di atasnya. Nggak, saya nggak bohong kok. Saya dulu pernah berprestasi.

Ceritanya, Genjik nggak suka kalau prestasi akademiknya ada di bawah saya. Mungkin karena dia merasa kokkzlyha sama saya, maka Genjik menghembuskan cerita palzu tentang saya. Genjik bercerita kepada teman-teman saya bahwa saya mempunyai penyakit menular. Genjik memang genjik. Saya baru paham kalau koplo itu menular. Tapi, yang lebih genjik adalah teman-teman saya percaya dengan cerita Genjik! Oalah, njik genjik.

Dalam kurun waktu tersebut, saya dikucilkan oleh sebagian besar teman saya. Selain saya pernah kehilangan kursi saya, setiap saya berjalan di lorong sekolah, teman-teman saya berjalan menjauh, menatap saya dengan pandangan aneh, dan berbisik, "Nggak usah dekat-dekat sama dia."


Hampir setiap hari saya pergi ke kamar mandi sekolah untuk menangis. Bahkan, saya e'ek pun bisa sambil menangis. Ndodok pula! Hebat banget lah saya. Sudah, sudah, nggak perlu dibayangin.

Kala itu, saya merasa sangat kesepian karena mendapatkan penolakan dari teman-teman saya. Dan saya harus menghadapinya 7 jam dalam sehari.

Sayangnya, pulang ke rumah bukanlah menjadi solusi. Pada waktu itu, saya merasa tidak nyaman berada di rumah dikarenakan suatu hal. Saya benci berada di rumah dan saya juga benci berada di sekolah. Tapi, sayangnya saya tidak punya pilihan lain. Pilihan saya hanya dua, pergi ke sekolah atau berada di rumah. Hal tersebut membuat saya tertekan karena saya merasa tidak memiliki tempat di mana pun.

Apakah sama sekali tidak ada yang mau berteman dengan saya? Nggak juga kok. Tetap ada yang mau berteman dengan saya, tapi tidak ada yang cukup dekat untuk dapat mengobati rasa sepi yang saya rasakan. Saya tidak mendapatkan cukup support dari orang di sekitar saya untuk menghadapi rasa sedih dan sepi yang saya rasakan.

Beberapa teman kampret saya tahu tentang cerita ini. Tapi, ada satu hal yang tidak saya ceritakan kepada mereka. Kala itu, ketika saya berada di puncak kesedihan, saya "suka" menyayat jari saya sendiri menggunakan cutter atau silet. Tidak perlu menyayat sampai berdarah-darah, yang penting cukup untuk membuat saya merasa sakit.

Kenapa? Karena saya butuh pelarian dari rasa sedih dan kesepian yang saya rasakan.

Dengan mengalami luka fisik, saya bisa mengalihkan perhatian saya dari rasa sedih dan kesepian yang saya rasakan. Saya menjadi lebih fokus dengan luka sayatan di jari saya. Luka yang mengering pun bisa saya jadikan pelarian. Di kala saya diabaikan dan merasa sendiri, saya bisa menyibukkan diri dengan ngeletekin luka di jari saya.

Waktu saya cerita ini ke Brarum, dia bertanya, "Kenapa jari? Kenapa nggak yang lain?"

Nah. Itu masih menjadi misteri sampai sekarang, saya pun juga nggak paham kenapa saya memilih jari. Sama misterinya dengan sosok Mukidi yang akan menjadi suami saya kelak.

"Makanya percaya sama Tuhan, biar kalau ada masalah itu dikuatkan! Gitu aja sampai menyakiti diri sendiri."

Mungkin akan ada yang komentar seperti komentar di atas. Komentar di atas sama halnya dengan, "Kok bisa bunuh diri sih? Kayak orang nggak punya agama, makanya percaya sama Tuhan."

Kala itu, saya adalah orang yang sangat rajin beribadah. Setiap minggu pergi ke gereja, doa rosario dan koronka hampir setiap hari, mau syahadat panjang? Tidak perlu ditanya. saya hafal. Bahkan, saya sering berpuasa.

