Pesakitan

"Aku takut, Kak."

Si kecil menangis tanpa suara, tanpa air mata. Sebenarnya dia tidak ingin menangis lagi, capek rasanya tiga hari menangis terus-terusan. Tapi rasa takut begitu mencekam. Hidup dan mati hanya tinggal sejengkalan.

"Jangan takut. Mari kita berharap saja untuk yang terbaik," parau suara sang Kakak mencoba melipur hati adik kecilnya. Sang kakak menahan rasa, berusaha sekuat tenaga agar tangisnya tidak tertumpah. Tangannya berusaha menggapai sang adik, tetapi tertahan oleh tali yang diikatkan dengan erat ke tubuhnya.

Mereka semua terikat. Hawa kematian begitu menyeruak. Satu persatu mereka di ruangan itu dibawa keluar. Dari dalam ruangan, terdengar suara teriakan minta ampun dan kemudian rintihan kesakitan.

Mereka semua ketakutan. Mereka tahu waktunya sudah dekat, tak akan ada belas kasihan.

Sang Kakak menatap ke seberang, melihat ke arah adik kecilnya yang meringkuk gemetaran. Helaan nafas terasa begitu berat. Ingin rasanya merengkuh adik kecilnya, sekedar memeluk, memberi kenyamanan terakhir sebelum kematian yang sakit menjemput. Tapi tali menahan tubuhnya. Tali menahan mereka semua.

"Adik, jangan menangis."

"Aku takut, kakak."


image source: http://floringgo.blogspot.co.id/

"Biarkan saja mereka berbuat sesukanya pada tubuh kita. Jangan tunjukan ketakutan dan kesakitanmu, Dik. Jangan biarkan mereka puas."

"Tapi aku takut, Kak."

"Dengarkan kakak baik-baik. Saat mereka membawamu, pejamkan saja matamu. Bayangkan hal yang indah. Bayangkan kita semua, aku, kamu, mama, papa, dan semua yang ada di sini berkumpul dalam suatu padang hijau, yang ditengahnya mengalir air yang sejuk. Bayangkan bebatuan dingin di pinggir sungai. Bayangkan pepohonan rindang yang teduh, dan langit biru sebagai atapnya. Bayangkan. Dalam sekejap, kita akan berada disana dan berkumpul bersama-sama."

"Sakitkah sekali, Kak?"

"Kakak janji, tak 'kan sesakit itu. Tak akan lama."

Dan mereka terdiam lagi. Hanyut dalam pikiran masing-masing. Adik yang berusaha mempercayai kakak tersayangnya sepenuh hati, dan sang Kakak yang berusaha terdoktrinasi oleh ucapannya sendiri. Mereka hanya bisa menunggu dalam bau darah yang pekat.

BRAK!!

Orang-orang berpisau tajam itu kembali memasuki ruangan. Mereka semua berteriak ketakutan.

Salah seorang mendatangi sang Adik, "ini saja. Saya ingin yang masih muda."

"Tidaaakkk!!! Jangan. Jangaaannn!! Tolong jangan! Bawa saja aku. Jangan dia!! Tolong jangan!!" Sang Kakak berteriak sekuat tenaga. Tubuhnya berusaha menyentak-nyentakkan tali yang mengikatnya.

****

"Yang ini ya, Pak?"

"Iya. Yang kecil itu."

Mbeeekkk.... Mbeekkkk... Mbekkkk...

"Hei, kenapa Kambing yang di seberang itu mengamuk?"

2 komentar:

  1. Anonim3/13/2015

    waduh... udh siap" tissu..
    eh... ternyata.... ^o^ mbeeekkkk

    BalasHapus