Kompor Bersumbu Pendek

Zaman Ibu saya, memasak menggunakan kompor minyak tanah adalah suatu hal yang biasa. Beliau sering kesal ketika sumbu kompornya sudah pendek padahal sudah waktunya untuk memasak. Sakit :(


Kalian pernah mengalami hal yang sama? Kebetulan saya belum pernah menggunakan kompor minyak tanah, jadi saya nggak paham polemik yang mungkin terjadi ketika menggunakannya. Haha!

Tunggu.. Tunggu.. Tenang saja, artikel ini tidak akan membahas tutorial penggunaan kompor minyak tanah kok, gaes! Saya akan membahas seputar human reaction di sekitar kita, hanya saja digambarkan sebagai kompor bersumbu pendek. *Wah, sepertinya sudah ada yang bisa menebak nih saya mau bahas apa* *eh, iya nggak sih?*

Apabila sedang berada di tengah diskusi langsung atau tatap muka, saya adalah orang yang paling suka menjadi kompor bagi dua kubu yang sedang berdiskusi. Jahat ya? Alasannya sederhana saja. Saya suka memperhatikan reaksi seseorang saat dia mengungkapkan pendapatnya. Setiap orang memiliki cara yang beragam ketika sedang mengungkapkan pendapatnya. Saya paling demen ketika orang-orang tersebut sudah dipengaruhi emosionalnya (marah, sedih, kecewa, bahagia).

Bagi saya, memperhatikan orang lain berpendapat adalah cara untuk mendapatkan informasi tentang sebagian kepribadiannya. Hobi saya ini baik nggak sih? Hahahahahaha..

Kalau kita membaca atau menonton sebuah berita di social media (Instagram, YouTube, dsb.), apa sih yang pertama kali kita lihat? Isi berita atau langsung pada komentarnya? Terpujilah kalian yang selalu melihat isi beritanya dulu baru kemudian melihat komentar. Artinya tujuan kalian menonton atau membaca memang karena sepenuhnya penasaran dengan isi berita.

Lalu gimana kalau ada yang lebih suka baca komentar dibandingkan dengan berita yang disajikan? Tidak masalah juga sebenarnya. Saya pribadi termasuk kelompok yang suka membaca komentar, terutama apabila isi dari berita tersebut sulit untuk saya pahami. Saya mencari komentar orang lain yang bisa “merangkum” informasi. Di saat itulah, tak jarang saya melihat komentar-komentar yang sifatnya mengompori dan memperpanas suasana.

Komentar-komentar yang sifatnya mengompori dan memperpanas suasana merupakan komentar yang datang dari kelompok orang yang bersumbu pendek dan menunjukkan bahwa mereka pribadi yang mudah marah.

Sumber: www.pinterest.com

Kok bisa disebut sebagai sumbu pendek?

Kalau ditanyakan lagi ke Ibu saya, kompor minyak bersumbu pendek justru akan susah dikondisikan apinya. Lha gimana? Tapi, berdasarkan informasi Mas Choiron di artikelnya, istilah sumbu pendek bukanlah penggambaran dari sumbu kompor minyak, melainkan penggambaran dari sumbu yang ada pada dinamit atau petasan. Kalau sumbunya pendek, maka dinamit atau petasan akan lebih cepat meledak. Masuk akal bukan?

Memberikan komentar di social media juga ada tata kramanya loh yaaaa.. Jangan asal meledak, apalagi meledak hanya karena Mbak Arum posting foto piknik di Gili dengan baju-bajunya yang seksi aduhai itu. Daripada bawelin Mbak Arum nggak boleh begini nggak boleh begitu, mending tutup social media kalian deh!

Membahas makeup dengan Mbak Monic dan Mba Arum pasti seru dan rekomendasi dari mereka berdua bisa jadi bahan diskusi. Kalau membahas masakan, sama saya deh, dijamin saya yang akan terpengaruh untuk langsung bikin. Hahahaha.. Intinya, kedua topik itu adalah topik yang menyenangkan untuk didiskusikan dan dikomentari. Berbeda dengan topik politik, agama, ekonomi, atau rumah tangga artis yang sangat-sangat memungkinkan untuk kita berkomentar "panas".

Oke, oke, berkomentar memang adalah sebuah hak, tapi perlu diingat juga bahwa mengunggah foto, apapun itu, juga adalah sebuah hak. Nah, daripada menghabiskan tenaga untuk komentar ini itu, lebih baik biarkan hati kalian tenang, simpan saja dalam hati lalu makan es krim. Pasti adeeemm. Hahaha..

Saran saya di atas bukan berarti melarang kalian berkomentar ya. Bukan itu maksudnya, saya bisa jelaskan kok. Sebelumnya saya sudah menyinggung soal tata krama berkomentar di social media. Sama hal-nya dengan mengomentari orang lain secara langsung/tatap muka, sebaiknya bahasa yang digunakan sopan dan menggunakan kata-kata yang positif saja. Kalau perlu, cukup memberikan komentar pada berita atau konten dengan topik yang tidak terlalu sensitif. Banyak kok topik yang bisa dikomentari dengan santai, contohnya saja makeup, masakan, tanaman, kerajinan tangan, dsb.

Nah, sebelum komentar kalian di-posting, jangan lupa baca lagi, lalu pikirkan baik-baik apakah komentar tersebut memang layak untuk dibaca banyak orang. Sebisa mungkin, berikan komentar yang positif. Pikiran positif bisa mempengaruhi lingkungan sekitar kita loh! Termasuk social media. Pengen kan social media menjadi tempat yang nyaman dan menyenangkan? 


7 komentar:

  1. Mendingan ngomongin masalah make-up karena Mbak Arum sukses meracuniku utk ngeborong Avoskin :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. iyes, betul sekali kalo diracuni sama Mbak Arum senang ya rasanya *samaan kita*

      Hapus
  2. Betul mbak, orang-orang di media sosial kalau komen suka sadis kayak yang udah kenal lama sama orang itu. Udah gitu semua kata makian kok kayaknya gampang banget ya keluar. Nggak filter

    BalasHapus
    Balasan
    1. nah ini, "kayak udah kenal lama"
      mungkin ya karena filternya belum beli yang baru, hahaha...

      Hapus
  3. Tapi, aku juga risih sih sama foto-fotonya Arum pas pakai baju renang.
    Ganggu gitu. Mukaknya ganggu hidupku.

    #haternyaArum

    BalasHapus
  4. "Daripada bawelin Mbak Arum nggak boleh begini nggak boleh begitu, mending tutup social media kalian deh!" ini kayanya tusiyah yang paling bener deh dalam sejarah perkoploan. Tapi saya lebih suka melihat Mbak Arum biar bisa komen dan membully hehe (Ampun Mbak Arum)

    BalasHapus