Saya bisa berkomunikasi dengan Tuhan melalui doa dan saya tahu Tuhan selalu ada bersama saya. Tapi, saya juga membutuhkan kehadiran fisik dari seseorang yang mampu memberikan saya support, seseorang yang mau mendengarkan keluh kesah saya, seseorang yang mengatakan, "Everything is gonna be okay." Sayangnya "seseorang" itu tidak ada sehingga ada satu waktu di mana saya merasa putus asa dan ingin mencari pelarian.

Kita tidak akan pernah tahu rasa sakit yang dirasakan oleh seseorang sehingga orang tersebut memutuskan untuk menyakiti diri sendiri atau bahkan bunuh diri.

Berserah diri tidak semudah itu. Jika mudah untuk dilakukan, semua manusia tidak akan memiliki rasa takut lagi. Semua manusia bakal kokoh bakoh seperti Semen Gresik. We're only human.

Setiap orang memiliki batas kekuatan yang berbeda dalam menghadapi permasalahan. Misalnya saja Brarum. Sekarang dia sedang stress memilih warna foundation karena warna foundation yang dia beli nggak pernah cocok. Tapi, bagi saya, "Halah, ngono wae kok stress! Ra mashuuuukk.."

Tapi, ternyata saking stress-nya memilih foundation dan tersinggung dengan tanggapan saya, Brarum mencoba bunuh diri dengan meminum Trika.

Manusia memiliki kecenderungan untuk ingin merasa "lebih", bahkan dalam urusan beban hidup. Misalnya saja saya cerita ke Mas Bangkit, "Mbak Nurani kasihan ya. Hamil terus ditinggal pacarnya." Lalu Mas Bangkit menanggapi cerita saya, "Halaaaaahhh.. gitu aja kok kasihan! Aku iki loh! Kawin ro bathangan! Opo ra kenthiiirrr!"

Kecenderungan tersebut membuat kita menjadi sering menganggap enteng masalah orang lain, padahal belum tentu kita tahu cerita sebenarnya. Dan belum tentu masalahnya seenteng itu. Ujung-ujungnya kita hanya asal njeplak, tanpa memikirkan bahwa omongan kita malah menambah down orang tersebut.

Padahal apabila kita memang memiliki masalah yang lebih besar, hal tersebut tidak menunjukkan bahwa kita lebih patut untuk diberikan simpati oleh orang lain. Itu sesuatu hal yang berbeda.

Oke, kembali ke permasalahan bullying.

Masih suka mengikuti akun Instagram Awkarin? Beberapa hari ini, banyak warganet yang mem-bully Awkarin, banyak yang menyalahkannya atas meninggalnya Oka. Koplonya, komentar tersebut kebanyakan datang dari orang-orang yang bahkan tidak kenal Awkarin maupun Oka. Menyebabkan seseorang meninggal merupakan tuduhan yang serius loh, lebih serius dari tuduhan memiliki penyakit menular.

Saya tidak mendoakan sesuatu yang buruk akan dilakukan oleh Awkarin. Tapi, kita tidak akan pernah tahu sampai sejauh mana bullying akan mempengaruhi kehidupan seseorang. Yang harus benar-benar kita tahu adalah bullying is not cool.

22 komentar:

  1. Alhamdulillah kuliat di IG, awkarin malah berdoa buat oka di panti asuhan bareng temen2nya. Leh ugha..👍

    NICE POST!!!

    BalasHapus
  2. Anonim7/24/2017

    Kak... Mungkin palaku bakal kena toyor mba Nur kalau dengan sotoynya bilang paham banget sama yang kakak rasain... Tapi beneran deh aku bisa ngerasain sakitnya! Bully verbal & relasional udah khatam banget rasanya kayak apa ��... Tapi diriku belum se-move on dirimu kak sampai bisa nulis disini & ambil sisi positif dari apa yg kakak alamin...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Weh, ati2 looohhh bawa2 nama Mbak Nur! 😂😂😂
      Iyes, nggak enak ye rasanya. Bagaikan kwaci yang setelah dikunyah terus dilepeh #uopoh
      Semangat yaaa.. Pelan2 aja pasti bisa move on 💪

      Hapus
  3. Wah, nggak nyangka mba Mon korban bullying juga 😱 Padahal keliatannya setrong terus 😂

    Tapi aku setuju sih, bullying atau keadaan terpojok bisa memicu depresi. Dulu pernah kena bully jaman SD, makanya smp sekarang nggak deket sm temen SD soalnya males 😅

    But well, I'm stronger than ever now 😊

    Thanks for sharing mbaa 😘

    BalasHapus
    Balasan
    1. Strrrrooong.. iya sekarang strong, Nin. Kan udah jadi bathangan #eh

      Biasa kaaan.. Tiap masalah selesai bakalan jd lebih strong 😁

      Hapus
  4. Yes, i'm agree, mba mon, bullying is not cool, aku pernah ngerasain walau ga parah-parah bgt sih, tp minimal jadi tahu rasanya dan ga membuat aku pengen nge-bully org lain.
    Nah itu, mba, seringnya orang malah nge-judge org lain dgn masalahnya dan menganggap enteng masalah orang lain sehingga dengan gampangnya ngomong "halah, masalah gitu aja kok nganu ngono" bikin kita krisis empati. Setiap orang berbeda cara menanggapi dan menghadapi masalah dalam hidupnya, lha wong masalah tiap org jg kan beda-beda, kalo ga bisa bantu ya mending jgn ngerecokin, simple as that.

    Salut sama mba mon yang move on trus bisa nyemangati yg lain, nice post, thank you

    BalasHapus
    Balasan
    1. He'eh, Put. Padahal masalah nganu belum tentu nganuh tah. Toh kita cuma bisa liat luarannya aja 😁
      Yang perlu diingat sih tetap masih banyak orang yg lebih menderita, so ttp hrs bersyukur 🙌

      Hapus
  5. Dan ternyata, ngomentarin soal alis yang gak simetris juga termasuk bullying lho. Bahkan, perlu juga diperkarakan. Huvt.

    BalasHapus
  6. salam kenal buat MbaMon dan lainnya, aku warga baru nih di sini. merasa telat banget baru buka besoksiang sekarang. tapi setelah ini aku akan setia dengan besoksiang, mungkin aku tersihir di laman ini.
    ngomong-ngomong soal bullying, aku sepertinya pernah mengalami. kenapa bilangnya sepertinya? karena mungkin menurut pelaku itu hanya becandaan sehari-hari tapi lama-kelamaan entah kenapa aku menjadi kehilangan kepercayaan diri. masalahnya simpel, dulu aku sering dikatain Betty La Fea. gatau asal mulanya dari mana (padahal aku ga berkacamata atau pun berbehel) pokonya banyak yang manggil aku seperti itu. lantas apa? aku jadi bertanya ke dalam diri aku sendiri, memangnya aku sejelek itu ya di pandangan mereka? dan itu berlanjut sampai sekarang. ga pernah percaya dibilang cantik hahahaha. dan berpengaruh banget kalau lagi deket/suka sama lawan jenis. ga pernah pede. pasti langsung mikirnya "gue kan ga cantik, emangnya dia bakal ngelirik gue?" selalu. jadilah aku masih single.... intinya sih cuma mau sharing aja (maafin kepanjangan) bahwa yang dari hanya bahan bercandaan atau menganggap enteng orang lain seperti yang MbaMon bilang itu bisa berakibat fatal untuk orang lain. dan bisa berakibat jangka panjang juga. jadi mulai sekarang (harusnya dari dulu sih) harus lebih berhati-hati berpendapat dengan orang lain, kenal atau ngga. karena ngga semua orang itu mental dan fisiknya sekuat apa yang kita pikirkan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. (((warga baru)))

      Eh, Betty Lavea kan cantik. Mungkin maksudnya mirip Betty yg setelah kacamatanya dicopot :)

      Semangat yaaa.. Harus PD sama diri sendiri ;)

      Hapus
  7. Gapapa dibully, asal masih punya jurus ndableg. Lady Gaga ama Rihanna dulu dibully sekarang malah tajir, seksi, berhati mulia dan dapat grammy. Mungkin kita (segera) dapat money dan grammy.

    BalasHapus
  8. Sayangnya banyak yang elum ngerti bener apa itu bullying. Teriak-teriak anti bullying tapi masih komen vangsat di instagram artis, ikut nyinyir di akun hater, dan mengcapture orang yang dinilai salah/ nggak sepaham buat di bully rame-rame di status facebooknya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bullyingception 🚶🚶🚶

      Yang suka nyinyirin artis atau siapalah yang dianggap melakukan kesalahan pasti dalihnya, "emang pantas dibully. Ini hukum masyarakat."

      Aelah, hukum masyarakat juga ada batasnya 🚶🚶🚶

      Hapus
  9. Momon... Kamu kuat sekali. Sending my virtual hug :*

    Kadang emang ada orang yang bilang korban bully cuma "ahelaaah cengeng amat sih lu. Tuh enoh hidupnya lebih susah dari lu".

    Padahal dengan cukup memberikan empati sudah menjadi penguat buat korban bullying.

    Semangat ya Momon, terus berkarya :*

    BalasHapus
    Balasan
    1. Haeeeee.. Mandaaaa..

      Yeeeppps.. sebenernya kuakui ada faktor "salah" dari aku. Kadang mikir, harusnya waktu itu bisa lebih kuat. Gak selamanya boleh menyalahkan keadaan/nasib. But, it's okay, emang ada masa2 begitu, and i'm stronger now.... I hope :)))

      Hapus
  10. wah nemu blog ini ko bagus tulisannya menyayat-nyayat..
    setuju bgt sama pemikirannya ini yg aku pikirkan dari dulu cuma ga kepikir kepikir (apasih)
    aku pun ini korban bullying waktu sd, trus pas smp awal2 (kelas 1) jg di bully,
    trus pas kelas 1 tengah-tengah sampe akhir aku udah ga di bully krn si pembully balik badan dari aku nemu korban lain, trus aku masuk dong ke salah satu yg kenak rayuan maut ikut bully si temenku itu, ga ngebully bgt sih tp cuman ikut ngediemin (podo wae chuk), soalnya aku pada jaman itu takut di bully lg, jd aku ikut ajaa takut ajak ngomong temennku itu.. huhuu.. pdhal aku tau dari sd rasanya didiemin sampe dibikin nangis sama tmn2 tu kaya apa, sakitt mbaaak sakiiittnyaa tuuu disiniiiii.. (dramak)
    tp waktu itu blm berani mutus mata rantainya, sepiinya ituuu loohhhhh menyayat nyayat si yayat..
    hihi pembelaan..
    tp begitu naik dari kelas 2 ke kelas 3 aku sadar, trus stand on my own deh jd ga jd pembully lg dan kl ada yg ngebully aku lawan, yeah!!

    salam kenal kakak kakak mulai besok siang aku rajin nongkrong di blog ini ah, miluuuvv bingiiittt

    BalasHapus
    Balasan
    1. (((menyayat-nyayat si yayat)))

      "rus aku masuk dong ke salah satu yg kenak rayuan maut ikut bully si temenku itu, ga ngebully bgt sih tp cuman ikut ngediemin (podo wae chuk), soalnya aku pada jaman itu takut di bully lg, jd aku ikut ajaa takut ajak ngomong temennku itu"

      >> aku pernah juga ada di masa itu kok :)

      jangan lupa follow juga eaaaaa..

      Hapus
  11. Agustina Ariyanti12/26/2017

    Eh aku sak sekolah ro koe 6 tahun, lago reti koe digosipke mengidap penyakit menular. Sayang sekali saya terlambat, nek ra , wes tak poyoki koe . Wakkakkkaa #peace

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kamu terlambat. Berarti disetrap. Kasihan sekali :(

      Hapus